Mohon tunggu...
Rusti Dian
Rusti Dian Mohon Tunggu... Freelancer - Currently work as a journalist and writer

Banyak bicara tentang isu perempuan. Suka menonton film, jalan-jalan, dan menuangkan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kilas Balik Satu Tahun Jokowi, Apakah Sudah Sesuai dengan Pidato Pertamanya?

20 Oktober 2020   12:30 Diperbarui: 21 Oktober 2020   10:36 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber:https://covid19.idionline.org/)

20 Oktober 2020, tepat peringatan satu tahun dilantiknya Joko Widodo dan Ma'aruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia untuk periode 2019-2024. Berbagai media turut menyiarkan kabar bahagia tersebut. Jokowi kembali memenangkan suara rakyat Indonesia hingga akhirnya mampu menjabat  di periode kedua, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Dalam pidato pertama Jokowi yang dilansir dari Detik News, Jokowi menyampaikan bahwa beliau sering mengingatkan para menterinya yang bertugas tidak hanya membuat dan melaksanakan kebijakan, melainkan juga membuat masyarakat dapat menikmati pelayanan dan menikmati hasil pembangunan. Karena tugas birokrasi itu menjamin agar manfaat dari program yang sudah disusun itu dapat dirasakan oleh masyarakat.

Presiden Jokowi juga turut menyampaikan beberapa proker yang ingin dikerjakan untuk lima tahun ke depan, diantaranya:

1. Pembangunan SDM yang dinamis menjadi prioritas utama

2. Melanjutkan pembangunan infrastruktur

3. Menyederhakan kendala regulasi dengan menerbitkan 2 undang-undang besar (UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM)

4. Menyederhanakan birokrasi

5. Transformasi ekonomi

Lalu, apakah dalam prakteknya, Jokowi sudah mengimplementasikan kelima proker tersebut? Apakah dalam satu tahun masa kepemimpinan, Jokowi sudah merealisasikan isi pidatonya?

Menutup Telinga dan Melanjutkan Pengesahan UU Cipta Kerja 

(Sumber: https://twitter.com/jatamnas/)
(Sumber: https://twitter.com/jatamnas/)

Sejak awal dicetuskannya Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja, yang kemudian disingkat "Cilaka" dan kini diubah menjadi "Cipta Kerja" cukup menuai banyak kontroversi. RUU tersebut sempat menuai protes dari beberapa aktivis dan buruh. Namun, proses perancangan UU tersebut tetap dilanjutkan.

Dilansir dari Kompas.com (2020, 7 Oktober), butuh waktu delapan bulan dari sejak draf RUU diserahkan pemerintah ke DPR. Tapi jika dihitung dari sejak dimulainya pembahasan RUU, maka hanya butuh waktu enam bulan untuk sampai disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020. Supratman Andi Agtas selaku Ketua Badan Legislasi DPR menyatakan bahwa ada 64 kali rapat antara pemerintah dan DPR hingga pembahasan selesai. Rinciannya adalah 56 kali rapat panitia kerja (panja) dan 6 kali rapat tim perumus (sinkronisasi).

Alih-alih mendengarkan saran dari rakyat, pemerintah dan DPR justru semakin bersikeras untuk mengesahkan UU tersebut. Aksi penolakan dari berbagai kalangan pun bermunculan seperti buruh, mahasiswa, aktivis lembaga non pemerintah, dan masyarakat sipil. Mereka semua bersatu dan menggelar aksi di berbagai daerah seperti Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Makassar, dan masih banyak lagi.

Sampai tulisan ini dipublikasikan, sudah berbagai aksi dilakukan oleh masyarakat. Mulai dari aksi damai, long march, diskusi-diskusi publik, hingga pengajuan judicial review. Namun, itu semua sekalipun tidak bisa membuat pemerintah dan DPR membuka telinga. Mereka justru membuat counter narasi bahwa masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja termakan hoax dari media sosial.

