Mohon tunggu...
Rut sw
Rut sw Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga, Penulis, Pengamat Sosial Budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha melejitkan potensi dan minat menulis untuk meraih pahala jariyah dan mengubah dunia dengan aksara

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pemerintah Gamang, Rakyat Ambyar

28 Agustus 2020   23:10 Diperbarui: 28 Agustus 2020   23:16 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar rutyuyun1974

Gamang menurut KBBI artinya merasa takut (ngeri serta khawatir) ketika melihat ke bawah dan sebagainya. Jika yang berbicara pecinta alam dan mereka sedang menaklukkan gunung Everest wajar. Namun kali ini keluar dari lisan salah satu pejabat di negeri ini, Mahfud MD.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mengakui pemerintah gamang tangani Pandemi Covid-19 (kompas.com, 23/8/2020). Kebijakan pemerintah terkait pandemi berulang kali berubah, kata Mahfud, karena perkembangan wabah juga terus berubah.

"Watak Covid-19 itu memang setiap hari berubah beritanya. Sehingga kalau pemerintah tampak selalu berubah-ubah, apa enggak pakai data? Pakai, pakai data," tuturnya.

Mahfud mengatakan, kebijakan pemerintah terkait wabah virus corona seringkali berubah justru karena pembuatannya dilakukan berdasar data. Misalnya, saat hendak menerapkan new normal, pemerintah mempertimbangkan empat data terkait Covid-19.

Data yang digunakan adalah milik Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Selain itu, lanjut Mahfud, pemerintah tampak gamang karena sikap masyarakat terhadap pandemi Covid-19 juga berbeda-beda.

Sungguh disayangkan, padahal jika saja pemerintah tegas maka rakyat akan tunduk. Sebaliknya jika pemerintah gamang maka rakyat pasti ambyar.  Sebab, Bagaimana mungkin pemerintah yang memiliki perangkat justru menyatakan hal seperti ini? 

Pemerintah tidak akan gamang ketika memang menangani pandemi dengan cepat dan  tepat. Lantas, kenapa seolah justru masyarakat yang dijadikan kambing hitam?

Rakyat adalah bagaimana penguasa. Dalam mahakaryanya, Ihya Ulumuddin (jilid II, hlm. 381), hujjatul Islam Imam al-Ghazali berpesan. Menurut dia, "Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya. Dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama."

Artinya, karena sudah mendapat mandat dari rakyat untuk mengerjakan seluruh urusan rakyat maka tak ada kata ragu apalagi menyerah. Maka negara memang harus berdiri pada pondasi yang kokoh agar ia mampu menyelesaikan setiap amanah.

Pondasi itu harus bersumber pada akidah dasar yang kuat dan sekaligus terpancar darinya peraturan. Selama ini politik yang berjalan adalah Demokrasi, yang sangat menjunjung empat kebebasan, yaitu kebebasan beragama, berprilaku, berpendapat dan kepemilikan. Dimana jika empat kebebasan ini dijamin oleh negara maka keadaan akan sangat kacau.

Sebuah kebebasan butuh undang-undang yang mendukungnya agar tetap bebas. Sedangkan dalam Islam manusia harus terikat dengan syariat secara totalitas, ini yang sangat dihindari, maka jadilah sekuler, memisahkan agama dari kehidupan. Campur tangan agama sangat dilarang, akibatnya setiap kebijakan berjalan sesuai isi otak masing-masing.  Pemerintah pusat dan daerah seringnya berbeda.

Padahal, Islam sebagai agama mayoritas, tak hanya mengatur perkara ibadah, namun juga penanganan secara praktis melalui teladan bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat saat mereka menjadi pemimpin sebuah negara dan ketika mereka menghadapi wabah dan berbagai krisis.

Jika saja, pemerintah berada pada satu koridor yaitu sebagai pelayan sekaligus pelindung rakyat tentulah secara alamiah akan didapati berbagai solusi tepat hingga pandemi tidak berkepanjangan. Saatnya perbaiki hubungan sosial yang komprehensif antara pemerintah pusat, daerah dan rakyat.

Agar terwujud perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama terhadap penangan pandemi, itulah mengapa kita butuh duduk bersama. Butuh pembicaraan yang intens akan dibawa kemana nasib rakyat. Wallahu a' lam bish showab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun