Pada Selasa malam (12/7), perhatian saya ditarik masuk ke dalam sebuah berita yang selama ini diharap-harapkan oleh banyak siswa baru. Yup, saya bisa membayangkan betapa berbunga-bunganya perasaan mereka ketika membaca berita itu: MOS DILARANG. Sebagai lulusan siswa tahun ini, saya memahami betul bagaimana dinamika pelajar yang "terpaksa masuk" ke dalam sebuah permainan bernama MOS ini.
Gambaran Umum
Di Indonesia, pelaksanaan MOS, atau lebih dikenal sebagai Masa Orientasi Siswa tidaklah berwujud sebagaimana makna MOS itu sendiri. Berbeda dengan istilah "berkendara" yang dilaksanakan sesuai dengan maknanya, dengan kata lain pelaksanaan MOS di Indonesia mengalami penyimpangan. Bahkan bisa dikatakan bahwa MOS yang ada sudah tidak ideal dalam mencapai tujuan hakiki dari MOS itu sendiri.Â
Setidaknya, berdasarkan pengamatan saya --dan semua orang yang tau, termasuk juga Anies Baswedan-- bahwa pelaksanaan MOS begitu lekat dengan perilaku Bullying, dan kekerasan, baik secara fisik ataupun psikis --salah satu wujudnya adalah aksesoris aneh. Adik-adik yang baru saja masuk ke dalam atmosfer pendidikan teranyarnya justru disambut dengan guyonan khas Indonesia. Tahukah kamu maksud saya?

Khasnya, pertama-tama dicari dulu dari penampakan fisik atau ciri-ciri selainnya yang khas. Kemudian dibelokkan, agar nampak sebagai aib atau sisi negatif yang benar-benar hina, akan tetapi dengan sedikit senyuman bersama penyampaiannya. Mengapa? agar ada kesan bahwa itu tidak serius dan nampak membahagiakan. Tetapi terkadang juga tidak pakai senyuman. "Onta arab", "Tuyul Blo'on", "Upil Fir'aun" atau sebutan yang mencerminkan kekhasan seseorang lainnya.Â
Terus-menerus di-bully sampai tiba pada suatu titik emosional seperti amarah atau tangisan. Pada saat itulah, ketika dirinya sudah merasa puas mem-bully, diberitahukannya bahwa semua ini adalah skenario. "Semua sudah diatur", kata senior yang tak kunjung berpikir dewasa itu. Inilah setidaknya gambaran simple dari MOS kita. Ya, MOS kita tidak jauh berbeda dengan Guyonan. MOS yang identik dengan kekerasan atas nama candaan khas Indonesia. Pembelaan yang dimaklumi oleh bangsa kita selama sekian "Abad".
Pendasaran dan Keputusan Pusat
Farid Ari Fandi dari satgas PA mengatakan pihaknya masih menerima laporan mengenai adanya kekerasan siswa pada MOS tahun ini. Menurutnya, masih ada keluhan dari orang tua siswa tentang bagaimana masa orientasi dilakukan di sekolah anak-anak mereka. Salah satunya datang dari orangtua siswa yang anaknya sempat menjalani MOS di salah satu SMAN di daerah Bekasi. Anak tersebut, kata Farid, mendapatkan pemukulan oleh seniornya di salah satu kamar mandi sekolah hingga memar.
Juga, sebenarnya keputusan pelarangan MOS diambil sebab Anis Baswedan sering kali menerima laporan-laporan kekerasan yang terjadi saat MOS. Ada yang fisik, dan ada juga yang psikis. Yang lebih fatal lagi, kematian bisa hinggap dalam kegiatan itu. Dengan demikian, menurut Anies Baswedan, kegiatan MOS harus ditiadakan. MOS harus dilarang. Ini sudah menjaadi keputusan resmi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.Â
Kabar Baik atau Bencana?
Pelarangan MOS disekolah bisa menjadi kabar buruk, juga bisa menjadi kabar baik. Kita tau bahwa MOS kini dilarang. MOS disini maknanya adalah pelaksanaan pengenalan dan masa orientasi yang dilaksanakan oleh siswa dengan cara kekerasan. Â Jadi, jika MOS dihapus, bukan berarti tidak ada kegiatan pengenalan dan masa orientasi lagi bagi siswa baru.Â
Keputusan Anies, menurut hemat saya, sudah tepat. Sebab dia mencegah ketidakidealan itu berjalan. Ibarat sebuah pahlawan yang menghentikan penjahat, meskipun kesiangan. Saya tidak tau dia kesiangan karena banyak tugas yang lebih prioritas, ataukah alasan yang lain. Akan tetapi, bagi saya Pak Anies tetap pahlawan. Tetapi pertanyaannya, bentuk pengenalan/orientasi yang seperti apakah yang akan disuguhkan?
Katanya, wujud pelaksanaan pengenalan yang baru itu akan diserahkan kepada guru. Sedangkan sepengetahuan saya, tidak semua kualitas guru di Indonesia benar-benar berkompeten dalam mendidik. Bahkan, ada guru yang sekadar menjelaskan, seadanya, dan menekankan pencatatan. Bukan kecerdasan, kelogisan, moralitas, keimanan, dan berbagai aspek kemanusiaan selainnya yang dijelaskan secara "pendidikan".Â
Saya tau, ada sebagian guru yang menjadi guru karena butuh uang, bukan untuk mengajar. Ini berbeda lho, antara yang niat mengajar dengan yang tidak. Yang niat mengajar akan menjadikan profesinya sebagai yang prioritas dalam kehidupannya untuk membantu bangsa ini mencapai cita-citanya.
Meskipun Anies menargetkan bahwa pelaksanaan orientasi nanti harus edukatif dan menyenangkan, sedangkan kondisi guru di Indonesia masih kurang ideal, maka saya kira ini seperti bertaruh. Ibarat: "Saya tidak tau pasti hasilnya bagaimana, pokoknya saya berani ngasih sekian". Tahukah kamu? hasil pengenalan nantinya masih bisa dipertanyakan, bukan malah bisa ditebak. Sebab kualitas guru masih unda-undi. Sebelah sini bagus, sebelah situ biasa saja, sebelah sana kacau.Â
Jadi, akankah ini membawa kabar baik? Atau justru menjadi bencana? Menurut saya, tergantung teknis, dan usaha gurunya nanti dalam mencapai tujuan pengenalan sekolah nantinya. Lagi-lagi, belum bisa dipastikan. Yang jelas, jika pelaksanaannya masih saja membosankan, menegangkan, lebih menyeramkan daripada The Conjuring 2, dan/atau bahkan tidak sampai ke tujuan utama pengenalan sekolah, maka tentu ini akan menjadi bencana. Sebaliknya, jika dilaksanakan secara tepat, dan mencapai tujuannya, maka inilah sebuah kabar baik.
Keputusan Baru: Penuh Dengan Konsekuensi
Keputusan Pak Anies ini tentu memiliki banyak konsekuensi. Sebab, suatu yang awalnya merupakan bagian dari sistem yang agak rumpang ini dicabut. jadi, salah satu bagiannya hilang. Entah gear-nya atau pelumasnya. Tentu ini akan mempengaruhi yang selainnya yang terkait, sebab bentuk yang diadakan nantinya sama sekali berbeda. Tidak sama dengan MOS. Inilah PR-nya.
Akhir kalimat, saya hanya ingin menutip kata-kata Pak Anies terkait masalah ini.
"Siswa pun harus pakai seragam seperti belajar sehari-hari. Tidak perlu pakai aksesoris aneh-aneh. Harus pakai atribut sekolah," kata Anies.
Semoga saja ini menjadi salah satu langkah dalam memajukan pendidikan bangsa ini. Tidak sekedar menjadi langkah-langkah yang bagus diawal, dan terbuang sia-sia di waktu mendatang.
Sumber:
- Menteri Anies Resmi Larang Pelaksanaan MOS oleh Siswa
- Sekolah Dinilai Gagal Cegah Kekerasan dalam Masa Orientasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI