Menyusuri jalanan antara rumah ke sekolah anak, ataupun ruas jalan yang lain, sebetulnya ada yang hendak ditanyakan. Entah kepada siapa, tapi ngganjel banget: jalan aspal, hitam, mulus, tapi kenapa tak nyaman untuk melaju diatasnya? Badan bisa tergoncang apalagi derit sepeda berderak-derak tak tertahan.
Ternyata aspalnya bukan kualitas terbaik, bahkan batunya masih terasa. Jika bolongpun di tambal seadanya, sehingga serasa naik rollcoaster karena roda sedikit selip ketika perpindah dari aspal yang agak tinggi karena ditambal ke aspal yang lebih rendah karena produk lama.
Jika arus lalu lintasnya lancar tak mengapa, tapi jika macet terasa merepotkan juga, terlebih jika berhentinya tepat di antara dua tambalan jalan.
Ada seruas jalan yang lain sebelum perumahan yang mulus, hitam, tanpa tembelan dan tebal aspalnya, tapi tak sampai 1 km panjangnya, hanya beberapa meter saja.
Dengar-dengar berita, itu bagian dari kampanye paslon pilkada serentak di Sidoarjo kemarin.
Jadi, itu bagian dari program kampanye , bukan murni dari pemerintah daerah  terkait pelayanan fasilitas umum untuk rakyat.
Ada ruas jalan yang lain lagi yang  sudah ditandai letak lubang-lubangnya dengan philox, tapi ternyata hingga bulan berganti, musim berlalu, tanda itu utuh, apalagi bolongnya. Yah, musim kampanye memang sepi...akankah 2019 tergarap?
Jika dikatakan nyinyir, ndak juga, faktanya jalan adalah mengenai hajat hidup orang banyak, yang UU mengaturnya harus negara yang mengurusi. Negri kita terkenal dengan aspal kualitas no 1. Tapi mengapa jalan-jalan di sini tak bisa sekualitas sirkuit Sentul?
Apalagi jika bicara jalan perumahan, jika warganya borju mereka swadaya beli aspal, tapi panjangnya ya hanya sepanjang ruas jalan utama perumahan. Sementara yang menengah ke bawah, cukup paving yang belum setahun sudah keropos.
Ah, kemana mesti mengadu?
Hati jadi sendu, jika teringat bagaimana khalifah Umar bin Khattab radhiallahu'anhu, beliau sangat mengutamakan sikap wara' ketika hendak bertindak.
Umar bin Khattab pernah berkata bahwa jikalau ada kondisi jalan di daerah Irak yang rusak karena penanganan pembangunan yang tidak tepat kemudian ada seekor keledai yang terperosok kedalamnya, maka ia (Umar) bertanggung jawab karenanya.
Terlihat sekali dalam kisah di atas bahwasanya Umar bin Khattab sangat memerhatikan kebutuhan umat hingga dalam lingkup yang terkecil sekalipun. Jika keselamatan hewan saja sangat diperhatikan, apa lagi keselamatan manusia.
Dengan SDA yang berlimpah tentu ironi jika melihat kondisi ini, Â dalam Islam kepemimpinan itu amanah, tidak saja menyangkut siapa orangnya tapi juga dengan apa ia akan memimpin. Karena setiap diri adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya.
Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.
Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya.
Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka.
Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya.
Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Wallahu a'lam biashowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H