Perempuan selalu diberi beban untuk memenuhi standar yang ada di masyarakat. Contohnya adalah standar perempuan cantik adalah mereka yang memiliki kulit putih, berambut panjang, dan bertubuh langsing. Standar perempuan idaman adalah mereka yang pandai mengurus rumah dan menuruti perintah suami.
Lantas, bagaimana dengan perempuan yang berusaha untuk mematahkan standar-standar tersebut?
Kaum feminis hadir untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender. Komitmen para feminis adalah mengatasi permasalahan kekerasan seksual, pemerkosaan, KDRT, ketidaksetaraan penghasilan, objektifikasi seksual, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kaum feminis tidak hanya melibatkan perempuan saja, melainkan juga dari kaum laki-laki.
Para perempuan percaya bahwa mereka berhak untuk menentukan jalan hidup masing-masing tanpa terpengaruh atau terkekang aturan dari orang di sekitarnya. Perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam sistem politik, sosial, pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya.
Tentang #ChooseToChallenge
Tema peringatan Hari Perempuan Internasional (International Women's Day) berbeda-beda setiap tahunnya. Di tahun 2021 ini, #ChooseToChallenge ditetapkan sebagai tema untuk mengajak perempuan bebas dalam memilih, menunjukkan, dan berkomitmen untuk menantang dan menyerukan ketidaksetaraan gender.
Dilansir dari Kumparan (2021), #ChooseToChallenge juga mengajak para perempuan untuk mencari dan merayakan pencapaian kaum mereka. Dengan demikian, diharapkan perempuan dapat saling memberikan support dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Para perempuan juga bisa menegaskan komitmen untuk menembus batas ketidaksetaraan, stereotip, serta stigma-stigma negatif yang sering disematkan pada perempuan.
Campaign ini tidak hanya diperuntukkan bagi kaum perempuan saja. Kaum laki-laki pun dapat berpartisipasi untuk menggalakkan campaign #ChooseToChallenge ini. Mengingat bahwa yang kita perangi di sini adalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender yang masih masif di masyarakat.
Kemerdekaan Perempuan
Sebagai seorang perempuan, cukup sulit bagi kita untuk merayakan kebebasan. Nyatanya, perempuan masih sering ditempatkan di kelas dua dalam strata sosial. Bahkan, perempuan dewasa pun masih harus diberi beban untuk memilih: menikah dan menjadi ibu rumah tangga atau terus menjadi wanita karier.
Tidak berhenti sampai di situ. Masih banyak perempuan yang mendapatkan cibiran dari masyarakat mengenai mitos keperawanan, menjadi korban pelecehan seksual karena cara berpakaiannya, bahwa perempuan harus menikah, dan lain sebagainya. Seolah perempuan tidak diberi kebebasan dan kemerdekaan untuk menjadi dirinya sendiri.
Hal tersebut yang harus diperjuangkan bersama. Konsep women support women seharusnya digunakan untuk saling bahu membahu mewujudkan kebebasan terhadap kaum perempuan. Bukan justru untuk saling menjatuhkan, apalagi dengan standar ganda yang sering digunakan sebagai "tameng" dalam membela sesama kaum perempuan.
Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan, angka kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi sepanjang tahun 2020 yaitu 299.911 kasus. Artinya, di masa pandemi sekalipun, kasus kekerasan terhadap perempuan justru meningkat. Apalagi dengan munculnya fenomena kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan ini mampu dijadikan refleksi bersama. Apakah perempuan sudah benar-benar merdeka atas otoritas tubuhnya? Apakah perempuan sudah merdeka dari bayang-bayang kekerasan seksual yang menimpa dirinya? Apakah perempuan sudah cukup mendapat ruang yang aman di tengah hiruk pikuk masyarakat?
Perempuan dan Gerakan Feminisme
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa perempuan yang ikut dalam gerakan feminisme adalah perempuan yang liberal. Nyatanya, banyak sekali miskonsepsi yang terjadi dalam memaknai gerakan feminisme tersebut.
Dilansir dari Magdalene.co (2021), feminisme merupakan rangkaian gerakan sosial, politik, dan ideologi yang bertujuan membangun dan mencapai kesetaraan gender di segala aspek. Artinya, feminisme bukanlah ideologi untuk membenci laki-laki. Justru feminisme merupakan sebuah gerakan yang tidak hanya dikhususkan bagi kaum perempuan saja. Feminisme terbuka bagi siapapun.
Magdalene.co juga menjelaskan beberapa miskonsepsi tentang feminisme yang biasa terjadi di masyarakat:
1. Feminisme membenci laki-laki. Padahal, feminisme merupakan gerakan dan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan perempuan dalam politik dan ekonomi di ruang pribadi maupun ruang publik.
2. Feminisme harus melemahkan laki-laki untuk mencapai kesetaraan. Padahal, gerakan feminisme justru memperbaiki relasi gender, bukan melemahkan salah satu jenis kelamin.
3. Feminisme hanya membantu perempuan. Padahal, feminisme bertujuan untuk mengubah peran gender, norma seksual, serta praktik seksis yang selama ini ada di masyarakat. Laki-laki bebas untuk hidup di luar batas maskulinitas, dan perempuan juga berhak untuk hidup di luar batas feminitas.
4. Feminisme tidak percaya pernikahan. Justru feminisme menolak pemahaman bahwa pernikahan merupakan 'tempat yang baik' bagi perempuan. Feminis juga menolak konsep bahwa pernikahan adalah cara yang tepat untuk mengontrol pernikahan. Bukan berarti feminis tidak mau menikah.
5. Feminis adalah konsep Barat. Perlu diketahui bahwa kritik tentang feminis sebagai gerakan yang Eropa-sentris sudah ada sejak zaman dahulu. Seiring berjalannya waktu, feminisme sudah berkembang di dunia non-Barat seperti Amerika Selatan, Asia, hingga Afrika. Tentunya dengan fokus yang disesuaikan dengan konteks lokal.
Feminisme ada bukan untuk ditakuti. Jadi, untuk apa kalian takut terhadap feminisme? Merdekalah atas tubuhmu sendiri dan jangan pernah lelah untuk berjuang menembus batas ketidakadilan. Selamat merayakan International Women's Day 2021!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H