Pernyataan tersebut justru melukai hati para demonstran. Belum sembuh dari luka akibat tindakan represif dari aparat, para demonstran juga harus berhadapan dengan konflik horizontal sesama warga. Banyak narasi-narasi negatif yang dibangun untuk melawan demonstran seperti demonstran yang membuat kerusuhan, merusak fasilitas umum, dan masih banyak lagi.

Buruknya Penanganan Pandemi Covid-19

 Sudah menjadi rahasia umum bahwa penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia terkesan tidak serius. Pasalnya, di saat seluruh dunia berusaha untuk mencegah masuknya virus Covid-19, Indonesia justru membuka diri bagi wisatawan asing yang akan masuk ke Indonesia dan menyepelekan bahaya virus tersebut.

"Tidak perlu takut secara berlebihan dengan yang namanya virus corona,"kata Presiden Joko Widodo dalam video yang ditayangkan oleh Narasi TV. Walaupun pemerintah berusaha untuk membuat warganya tidak panik, namun cara itu justru salah. Data yang tidak transparan membuat masyarakat pun resah terhadap penyebaran virus tersebut.

(Sumber:https://covid19.idionline.org/)
(Sumber:https://covid19.idionline.org/)

Himbauan untuk memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menjauhi kerumunan terus digencarkan. Bahkan, di awal pandemi tersebut merebak, warga dihimbau untuk karantina di rumah dengan kampanye "#DiRumahAja". 

Banyak kegiatan yang terpaksa harus diadakan secara daring, seperti kegiatan belajar mengajar, rapat bersama, seminar yang akhirnya menjadi webinar, dan masih banyak lagi.

Pemerintah juga sempat mewacanakan sistem herd immunity (kekebalan kelompok) untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Seperti dikutip dalam Kompas.com (2020, 19 Agustus), para ahli di bidang kesehatan tidak bisa menjamin seberapa kuat respon tubuh agar dapat kebal dari virus corona. Karena kekebalan tersebut berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Hanya sekitar 10% saja populasi global yang memiliki antibodi terhadap Covid-19.

Di satu  sisi, kasus Covid-19 terus meningkat, dan belum menunjukkan adanya penurunan. Setiap harinya selalu mencapai lebih dari 1000 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, baik  yang dengan menunjukkan gejala maupun orang tanpa gejala (OTG).  Banyak bermunculan juga cluster-cluster baru seiring dengan kondisi new normal yang dilakukan pemerintah.

Penanganan Covid-19 di Indonesia termasuk salah satu penanganan yang buruk di Asia, bahkan di dunia. Tidak adanya tindakan tegas dan upaya serius dari pemerintah, ditambah lagi kurangnya kesadaran masyarakat tentang betapa bahayanya virus tersebut menjadi faktor mengapa penanganan pandemi di Indonesia terkesan kacau.

Dua masalah besar yang dibahas di atas merupakan masalah yang bisa di-highlight selama satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Ma'aruf Amin. Entah ke depannya akan ada masalah apa lagi, atau justru pembenahan sistem? Mari bersama kawal. 

Kritik jika ada yang bermasalah dengan sistem atau kebijakan tersebut. Dukung jika kebijakan tersebut mampu menyejahterakan seluruh elemen masyarakat, bukan hanya untuk segelintir orang dengan berbagai kepentingan saja.

Sumber:

Maharani, Tsarina. (2019). Pidato Lengkap Jokowi Usai Dilantik Jadi Presiden RI 2019-2024. Diakses pada 20 Oktober 2020, 

Perkasa, Gading. (2020). Herd Immunity Sulit Dicapai Untuk Menghentikan Covid-19, Menurut WHO. Diakses pada 20 Oktober 2020, 

Prabowo, Dani. (2020). Saat Jokowi Ikut Berperan Dikebutnya Pengesahan UU Cipta Kerja. Diakses pada 20 Oktober 2020, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun