Mohon tunggu...
R. Apriliado Rustiawan
R. Apriliado Rustiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang pria sederhana dari Ngayogyakarta Hadiningrat

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tangisan Bahasa Indonesia

23 Agustus 2012   12:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:25 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andai saja Bahasa Indonesia bisa menangis, pasti saat ini akan terkuras air matanya saat melihat Bahasa Indonesia ditulis dengan beragam singkatan yang (ironisnya) malah dilombakan dicari siapa tercepat mengetik layanan pesan singkat (SMS). Tidak ketinggalan juga kata-kata seenaknya (seakan lumrah) ditulis dengan ejaan yang tidak baku, istilah saat ini, yaitu bahasa alay. Sungguh ironis memang, kegalauan 'kaum alay' seakan menjadi lumrah (untuk) melupakan kaidah baku Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa pemersatu kita, Bahasa Indonesia.

Sebagai contoh, yaitu sebuah SMS yang berisi: 'aq lg mkn d wrgx bu diah'. Bagi mayoritas orang, isi SMS tersebut pasti akan sulit diterjemahkan arti atau maksudnya. Mungkin butuh waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari untuk sekadar memahami secara utuh isi SMS tersebut. Padahal, maksud SMS tersebut sederhana saja, yaitu: 'Aku lagi makan di warungnya Bu Diah'.

Contoh lainnya yaitu penggunaan kombinasi angka dan huruf untuk mengganti huruf abjad baku, misal: '5af, n13 nmr cp eaa???' Sungguh teriris rasanya hati ini melihat (banyak) anak-anak remaja zaman sekarang yang sangat bangga dengan format penulisan SMS, BBM, atau status jejaring sosial mereka seperti itu. Jika kita artikan kalimat tersebut, sebenarnya juga sederhana, yaitu: 'Maaf, ini nomor siapa ya?'. Termasuk diantaranya yaitu penulisan Diterangkan-Menerangkan juga sering terbalik (baca: sengaja dibalik). Ketika seseorang merasa lelah, kemudian memperbarui status di jejaring sosial, akan sering kita jumpai kata-kata: 'saia lelah sangadh' bukannya: 'saya sangat lelah'.

Selain dari penulisan, kekeliruan penyebutan kata juga sering kita dengar. Sebagai contoh, yaitu angka 0 (nol) yang diucapkan bukan dengan kata 'nol' melainkan 'kosong'. Padahal, kata 'kosong' tersebut sejatinya menunjukkan kata keadaan, dan bukan merujuk pada jumlah (nominal). Hal tersebut sering kita dengar ketika seseorang menyebutkan nomor handphone mereka, misal '081' yang seharusnya diucapkan 'nol delapan satu' namun saat ini seolah terjadi 'pembenaran' dengan pengucapan 'kosong delapan satu'.

Sedikit tulisan ini saja sudah membuat saya merasa sedih akan nasib Bahasa Indonesia, bahasa pemersatu yang diperjuangkan mati-matian oleh para pahlawan bangsa ini. Semoga segera ada tindakan nyata dari pihak terkait untuk menyelamatkan kaidah baku penulisan Bahasa Indonesia kita tercinta, sehingga tidak ada lagi penulisan yang seenaknya terhadap Bahasa Indonesia.

Satu kalimat terakhir: 'tetap semangat!' bukan lagi 'cemungudh eaaa!'

R. Apriliado Rustiawan

@apriliado


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun