Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bangkit dari Pandemi, Lebaran Kembali Suci

20 Mei 2020   00:24 Diperbarui: 20 Mei 2020   00:51 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) diperingati setiap tanggal 20 Mei, sebagai tanggal lahirnya Boedi Oetomo yakni 20 Mei 1908.

Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, mereka yang tergabung dalam Boedi Oetomo melahirkan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme untuk merdeka lepas dari penjajahan Belanda dan Jepang. Semangat itu dalam kontek Indonesia sekarang yang sedang di landa wabah Corona bisa menjadi modal untuk kembali bangkit. Sekarang Indonesia "dijajah" Covid-19.

Semangat persatuan dan kesatuan bisa menjadi modal utama bangsa ini lepas dari pandemi. Bersatu bersama-sama antara rakyat dan pemerintah mengambil langkah-langkah memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Bersama-sama mematuhi aturan terkait dengan protokol kesehatan, mata rantai penyebaran akan terputus.

Sudahkah seluruh anak bangsa mengikuti aturan? Saya berani katakan, belum. Aturan itu masih banyak dilanggar. Seperti berada di rumah saja, menjaga jarak, pakai masker dan lain-lain. Kita belum bersatu melawan Covid-19, sejarah bangsa ini selalu berhasil berjuanh karena bersatu. Bersatu melawan penjajah Belanda hingga bersatu mahasiswa dan rakyat dalam gerakan reformasi 1998.

Sejarah tidak terbantahkan bahwa kekuatan kita adalah persatuan dan kesatuan. Menghadapi pandemi ini Indonesia harus bersatu dalam satu komando sehingga tidak serampangan dalam nemutus mata rantai penyebaran Covid-19. Hilangkan ego sentris kedaerahan. Inilah yang bisa memecah belah kita.

Bila di masa perjuangan dulu ada orang pribumi yang menghianati perjuangan. Hal ini menjadi duri dalam daging. Momentum sekarang hoax menjadi duri dalam daging. Kabar bohong yang mengarah kepada adu domba mirip dengan ulah kolonialis Belanda. Karena itu kita harus bersatu melawannya.

Perjuang melawan Corona telah memakan korban, mereka para pahlawan kesehatan. Dokter dan perawat masih usia muda harus meninggal dunia karena terjangkiti Covid-19 saat menjslankan tugasnya. Apakah pengorbanan mereka dihargai? Sebagian ada yang tidak menggargai. Jenazah mereka ditolak ketika akan dimakamkan disuatu tempat oleh oknum masyarakat. Ada pula perawst yang diusir dari tempat kos oleh pemilik kosnya.

Peristiwa yang memprihatinkan itu tkdak mengendurkan semangat para dokter dan perawat untuk terus bertugas membantu pasien positif Covid-19. Semangat pantang menyerah yang ditunjukkan seperti semangat para pejuan kemerdekasn dulu, antra hidup dan mati. Mereka menjalankan tugas mulia.

Paramedis tidak sendiri, sekarang banyak relawan di lapangan. Bersama dermawan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak secara ekonomi. Bantuan bahan makanan disalurkan. Pemerintah menberikan bantuan langsubg tunai dan bansos lainnya. Tetap saja ada duri dalam daging adanya pemotongan bantuan oleh oknum yang tidak bertamggung jawab. 

Sejak zaman perjuangan termasuk masa Boedi Oetomo hingga sekarang penghianat dalam perjuangan selalu ada. Semoga kita masih memiliki laskar hukum yang amanah untuk terus mengawasi penyaluran Bansos. Bila ada yang terbukti menggelapkan bantuan dapat tindak dengan hukuman yang berat. Rakyat juga sama-sama mengawasi.

Momentum Harkitnas dan kebaran menjadi tempat untuk seluruh elemen bangsa ini kembali bangkit mrmperbaharui semangat untuk bersatu melawan Cirona. Menghindari argumentasi dengan diksi sehingga menjadi perdebatan dan kebingungan masyarakat. Sekarang yang dibutuhkan adalah aksi nyata membantu sesama dan mentaati aturan protokol kesehatan.

Semangat Harkitnas kembali membangkitkan semangat memutus mata penyebaran Covid-19. Melalui puasa kita sucikan hati dan bersihkan dari sifat kikir dan sikap tidak peduli. Bulan puasa ini kita menempa diri diantaranya dengan menahan diri yskni bersabar. Puasa momentum memperbaiki diri dengan niat yang tulus untuk membantu sesama diantaranya warga miskin, korban phk, maupun mereka yang terpapar virus Corona.

Kita jangan sampai terpuruk karena pandemi tapi harus bangkit. Jiwa yang kembali fitrah setelah berpuasa dan lebaran kembali suci adalah semangat baru kita untuk bangkit memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Semoga Corona segera steril dari Bumi Pertiwi.

Bila ada kesalahan selama penanganan virus Corona, masyarakat bisa memaafkan pemerintah dan unsur-unsur di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Silakan bila ingin menyampaikan permohonan maaf melalui momentum Idul Fitri karena lebaran sebentar lagi.(**)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun