Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis 6 Ribu Artikel Lebih Berat Ketimbang Jalan Kaki 1500 Km

19 November 2021   05:32 Diperbarui: 27 Februari 2022   09:14 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kkiping mingguan Tribun Olahraga tahun 1990 (dokpri) 

Ketika memulai rencana jalankan saja jangan membayangkan kapan akan sampai tujuan karena akan terasa lama dan cenderung menyerah sebelum tiba di tujuan.

Seperti halnya yang saya lakukan di Kompasiana. Saya menulis saja saat saya lagi suka menulis. Bisa seharian saya menulis tanpa henti. Bahkan saya pernah menulis 3 hari tanpa henti setiap jamnya.

Saya banyak menulis puisi. Puisi saya biasa-biasa saja, tapi yang biasa itu setelah dikumpul dan diterbitkan menjadi buku bisa menarik juga sehingga membikin semangat menulis. Selama pandemi sudah ada 10 buku antologi puisi karya sendiri dan puluhan buku antologi kroyokan dengan penulis lain.

Hobi menulis tumbuh setelah 5 tahun lebih aktif menulis di Kompasiana. Hingga November 2021 ini sudah lebih 6 ribu artikel  saya yang tayang di Kompasiana. 

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah subhanahuwataala saya panjatkan karena bisa terus menulis di Kompasiana. Telah diberikan kesehatan dan panjang umur masih bisa dipertemukan dengan Kompasianer-Kompasianer untuk terus menulis. 

Bila diingat kembali perjalan menulis di Kompasiana terasa berat bila dirasa-rasakan bahkan melebihi berjalan kaki 1500 km lebih selama 35 hari melalui jalan di provinsi Sunatera Selatan daratan di mulai dari Palembang, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Lahat, Musi Rawas, Musi Banyuasin dan berakhir di Palembang pada tahun 1990 dalam kegiatan Kirab Remaja yang pernah saya lalakukan.

Waktu itu saya tetgabung dalam pasukan utama yang harus berjalan kaki sepanjang rute yang telah ditentukan. Selama 35 hari itu kami berjalan kaki sekitar 50 km bahkan lebih. Kendala hanya lecet dikaki, cuaca hujan dan panas, lelah yang biasa di usia muda masih bugar waktu itu.

Karena hobi menulis sejak dulu, catatan perjalanan selama Kirab Renaja saya tulis di mingguan Tribun yang masih saya simpan dalam kliping sampai sekarang. Potongan koran itu menjadi bukti dan kebanggaan yang tidak terlupakan.

Kkiping mingguan Tribun Olahraga tahun 1990 (dokpri) 
Kkiping mingguan Tribun Olahraga tahun 1990 (dokpri) 

Bila berjalan kaki 1500 km lebih terasa ringan karena waktunya tidak panjang tapi di Kompasiana waktu yang sudah ditempuh lumayan panjang. Bila berjalan kaki ketika Kirab Remaja rasa lelah dan kebanggaan yang didapat setelah menempuh perjalanan jauh serta setelah itu diberangkatkan ke Jakarta untuk mengikuti acara puncak Kirab Remaja.

Letak beratnya menulis di Kompasiana adalah berusaha bisa tumbuh kepercayaan diri,  berani untuk menulis sehingga bisa menjadi hobi. Selain itu melalui waktu yang lama hingga  lebih 5 tahun untuk bisa menjadikannya seperti sekarang. Masa yang dilalui  telah melebihi masa satu priode jabatan presuden, aggota DPR, Guberbur serta Bupati dan Walikota.

Perundungan Puisi

Ada lagi yang memberatkan yakni ketika saya jadi korban perundungan gara-gara salah satu puisi saya yang pernah tayang di Kompasiana dipelesetkan arti sehingga dituduh telah menjelek-jelekkan orang tertentu oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Bermula dari salah seorang teman membagikan puisi di story WA nya. Saya sangat berterima kasih kepada siapa saja yang telah membagikan postingan saya di perangkat komunikasi pribadi maupun media sosislal milik mereka.

Teman saya yang memposting itu telah dituduh yang negatif oleh oknum yang menurut saya mengada-ada karena dianggap puisi itu telah menyinggung perasaan beberapa orang. Teman saya ini merasa tidak nyaman dari perlakuan yang ia terima.

Apa yang salah dari puisi yang saya buat tidak ada unsur SARA apa lagi adu domba. Hanya tentang memori, memori saya sendiri.

Saya ingin tahu apa penyebab sehingga peristiwa ini bisa terjadi. Saya curiga pasti ada yang menghasut dan mengartikan puisi dengan interpretasi yang bertujuan ingin menyebar kebencian.

Dugaan saya benar, tujuan orang ini bukan untuk mengeritik tapi menghasut dengan propaganda bahwa puisi itu untuk menjelek-jelekkan karena terduga pelaku  tidak menyukai teman saya dan termasuk saya. Puisi saya juga menjadi bahan ejekan. 

Sebenarbya itu hal yang biasa tapi yang menjadi tidak biasa adalah efek hasutan dengan bumbu fitnah memperalat puisi sehingga membuat tidak nyaman bisa sebagai perbuatan tidak menyenangkan dari orang yang tidak paham arti puisi nenjadikan amunisi untuk menyebar benci.

Dari semuanya itu yang terberat adalah menjaga komitnen untuk terus menulis di Kompasiana. Alhandulilkah saya bisa bertahan sampai saat ini.

Ini merupakan dinamika dari menulis di Kompasuana. Tulisan ini sebagai catatan pada momentum telah menulis 6 ribu lebih artikel di Kompasiana.

Salam hangat dari pulau Bangka.

Rustian Al'Ansori

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun