Mohon tunggu...
Rusti Dian
Rusti Dian Mohon Tunggu... Freelancer - Currently work as a journalist and writer

Banyak bicara tentang isu perempuan. Suka menonton film, jalan-jalan, dan menuangkan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Ketika Poligami Menjadi Surga yang Tak Dirindukan

14 Desember 2020   10:00 Diperbarui: 14 Desember 2020   10:15 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan dimulai dari dongeng ke dongeng. Setiap orang pun berhak untuk memilih dongeng seperti apa yang ingin mereka ciptakan. Hal inilah yang menjadi dasar dari terciptanya film "Surga yang Tak Dirindukan" (2015) dan "Surga yang Tak Dirindukan 2" (2017).

Kedua film tersebut digarap oleh dua sutradara berbeda, yaitu Kuntz Agus untuk film pertama dan Hanung Bramantyo untuk film kedua. Sama-sama dibintangi oleh Fedi Nuril (Prasetya), Laudya Cynthia Bella (Arini), dan Raline Shah (Meirose). "Surga yang Tak Dirindukan" menjadi film ber-genre romansa yang menceritakan tentang kehidupan berumah tangga.

Dalam film pertama, masalah komunikasi muncul ketika Prasetya bertugas di Kulonprogo. Pras menolong seorang perempuan yang kecelakaan mobil di jalan. Rupanya perempuan tersebut sedang mengalami musibah dan ingin mencoba bunuh diri. Namun, Pras berhasil mencegah dan menyelamatkannya.

(Sumber: Tangkapan Layar Pribadi)
(Sumber: Tangkapan Layar Pribadi)

Dengan menjanjikan akan menjadi imam (suami) bagi Meirose, perempuan yang ditolongnya. Pras harus berbohong pada Arini, istri sahnya. Pras melanggar janjinya pada ayah Arini untuk tidak menyakiti Arini. Namun, keadaan justru berkata lain. Pras merasa memiliki kesamaan masa lalu dengan Meirose.

Pras selalu berusaha menutupi hubungannya dengan Meirose. Namun, lambat laun Arini pun mengetahui itu. Pertengkaran pun terjadi. Akhirnya, Meirose mengalah dan memilih untuk mengikhlaskan Pras. Di satu sisi, Arini yang perlahan mulai ikhlas jika harus berbagi suami pun merasa tak ingin kehilangan Meirose.

Sama halnya dengan masalah komunikasi yang muncul dalam film kedua. Arini memutuskan untuk menyembunyikan perihal penyakitnya dari orang-orang terdekat. Bahkan, Arini menginginkan agar Pras dan Meirose tidak berpisah. Padahal Meirose sedang menjalin hubungan dengan dokter Syarief (Reza Rahardian).

"Surga yang Tak Dirindukan" mengajarkan bahwa dalam berumah tangga diperlukan adanya kejujuran dan saling terbuka dengan pasangan. Walaupun manusia berhak untuk merahasiakan sesuatu, terlebih jika itu bersifat privasi. Namun, ketika sudah memiliki ikatan dengan pasangan sah, alangkah lebih baik jika rahasia itu melebur sehingga kesalahpahaman dapat diminimalisir.

Arini dan Pras selalu mengamalkan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama mereka dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari mereka yang tidak pernah meninggalkan salat. Bahkan ketika mereka sedang diuji dengan masalah, mereka langsung menjalankan rukun kedua dalam Islam untuk meminta petunjuk pada Allah SWT.

Dari situ, dapat dilihat bahwa film "Surga yang Tak Dirindukan" turut memberikan pengaruh pada masyarakat untuk bersikap dan berperilaku. Bahwa sebesar apapun masalah yang sedang dihadapi, jangan lupa untuk tetap menunaikan ibadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing.

(Sumber: Tangkapan Layar Pribadi)
(Sumber: Tangkapan Layar Pribadi)

Yang menarik dalam film tersebut adalah ketika Pras, Amran (Kemal Pahlevi), dan Hartono (Tanta Ginting) selalu berdebat masalah hubungan percintaan. Amran selalu mengutip ayat Al-Quran yang memperbolehkan seorang lelaki untuk memiliki istri lebih dari satu. Di satu sisi, Hartono selalu mengingatkan jika kelanjutan dari ayat tersebut adalah lelaki harus bisa adil dengan istri-istrinya. Namun, turut diingatkan pula bahwa tidak ada orang yang bisa berlaku adil di dunia ini.

Hal tersebut tentu sering menjadi permasalahan di tengah masyarakat. Pasalnya, orang-orang hanya mengutip ayat yang memperbolehkan lelaki untuk berpoligami. Mereka seringkali mengabaikan kalimat selanjutnya bahwa jika lelaki tersebut tidak bisa berlaku adil, maka lebih baik menikah dengan satu orang saja.

"Surga yang Tak Dirindukan 1 dan 2" dapat dikaitkan pula dengan teori representasi, khususnya dalam hal agama. Teori representasi pertama dicetuskan oleh Stuart Hall. Teori tersebut memperlihatkan proses dimana arti (meaning) yang diproduksi menggunakan bahasa (language) dapat ditukar oleh antar anggota kelompok dalam sebuah kebudayaan (Surahman, 2014, h. 43).

(Sumber: pesona.co.id)
(Sumber: pesona.co.id)

Guna membantu menganalisis film "Surga yang Tak Dirindukan 1 dan 2" dengan menggunakan teori representasi dalam agama, penulis berkesempatan untuk mewawancarai seorang inisiator Qur'anic Peace Study Club Yogyakarta bernama Ahmad Shalahuddin Mansur terkait fenomena poligami di tengah masyarakat. Mengingat bahwa poligami merupakan salah satu konsep yang tersurat dalam Al-Quran.

Jika ditarik dari sejarah, kolega Nabi Muhammad SAW justru dengan sengaja "mengkoleksi" banyak perempuan guna menunjukkan kelas sosial mereka. Kemudian Muhammad berusaha untuk merevolusinya dengan cara perlahan-lahan mengurangi jumlah perempuan tersebut menjadi 4, 3, 2, 1. Angka tersebut dimaksudkan agar tetap terlihat banyak.

"Pasca Muhammad merevolusi itu selama 14 abad yang lalu, era modern ini orang semakin rasional. Orang-orang menjadi monogami. Namun, ketika orang-orang baca surat An-Nisa ayat 3 itu, semangatnya berbalik. Yang awalnya sudah monogami, ketika baca teks itu, bukan lagi menjadi 4, 3, 2, 1, namun menjadi 1, 2, 3, 4,"jelas Ahmad saat diwawancarai via telepon.

Melawan konsep poligami yang selama ini sudah disalahgunakan dan disalahartikan oleh orang-orang tersebut harus seimbang dengan cara fakta melawan fakta, bukan opini melawan fakta. Isu lain yang erat kaitannya dengan poligami adalah keadilan. Bicara tentang keadilan tidak bisa hanya secara distributif semata, ketika semuanya dibagi sama rata.

"Banyak sekali teori keadilan seperti keadilan subjektif, objektif, distributif. Sehingga umumnya orang entah para penentang poligami, penggemar poligami, atau pengkampanye poligami akan perang pada tema-tema keadilan,"tutur Ahmad.

Berangkat dari kutipan film, teori, dan hasil wawancara, poligami tentu akan terus menuai perdebatan. Walaupun dalam Al-Quran memang diperbolehkan, namun ayat tersebut harus dibaca secara utuh. Selama ini, orang-orang cenderung membaca tidak sampai tuntas. Bahkan, orang-orang juga tidak banyak yang memahami tentang sejarah adanya surat An-Nisa Ayat 3.

Jika dikaitkan dengan UU Perkawinan, tentu Pras tidak memenuhi syarat untuk bisa melakukan poligami. Hal tersebut karena dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tepatnya dalam Pasal 4 Ayat 1, suami boleh beristri lebih dari satu jika memenuhi syarat seperti istri yang tidak dapat menjalankan kewajibannya, cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, serta istri yang tidak dapat melahirkan keturunan.

Pada kenyataannya, masih ada orang yang justru membenarkan tentang pernikahan poligami. Walaupun secara agama, poligami memang diperbolehkan. Namun, dalam Pasal 3 Ayat 2 dijelaskan bahwa dasar perkawinan di Indonesia adalah monogami. Dalam film "Surga yang Tak Dirindukan 1", Amran justru mendukung tindakan Pras untuk berpoligami.

(Sumber: wartasolo.com)
(Sumber: wartasolo.com)

Hal tersebut tidak berlaku dalam "Surga yang Tak Dirindukan 2". Di sana, Arini divonis menderita kanker rahim stadium akhir yang sudah menjalar sampai ke otak. Arini menyadari bahwa ia sudah tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Ia pun meminta Pras untuk tidak menceraikan Meirose agar anak Arini dan Meirose tidak kehilangan sosok ibu.

Tindakan Arini yang sudah mengikhlaskan Pras untuk bersama Meirose menunjukkan bahwa istri pertama menyetujui suaminya untuk menikah lagi. Terlebih Arini juga menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Pada akhirnya, Meirose harus membatalkan pernikahannya dengan dokter Syarief.

Daftar Pustaka:
Surahman, Sigit. (2014). Representasi Perempuan Metropolitan dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Jurnal Komunikasi, 3(1), 39-63

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun