Majalah dinding produk jadul (jaman dulu), tidak musim lagi.
Pernyataan di atas diungkapkan beberapa siswa ketika guru mengajak kembali menghidupkan majalah dinding di sekolah. Karena perintah guru siswa tidak bisa menolak dan harus dilaksanakan.
Pembuatan majalah dinding sekolah sehubungan digelarnya lomba yang diselenggarakan Petpustakaan Umum Daearah (Perpusda) kabupaten Bangka beberapa waktu lalu. Saya masih melihat karya majalah dinding para siswa itu di Perpusda kabupaten Bangka.
Lomba majalah dinding ini digagas Bupati Bangka waktu itu Tarmizi Saat. Namun lomba terhenti beberapa waktu terakhir ini, penyebabnya kkasik yakni tidak ada dana.
Bisa pula pemicunya dikarenakan produk majalah dinding ini jadul. Tidak jamannya lagi, sudah jaman digital dan lain-lain. Alasannya, Â mininal media penganti majalah dinding sesuai jamannya bisa dialihkan lomba membuat blog sekolah. Ingin siswa menjadi bloger.
Saya yakin ketika ide membuat lomba majalah dinding itu dicetuskan saat gawai telah merasuki para siswa. Anak sulit melepaskan gawai. Tapi di sekolah anak bisa meninggalkan gawai sejenak.
Anak terikat aturan yang tegas di lingkungan sekolah yakni anak tidak diperbolehkan membawa smartphone, handphone dan alat komunikasi lainnya. Bila yang melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi.
Sekolah bisa menjadi tempat anak belajar dan berlatih. Melatih mereka tidak hanya menulis kata dan kalimat tapi melatih tangan mereka untuk menulis indah. Tidak hanya menulis di buku pelajaran tapi dapat pula menulis di majalah dinding.
Melatih menulis siswa dengan tangan yakni semua karya ditempel di majalah dinding ditulis tangan tidak diketik. Seperti lomba yang diselenggarakan Perpusda kabupaten Bangka dengan ketentuan karya majalah dinding ditulis tangan.
Selain itu siswa juga menuangkan dalam berbagai bentuk karya diantaranya karikatur dan lukisan. Saya nasih yakin najalah dinding masih menjadi daya tarik bagi siswa untuk menikmati karya rekannya sendiri.