Dalam hubungan berpacaran orang dewasa, menikah menjadi salah satu tujuan yang harus dicapai bersama. Namun, mempersiapkan pernikahan bukanlah perkara mudah.Â
Hal inilah yang sedang dihadapi oleh Silvi (Titi Kamal) dan Dion (Richard Kyle). Banyak masalah yang harus mereka selesaikan sebelum tanggal 17-07-2017.
Benni Setiawan, sutradara film "Insya Allah, Sah!" mengemas cerita tersebut dalam bentuk drama komedi. Silvi harus menerima kenyataan bahwa ia terjebak dalam situasi yang sulit. Raka (Pandji Pragiwaksono) terus menghantui kehidupannya. Raka tidak pernah berhenti mengingatkan Silvi akan nazar yang ia ucapkan selagi terjebak di lift.
Lalu, bagaimana kehidupan Silvi setelah bertemu Raka? Bagaimana rencana pernikahan Silvi dan Dion yang justru semakin banyak masalah ketika mendekati hari H? Dan apa kaitannya dengan teori komodifikasi?
Sulitnya Mencari Gedung Pernikahan
Akibat waktu pernikahan yang dipilih oleh Silvi dan Dion adalah tanggal yang cantik yaitu tanggal 17 bulan 7 tahun 2017. Mereka pun kesulitan dalam menentukan di gedung mana mereka akan melangsungkan pernikahan. Semua gedung yang masuk ke checklist mereka sudah ter-booking.
Gedung yang dipilih oleh Silvi rata-rata merupakan gedung mewah dan berkelas. Konsep gedung ini disepakati bersama oleh Silvi dan Dion untuk keberlangsungan pernikahan mereka. Bahkan, ketika Silvi memperlihatkan foto tempat pernikahan non gedung yang terkesan tradisional, Dion menolak mentah-mentah foto tersebut.
Pada akhirnya, Silvi pun menemukan satu wedding organizer yang bertugas untuk mencarikan gedung. Namun sayang, WO tersebut memberi kabar mendadak bahwa gedung sudah disewa oleh tiga customers.Â
Hanya ada dua pilihan untuk ketiga customers: (1) siapa yang membayar duluan, ia yang mendapatkan gedungnya; (2) siapa yang membayar dengan harga tertinggi, ia yang mendapat gedungnya.
Sontak Silvi pun bersaing harga dengan salah satu customers. Ketika Silvi berkata 25 juta, customer lain berkata 30 juta. Silvi berkata 35 juta, customer tersebut menawar 40juta. Sampai pada akhirnya, Silvi berkata 75 juta, dan tawaran Silvi diambil oleh WO tersebut.
Suatu waktu, Silvi menemukan WO tersebut sedang tawar-menawar dengan customer lain yang ternyata memberikan harga lebih tinggi yaitu 100 juta.
Seperti dikutip dalam Susanti dan Rochman (2016, h. 205), Vincent Mosco mengatakan bahwa dalam komodifikasi, semakin mahal suatu produk, maka kebutuhan individu atau sosial atas produk tersebut pun semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat saat Silvi sedang tawar-menawar harga dengan customer lain untuk mendapatkan gedung yang sudah dijanjikan oleh WO.
Selain itu, praktik komodifikasi juga dapat dilihat saat Raka menawarkan pada Silvi untuk menikah di Gedung Serba Guna di salah satu Masjid Kota Bandung. Silvi kecewa dengan tawaran Raka karena Silvi menganggap gedung serba guna bukanlah gedung yang berkelas.
Konsep pernikahan di gedung akan memberikan kesan mewah dan berkelas sehingga memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari semua gedung yang sudah ter-booking untuk tanggal 17 Juli 2017.Â
Terlebih background Silvi dan Dion yang merupakan seorang pekerja dengan kedudukan tinggi di kantornya semakin menambah nilai classy bagi mereka.
Mengidamkan Pernikahan Independen
Alih-alih menggunakan jasa wedding organizer. Silvi dan Dion justru ingin mengurus pernikahan mereka tanpa bantuan dari WO. Silvi beralasan bahwa jika nantinya Silvi dan Dion terkena masalah, mereka akan ingat betapa sulitnya menyusun bahtera rumah tangga bersama.
Mereka pun akhirnya mulai mempersiapkan semuanya. Hampir setiap hari, Silvi dan Dion bertemu untuk mendiskusikan apa saja yang perlu dipersiapkan seperti catering, gedung, pakaian, dan masih banyak lagi.
Mereka selalu menyempatkan waktu untuk bertemu di kafe sembari makan siang. Hal tersebut umum dilakukan oleh para pekerja yang memiliki jabatan tinggi di kantornya untuk memilih makan siang di sebuah kafe atau restoran mahal. Scene tersebut sempat muncul beberapa kali dalam film "Insya Allah, Sah!".
Selain itu, Silvi dan Dion juga tidak tanggung-tanggung untuk mengeluarkan uang dengan jumlah cukup banyak. Bahkan, ketika Silvi berkali-kali terkena sial seperti ditilang, kehilangan tas, butiknya dirampok, dan tertipu.Â
Silvi justru malas untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Artinya, Silvi seperti tidak takut kehilangan harta yang harganya tentu tidak murah.
Film "Insya Allah, Sah!" memperlihatkan realitas yang terjadi pada pasangan saat akan mempersiapkan pernikahan. Budaya yang dilanggengkan masyarakat mengenai hubungan sepasang calon suami istri yang diuji menjelang hari H pernikahan juga turut disajikan dalam film tersebut.
Komoditas yang dijual dalam film ini adalah pernikahan mewah ala masyarakat kelas menengah ke atas. Hal itu dapat dilihat dari background Silvi dan Dion yang notabene pekerja dengan jabatan tinggi di kantornya.Â
Bahkan, dapat dilihat pula dari gaya hidup Silvi dan Dion yang selalu menggunakan pakaian classy, mengendarai mobil kemanapun jika bepergian, hidup di rumah mewah, dan tidak tanggung-tanggung saat mengeluarkan uang dengan jumlah cukup banyak.
Sumber:
Susanti, Dede & Rochman, Kholil Lur. (2016). Analisis Terhadap Komoditas Tubuh Perempuan Dalam Iklan Es Krim Magnum Versi Pink & Black. Komunika, 10(2), 201-218
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H