Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan di Lampu Merah, Kisah Penjual Koran yang Bertahan

3 Desember 2024   04:42 Diperbarui: 3 Desember 2024   04:59 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zainab penjual koran melayani pembeli (Dokpri)

Sudah sulit mendapatkan surat kabar dalam bentuk cetak yang dijual secara eceran di kota tempatku tinggal yaitu kota Sungailiat, Kabupaten Bangka

Kecuali para pelanggan tetap surat kabar yang sudah rutin diantar langsung pengantar koran setiap pagi dari distributor perusahaan surat kabar tersebut.

Setahun saya masih ada dua surat kabar ysng mencetak dan masih terbit adalah surat kabar Bangka Pos dan Bangka Belitung Pos.

Sulitnya mendapatkan koran fisik seiring dengan menurunnya oplah surat kabar tersebut sejak adanya surat kabar online. Para pembaca surat kabar cenderung membaca dari media online.

Di kantor-kantor instasi pemerintah masih terdapat koran fisik karena berlangganan sudah lama. Kantor-kantor instansi pemerintah menjadi andalan bagi perusahaan surat kabar yang ada di daerah ini untuk bertahan mencetak sehingga dapat menjual surat kabar yang berbentuk fisik.

Sebelumnya saya yang biasa membeli koran ketengan selalu mencari di warung langganan namun akhir-akhir ini warung tersebut tidak lagi menjual koran sehingga saya kehilangan tempat untuk mendapatkan koran terbaru yang bisa dibaca. Akhirnya saya beralih membaca melalui portal surat kabar tersebut secara online.

Ketika berjalan pagi hari sambil berolahraga saat melalui Jalan Jenderal Sudirman Sungailiat, tepatnya berada di perempatan traffic light saya melihat penjual koran yang sudah lanjut usia.

Adalah Zainab (64 tahun) bersama seorang perempuan lansia lainnya yang tidak mau mendekat ke arah kami mungkin karena Zainab yang telah lebih dahulu menawarkan surat kabar yang terbit pagi ini.

Aku pun membeli satu surat kabar dengan harga Rp3.000 Sudah lama tidak membaca surat kabar cetak. Baru kali ini bertemu kembali dan bisa membacanya.

"Korannya pak," tawar Zainab dengan ramah kepaku.

Aku pun mengambil satu eksemplar surat kabar Bangka Pos. Dia pun menjawab setiap pertanyasn yang kuutarakan.

Zainab mendapat upah dari satu eksemplar surat kabar dari distributor sebesar Rp 500. Namun diakuinya beberapa pembeli ketika membayar harga surat kabar 3000 dengan uang Rp10.000 maupun Rp5.000 tetapi tidak ingin menerima kembaliannya.

Zainab mendapatkan tambahan penghasilan dari menjual surat kabar bahkan lebih besar dari upah yang didapat dari menjual satu eksemplar surat kabar.

Baginya ini merupakan rezeki dari bersusah payah dalam usia yang sudah sepuh masih berjualan koran kadang di tengah terik matahari.

Dia mendekati Pengendara kendaraan bermotor yang berhenti di lampu merah sambil menawarkan surat kabar yang dibawanya.

Bila dulu sebelum maraknya media online banyak terdapat penjual koran di lampu merah. Mereka sebagian besar merupakan anak-anak namun sekarang yang berjualan adalah penjual koran yang berusia lanjut.

Zaenab berjualan koran untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Dia tidak ingin bergantung kepada orang lain. Tetapi berusaha sendiri walau pun hanya berjualan koran.

Dia berterima kasih kepada perusahaan surat kabar yang masih terbit di daerah ini sehingga bisa berjualan sehingga lapsngan lapangan pekerjaan baginya

Entah sampai kapan Zainap bisa bertahan di lampu merah? Hingga pagi ini dia masih tetap bugar walau pun tubuh tuanya sudah mulai terlihat renta. Zaenab masih bisa bertahan.(Rustian Al'Ansori)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun