“Paling utama itu, dia (Tio Pakusadewo, red) ini kan tidak ngerti agama. Jadi, tidak ada hak untuk mengatakan sesuatu mengenai majelis ulama maupun agama. Itu adalah domainnya otoritas keilmuan,”
Sekarang, lanjut Gus Hamid, misalnya orang-orang Bank Indonesia (BI) berbicara mengenai ekonomi. Kemudian kita katakan bahwa peduli dengan perkataan orang BI, kalau BI bilang begini mengenai ekonomi. Lalu, dia (Tio) tentang pernyataan orang BI. “Nah, dia itu ada ilmu apa mengenai ekonomi?” imbuhnya.
Jadi, menurut Gus Hamid, orang-orang yang nggak ngerti –bukan bidangnya—soal agama, maka nggak usah ikut campur. Ia menyarankan untuk menyerahkan kepada yang lebih mengerti sebagaiamana para ulama di MUI.
“Kita sendiri masalah kedokteran, jua kita serahkan kepada dokter. Iya kan? Ini masalah sehat atau nggak sehat. Emang itu urusan loe masalah sehat dan nggak sehat? Masak begitu? Itu kan nggak boleh,” cetusnya.
Gus Hamid menegaskan bahwa, umat Islam tidak perlu lagi menentang ijtihad orang-orang yang sudah mempunyai ilmu sesuai dengan kapasitas dan domainnya terkait dengan persoalan-persoalan agama seperti para ulama di MUI.
“Dalam masalah agama, kenapa masih harus menentang orang-orang yang sudah mempunyai ilmu mengenai itu?” pungkas Gus Hamid.
Izinkan Saya Berkomentar
Keberadaan artis yang dewasa ini seolah dijadikan panutan akan sangat berbahaya jika kebiasaan-kebiasaan dan perilakunya yang menyimpang diikuti oleh masyarakat awam tidak mengenal dalam tentang ajaran agama Islam. Artis yang cara berfikirnya tidak menggunakan standar hukum Islam dalam menilai dan hanya berpandangan dengan aspek manfaat saja, akan dapat menyesatkan orang awam dalam agama. Mari kita ikuti para ulama dibandingkan para artis yang tidak tahu menahu tentang ilmu agama.
Pengharaman BPJS oleh MUI tentunya adalah sesuatu fatwa yang dikeluarkan berdasarkan dengan penelaahan dan penilaian yang panjang. Tidak serta merta MUI mengeluarkan fatwa tanpa disertai dengan fakta dan dalil yang mendukung. Inilah pentingnya kita mengenal tsaqofah Islam, agar kita mampu memahami dan menaati fatwa ulama, dibandingkan mengikuti fatwa diri yang cenderung lebih kepada hawa nafsu dan memandang dari segi manfaatnya saja. MUI ada sebagai dari pewaris para Nabi dalam mengurusi umat. Sebagai pembimbing umat, supaya umat Islam tidak tersesat.