Sejak pertengahan Maret 2020 lalu, Perpustakaan Umum Daerah (Perpusda) kabupaten Bangka tidak memberikan pelayanan karena pandemi Corona.
Kebijakan yang dibuat Dinas Kearsipan dan Perpustakaan kabupaten Bangka untuk menlindungi pegawai perpustakaan dan pengunjung (pemustaka) dari Corona dan memutus mata rantai Covid-19.
Sejumlah pemustaka terus bertanya, kapan perpustakaan kembali memberikan pelayanan? Dua orang mahasiswa pekan lalu, Jumat (26/6) menanyakan hal itu.Â
Jawabannya hari ini, Senin (29/6) kepala bidang perpustakaan Baharudin mengintruksikan para pegawainya untuk kembali memberikan pelayanan.Â
Selama tidak memberikan pelayanan sekitar 3 bulan, berbagai reaksi diungkapkan masyarakat. Bahkan ada yang menerobos masuk untuk mendapatkan buku yang dibutuhkan.
Raut wajah kecewa ditunjukkan ketika mereka tidak bisa menyalurkan hobi membaca maupun yang ingin mencari referensi untuk tugas dari sekolah maupun perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu.
Alumni Polman Negeri Bangka Belitung ini menulis curhatannya pekan lalu.
"Kawan, di kampungku kami memiliki perpustakaan yang tenang mungkin perpustakaan paling tenang sedunia, sering orang menyebutnya perpustakaan tanpa suara, tanpa kata. Juga paling istimewa, sebab perpustakaan itu sekaligus museum. Sebelum masuk kamu wajib mengucapkan salam demi menghormati "penunggu" yang jumlahnya lebih banyak dari pada pengunjung."
Eko memulai ungkapannya dengan menampilkan gambar gedung Perpusda kabupaten Bangka.Â
Perpusda telah dibully Eko, karena ketidaktahuannya bahwa perpustakaan tutup tidak memberikan pelayanan karena Pandemi Corona.
Ungkapannya berlanjut yang menjurus ke fitnah tidak sesuai fakta. Terkait dengan koleksi buku yang sangat tua, lebih tua dari usia gedung.Â
Saya pernah mencari koleksi buku tua dengan ejaan lama di Perpusda Bangka namun tidak ditemukan bahkan perpusda tidak mengoleksinya. Setahu saya gedung yang dipergunakan sebagai perpusda sudah ada sejak lama sebelum masa kecil saya tinggal di komplek Gerasi Baru yang berdekatan dengan gedung perpusda pada awal tahun 1970 an. Coba disimak apa yang dikatakan Eko berikut ini.
"Kami memiliki museum yang buku-bukunya sangat tua bahkan lebih tua dari umur bangunannya. Sehingga buku apapun yang kami cari hanya akan ketemu buku sejarah. Buku-buku tua ini dihibahkan dari museum di Jawa. Kami lebih dari senang, bahkan pejabat kami legah karena syarat sebagai kabupaten adalah memiliki perpustakaan. Besar arti politik  barang-barang antik ini bagi kami."
Ia juga pura-pura bingung, "Situasi ini membuat kami menjadi bingung membedakan antara museum, kuburan, atau perpustakaan!"
Saya tanyakan kepada teman-teman di perpustakaan apa sikap yang akan diambil karena telah dibully? Ternyata mereka cukup sabar. Menunjukkan jiwa besarnya sebagai pelayan publik.
Ungkapan Eko ini juga telah diangkat dalam pemberitaan di salah satu media daring di Bangka Belitung tanpa caverboudside yakni konfirmasi ke pihak perpusda kebenaran dari ungkapan warga net ini.
Pihak perpusda melalui kepala bidang perpustakaan Baharudin menyerahkan keinginan Eko kepada pemangku kepentingan karena pesannya melalui medsos itu juga di tag menandai medsos Pemkab Bangka dan Erzaldi Rosman, gubernur Bangka Belitung dapat terjawab.
"Kami tidak berharap apa-apa kecuali dibuat gedung yang berisi buku-buku baru dan dipenuhi fasilitas moderen konon katanya kampung kami adalah salah satu pemasok timah dunia," pungkas IG @ekooktapratama.
Setelah perpusda kembali buka, dapat kembali melayani dengan berbagai koleksinya yakni setiap tahun selalu ada buku baru melalui dana yang dianggarkan pemerintah.
Perpustakaan sepi
Saya sering mendengar kritikan dari beberapa teman dengan berbagai profesi, dari penyiar radio, PNS hingga anggota DPRD bahwa perpustakaan sepi pengunjung, masyarakat tidak berminat ke perpustakaan dan lain-lain . Saya tanya kepada mereka, sudah pernah berkunjung ke perpustakaan? Ternyata mereka belum pernah ke perpusda.
Menunjukkan bahwa mereka tidak ada keinginan ke perpustakaan. Bisa saja karena tidak ada minat baca. Selain itu tidak ada keinginan meramaikan perpustakaan. Padahal tanpa mereka sadari bahwa mereka sendirilah yang telah  membuat perpustakaan sepi.
Kembali dibukanya pelayanan di perpustakaan bagi penggemar membaca buku dapat tersalurkan untuk terus meningkatkan minat baca. Tapi jangan lupa untuk selalu mengenakan masker dan cuci tangan sebelum masuk perpusda.
Bukanya perpusda Bangka bukan karena dibully warga net, tapi seiring dengan new normal dan sepekan ini tidak ada penambahasi pasien positif Covid-19 serta banyak pasien yang dinyatakan sembuh di kabupaten Bangka.
Semoga pustakawan dan pemustakawan selalu sehat.
Salam dari pulau Bangka.
Rustian Al'Ansori
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H