Mohon tunggu...
Rusyd Al Falasifah
Rusyd Al Falasifah Mohon Tunggu... Belum Bekerja -

Pemerhati kekacauan pemahaman terhadap agama, filsafat, dan kegiatan keilmuan. Minat dibidang agama Islam, pendidikan, ilmu umum, filsafat, sosiologi, dan metodologi. Email: rusydalfalasifah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menimbang Ulang Gagasan Full Day School

10 Agustus 2016   09:48 Diperbarui: 10 Agustus 2016   09:58 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi KPAI, ada 6 alasan kenapa gagasan ini masih belum tepat untuk dilaksanakan. Dari Riaupos, keenam alasan itu adalah menambah beban guru, penyesuaian biaya, dan keempat alasan lainnya berkaitan dengan hal-hal kontekstual seperti yang sempat dikatakan kang Dedy. 

Tapi, Ketua Persatuan Guru Swasta Indonesia memiliki pendapat yang menarik. Sesuai hasil evaluasi lima hari sekolah di Jateng, 80 persen kegiatan belajar mengajar tak efektif. Rekomendasi psikolog, masih katanya, menyatakan materi pelajaran yang diberikan pada siswa setelah pukul 13.00 tidak bisa diserap secara maksimal.

Penilaian Solusi Mendikbud

Sebenarnya, mudah saja. Kita lihat dalam skala nasional, apakah bangsa ini memiliki konteks yang sama dengan asumsi pertanyaan tadi? Ada asumsi bahwa orang tua sedang tidak mengawasi. Tapi, mengingat gagasan ini adalah kebijakan nasional, maka asumsi ini sebenarnya tidak tepat untuk dimasukkan ke dalam gagasan karena tidak semua anak mengalami hal yang demikian itu. Dengan demikian, solusi ini tidak dapat diterapkan di skala nasional.

Secara ideal, solusinya teretak pada pendidikan karakter, dan penjagaan sebagian anak dari lingkungan yang minim pengawasan. Yang penting adalah anak-anak memiliki karakter yang bagus agar siap menghadapi gejolak-gejolak internal, pertimbangan-pertimbangan rasional, dan mampu memilih lingkungan yang salah. Juga, anak-anak bisa terhindar dari lingkungan yang salah ketika orang tua sedang tidak ada. 

Katakanlah, tidak ada kewajiban bagi anak didik untuk menetap disekolah sekalipun tidak ada orang tua. Artinya, kewajiban ini bersifat opsional yang ditentukan oleh wali murid. Darisini, maka bisa jadi sekolah merupakan solusi yang tepat, jika sekolah memenuhi syarat dan berkapasitas untuk menyelesaikan masalah itu. Jika tidak, maka masalahnya tidak akan terpecahkan dan sekolah bukanlah solusinya. 

Menurut saya, syaratnya ada banyak. Misalnya adalah kapasitas guru yang menjaga, gaji yang cukup, kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan, gaya pendidikannya, dan lainnya. Tapi pada faktanya, dunia pendidikan bangsa ini masih belum memenuhi syarat-syarat yang ada. Utamanya masalah kompetensi tenaga pendidik, sehingga pelajaran bisa jadi tidak efektif. Tepat seperti yang dikatakan ketua PGSI. 

Kesimpulan

Berdasarkan pertimbangan ulang yang sempat dilakukan, maka gagasan itu tidak tepat untuk diterapkan karena terlalu memaksa tanpa memperhatikan aspek keragaman budaya dimasyarakat dan sekolah masih belum berkapasitas untuk itu. Andaikatapun kontekstual, tapi sekolah masih tidak berkapasitas ya sama saja. Dengan demikian, bisa dilihat darisini bahwa gagasan Full Day School harusnya dibuang sudah. Menteri harus mencari solusi lain yang lebih solutif dan realistis. Artinya sesuai dengan kapasitas yang ada.

Tapi, kembali lagi, ini masih gagasan saja. Belum ada ujinya. Bisa jadi, gagasan ini akan berubah ke gagasan yang lebih baik dan solutif. Jadi, saya look foward saja. Penilaian ini hanyalah suara bebas yang hendak saya ungkapkan. Bagaimana menurut anda?

(Rusyd Al-Falasifah)

Referensi:

  1. Ini Alasan Mendikbud Usulkan "Full Day School"
  2. Bupati Purwakarta Tegas Menolak Wacana Penerapan Full Day School. Ini Alasannya!
  3. Tolak "Full Day School", KPAI Ajukan 6 Alasan Ini
  4. Pendapat Ketua Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun