BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Â Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Maksud dan tujuan dibentuknya BPJS tentunya untuk kesejahateraan dan kepentingan rakyat Indonesia.
Niatannya tentu BPJS akan menjadi sebuah kartu ampuh bagi setiap warga Negara untuk mendapatkan perawatan dan fasilitas dengan harga yang terjangkau. Dengan harga yang terjangkau, tentunya setiap warga Negara tidak harus pusing karena sudah terdaftar dalam BPJS.
Dengan diluncurkannya BPJS, Pemerintah saat itu (era Presiden SBY) mengatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang berlaku pada awal 2014 akan menjadi program jaminan sosial terbesar di Asia.
Kendala dan Persoalan Penerapan BPJS
Secara ide dan gagasan serta bentuk tanggung-jawab pemerintah dalam menerapkan BPJS tentunya patut diapresiasi. Terlebih kali ini sudah berjalan hampir 11 bulan. Namun, sayangnya, BPJS mempunyai banyak Kendala dalam penerapannya.
Kendala Infrastruktur dan proses sosialisasi sepertinaya adalah persoalan besar yang menjadi hambatan BPJS dalam menjalankan fungsinya.  Berbicara infrastruktur, BPJS belumlah ditopang dengan infrastruktur yang kuat. Ini terlihat dari bagaimana masyarakat kesulitan untuk mengimplementasikan apa yang ditawarkan oleh BPJS. Belum kompaknya penyelengara BPJS, pihak swasta, dan pihak terkait dalam memuluskan proyek BPJS.
Persoalan lain dari BPJS adalah mengenai sosialisasi yang masih sangat kurang kepada masyarakat. Sampai saat masih banyak yang tidak mengetahui fungsi dan apa itu BPJS. Bahkan di Kota Jakarta saja yang dekat dengan sumber informasi, masih begitu banyak warga-nya yang belum tahu dan bingung dengan BPJS dan menjadi tanda Tanya besar di kepala.
Ditambah banyak keluhan baik yang dialami peserta maupun tenaga kesehatan karena program ini. Sebut saja salah satu teman saya yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di salah satu RS daerah, yang mengeluhkan penambahan beban kerja bagi tenaga kesehatan dengan adanya program ini.
Pertama, tenaga kesehatan juga ikut disibukkan untuk konfirmasi acc tindakan yang dilakukan oleh peserta. Ditambah jika tindakan tersebut ditunda menungggu acc BPJS atau ditolak jaminannya , dimana hal ini menambah situasi menjadi riweh. Kedua, peserta yang sudah RI lebih dari 10 hari ( untuk penyakit seperti DM dan stroke dll) maka peserta disarankan untuk pulang dahulu kemudian control ke esok harinya jika ada indikasi RI maka peserta dapat masuk kembali. Ditambah pasien yang terus membludak hal ini mungkin dikarenakan provider BPJS sangan minim sehingga menyebabkan pembuldakan pasien pada satu titik. Dan masih banyak lagi keluhan keluhan yang ada kepada program BPJS ini.
Yang menjadi makin unik adalah ketika Presiden Indonesia terpilih Joko Widodo dalam kampanye mengatakan akan mengeluarkan Kartu Indonesia Sehat. Ini menjadi ambigu karena apa bedanya BPJS dan Kartu Indonesia Sehat yang dimiliki Jokowi. Tentunya pasti berbeda dan apabila akan ada langkah pemerintah dalam membuat efisien. Tapi dari situ kita dapat melihat bahwa BPJS seperti sebuah program tambal sulam yang dipaksakan dengan janji manis untuk kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, meski BPJS berfungsi dan bertujuan untuk mensejahterahkan masyarakat, namun untuk saat ini BPJS masih perlu perbaikan dan masih banyak kekurangan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H