Mohon tunggu...
Rut sw
Rut sw Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga, Penulis, Pengamat Sosial Budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha melejitkan potensi dan minat menulis untuk meraih pahala jariyah dan mengubah dunia dengan aksara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Nasibmu Kini

22 Desember 2020   00:30 Diperbarui: 22 Desember 2020   00:35 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nadiem Karim, menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia terus berbenah, teranyar adalah kebijakan  Assesment  Nasional (AN) menggantikan Ujian Nasional (UN).Nadiem menilai selama ini UN menyebabkan sekolah negeri diisi oleh siswa-siswi yang mampu secara ekonomi. 

Sebab orangtua mereka mampu membiayai biaya bimbel, sementara anak tak mampu terpaksa masuk sekolah swasta, yang seharusnya mereka masuk sekolah negeri sebab dibiayai pemerintah.

Padahal sebenarnya hal ini hanya berbicara masalah teknik evaluasi belajar mengajar.  Tidak  berkorelasi dengan pemerataan pendidikan negeri atau swasta. Mengapa? 

Masalahnya ada pada pengurusan negara yang parsial. Padahal Amanat UUD 1945 pasal 31 dengan tegas menyebutkan bahwa pendidikan harus diselenggarakan oleh pemerintah , sama saja apakah untuk warga miskin atau kaya. Karena pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar rakyat yang menjadi kewajiban negara.

Selain itu berbicara pendidikan artinya juga berbicara tentang tenaga pendidiknya. Yang hingga hari ini masih mengalami ketidakjelasan atas nasibnya, terutama bagi guru yang berstatus honorer . Harapan menjadi PNS terpaksa pupus di tengah jalan karena ada pembatasan usia.

Sekretaris Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Nunuk Suryani mengatakan, "Perpres Nomor 38 Tahun 2020 tentang jabatan yang dapat diisi PPPK,  ada 147 jabatan fungsional untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) dan salah satunya adalah guru. Untuk formasi guru CPNS belum ada. Yang disiapkan pemerintah hanyalah guru PPPK dengan kuota nasional 1 juta orang," (jpnn.com,1/12/2020).

Peraturan terbaru dalam UU ASN, struktur kepegawaian hanya dua yakni PNS dan PPPK, keduanya menjadi tanggungan negara melalui APBN/APBD sehingga daerah tidak perlu lagi merekrut pegawai di luar itu. Demikian pula dengan gaji karena sudah terpusat. Oleh karena itu Nunuk menghimbau seluruh daerah segera mengajukan usulan kebutuhan guru PPPK sebanyak-banyaknya.

Namun faktanya guru PPPK hanyalah istilah ringan dari  guru honorer, sebab ketika mereka lolos seleksi bisa mendapatkan hak keuangan dan tunjangan yang hampir sama dengan PNS. Mereka bukan PNS dikarenakan usia dan lamanya pengabdian. Nasib PPPK tetap tak bisa menyamai PNS.

Terlebih  jika melihat kuota Nasional hanya 1 juta akankah mengkover semua guru yang hari ini masih berstatus honorer ini? Apalagi mereka yang ada di daerah atau pedalaman dimana akses menuju pusat kota untuk memenuhi prasyarat menjadi guru PPPK, yang terkadang pula untuk makan mereka tak punya?

Nasib guru honorer ini tak bisa dibiarkan mereka berjuang sendiri, sama seperti rakyat yang lain merekapun memiliki keterbatasan. Sehingga perlu pemerintah memfasilitasinya secara adil. Dan akar persoalannya ada pada cara pandang posisi guru itu sendiri.

Rasulullah mencontohkan betapa pentingnya pendidikan hingga beliau mensyaratkan bagi  tawanan perang Badar berjumlah 70 orang dari Quraisy untuk mengajar masing-masing 10 anak dan orang dewasa di Madinah.  

Dan mereka masih digaji negara.  Disinilah bukti betapa Rasulullah memperhatikan pendidikan dan juga guru sebagai agen perubahan dan teladan utama untuk generasi emas di masa datang.

Penghargaan terhadap guru juga dilakukan Umar bin Khattab. Imam Ad Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa, di Kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). 

Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru.

Tak ada perbedaan sebab intinya negara menjamin ketersediaan guru dan tenaga pendidik di setiap jenjang pendidikan , akod yang terjadipun bukan honorer atau semacam kontrak kerja, namun yang terjadi sebagaimana pemilik kerja dengan pencari kerja yang kemudian bersepakat dengan akod tertentu sesuai jasa yang akan diberikan. Tak ada kenaikan ataupun penurunan.

Pengaturan yang demikian dalam sistem hari ini adalah mustahil, sebab negara berhitung untung dan ruginya, gaji guru hanya mengandalkan APBN/APBD yang pos pemasukannya dari pajak dan utang. Jelas tak akan mencukupi. 

Pembiayaan gaji pegawai termasuk guru pada masa Rasulullah dan khalifah-khalifah selanjutnya berasal dari pengelolaan kepemilikan umum dan negara berupa Sumber Daya Alam (SDA), fai dan Kharaz.

Maka negara akan mampu menjamin seluruh kesejahteraan guru baik di kota maupun pedalaman, sedang guru tak ribet memikirkan kesejahteraan sehingga begitu terobsesi menjadi PNS, ia hanya butuh kosentrasi pada proses belajar mengajar. Dan ini akan sangat berimbas positip pada output pendidikan, peradaban cemerlang bukan lagi khayali.

Seluruh kebutuhan pendidikan dari mulai gedung, laboratorium, perpustakaan, sarana , prasarana, tenaga pendidik dan guru bahkan hingga kurikulum semua negara yang menyediakan. Menjaminnya merata dan ada dalam kualitas terbaik.

Penjaminan pendidikan dan kesejahteraan bagi para guru ini tak akan terwujud dalam sistem hari ini, sebab ruhnya adalah kapitalisme. 

Dimana negara hanya sebagian saja menyelenggarakannya, yang sebagian diserahkan kepada sekolah, investor atau bahkan wali murid. Dunia pendidikan butuh perubahan revolusioner yaitu aturan yang lebih baku standarnya serta landasannya. Yaitu apa yang telah dicontohkan Rasulullah, yaitu Islam. Wallahu a'lam bish showab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun