Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pagi

7 Juni 2020   06:37 Diperbarui: 7 Juni 2020   07:04 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang ditunggu, dengan isyarat bermula dari matahari
Telah terbit berarti telah datang sendiri pagi

Matahari telah menjadi ruh pagi
Deburan ombak menjadi jantung pagi
Gunung yang tinggi menjadi kepala pagi
Sungai yang panjang adalah urat nadi pagi
Batu-batu karang telah menjadi tulang penguat pagi
Tanah adalah kulit mulus pagi
Ia adalah pengganggu pagi

Ruh pagi diganggu pertengkaran
Jantung pagi dicemari minyak yang berserakan
Kepala pagi digunduli pembabat hutan
Nadi pagi telah dikotori limbah berserakan
Tulang penguat pagi dipecahkan untuk bangunan
Kulit mulus pagi telah digali untuk penimbunan
Ia telah mengganggu pagi

Sungailiat, 7 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun