Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Berpantun Embun

15 April 2020   06:30 Diperbarui: 15 April 2020   06:41 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki datang dengan secangkir kopi
ketika masih banyak embun belum ada matahari
kali ini berpantun tapi tidak berpuisi
bersama kokok ayam telah mengawali

Pantun pertama
syair berirama

Embun menimbun hijaunya daun
daun dipetik dibikin lalapan
Masih pagi sudah melamun
berhentilah melamun tatap masa depan

Lelaki telah mengalun pantun
syair pertama yang dinyawai embun
bukan lelaki Melayu bila tidak bisa berpantun
telah diwarisi warisan leluhur
kembali kata dipilih bait diatur

Pantun kedua
syair bertanya

Kakek berjalan di tengah embun
Tulangnya ngilu karena kedinginan
Mengapa masih ada yang pura-pura pikun
melupakan saudara kita yang butuh bantuan

Lelaki telah berpatun embun, hingga kopi kedinginan lupa diseruput
ketika matahari mulai naik telah mengeringkan embun di rumput
ia mulai gelisah tidak ada lelaki yang mewarisi pantun disaat kulit wajahnya mulai keriput

Sungailiat, 15 April 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun