Mohon tunggu...
Rusti Lisnawati
Rusti Lisnawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia yang senang dengan sesuatu yang berbau fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pulang

23 April 2024   16:56 Diperbarui: 23 April 2024   16:59 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Suatu hari nanti, Senin di pekan terakhir bulan April akan diingat Aster sebagai hari yang paling konyol di kehidupannya yang baru berjalan sembilan belas tahun. Bisa-bisanya, ketika matahari berada di pucuk pepohonan, ia mengejar bola api tersebut. Lalu, kepada seorang teman yang berjalan di sebelah kanannya, dengan percaya diri ia berkata "aku akan pulang duluan, sebelum matahari itu terbenam di peraduan."

"Konyol." Mana ada manusia yang dapat mengejar waktu. Justru sebaliknya, waktu yang mengejar manusia dengan brutal.

Tetapi, pada dasarnya Aster adalah anak perempuan remaja yang keras kepalanya minta ampun. Kalau dibandingkan dengan batu, kepala Aster dua kali empat lipat kerasnya. Kadang, ia suka berpikir, mungkin ini salah satu alasan mengapa cinta pertamanya pergi meninggalkan dia. Alasannya sederhana sekali; keras kepala Aster ganggu.

Tidak, tidak. Aster menangkal semua pikiran buruk itu. Ia menggelengkan kepalanya yang keras kuat-kuat, berharap semua pikiran buruk itu berjatuhan ke tanah. Dan mungkin akan lebih baik, jika kepingan-kepingan negatif itu hanyut terbawa arus kali.

"Kita lihat saja, jarak dari sini ke rumah sekitar sepuluh menit, sementara aku masih punya waktu empat puluh menit untuk mendahului matahari pulang," kata Aster dengan percaya diri yang masih melekat di saku kemeja.

Meskipun meremehkan, teman Aster mengiyakan apa yang dikatakan perempuan yang buruknya adalah teman baiknya sendiri. "Untung dia cuma keras kepala, bukan gila. Eh, atau belum, ya?" gumam teman Aster.

Mereka berjalan beriringan. Diam membisu, memperhatikan bayangan diri yang menjulang di atas aspal kota. Keduanya tidak lagi memperdebatkan soal waktu dan keinginan Aster untuk mendahului matahari pulang. Di pertigaan jalan, mereka berpisah. Teman Aster ke kiri dan dia ke kanan. Ke arah Warung Pojok.

Ketika hendak memberhentikan angkutan umum, matanya mengenali sosok laki-laki yang sedang menggunting kertas di tempat foto copy. Aster membalikkan badannya, membelokkan tujuan, dan dibiarkannya angkutan umum itu pergi membawa sumpah serapah pengemudi yang gagal mengangkut penumpang.

"Halo!"

"Oh!" Laki-laki itu terkejut setengah mati. Beberapa kertas yang sudah selesai digunting, jatuh berserakan ke lantai. Beruntung tidak mengenai genangan air bekas ia minum tadi. Sedangkan pelaku peristiwa itu tersenyum manis sekali seolah-olah yang barusan terjadi adalah perilaku terpuji.

"Astaga, ASTER."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun