Rambut sudah mulai sulit diatur, terlihat tidak terurus. Agar rapi hari ini, Sabtu (15/2) saya memutuskan ke tukang cukur langganan saya, di jalan Batin Tikal, Air Ruai, kabupaten Bangka.
Adalah Adi, anak muda yang penuh semangat berusaha untuk menafkahi keluarga kecilnya. Ayah seorang putri ini baru saja membuka salon cukurnya yang sederhana. Saya pelanggan yang pertama dilayani pagi ini.
Adi menyambut dengan ramah, walaupun saya belum lama rutin mencukur rambut di salonnya ia langsung ingat saya yang pernah menulisnya ketika nyambi jualan buah durian.
Setelah tulisan itu diposting, baru hari ini saya bertemu Adi.
" Om, wartawan Kompasiana ya?" Tanya Adi, ketika saya baru duduk di kursi tempat saya akan  di cukur.
Adi menanggapi tulisan tentang dirinya ada di Kompasiana. Saya harus menjelaskan bahwa saya bukan wartawan. Saya hanya penulis di blog Kompasiana. Kalau Adi suka menulis, juga bisa menulis di Kompasiana. Tampaknya ia paham.
Ketika menulis tentang Adi, saya tidak memperkenalkan diri sebagai penulis di Kompasiana tapi sebagai pelanggan saja. Cukur rambut sekalian beli durian, kebetulan Adi juga menjual durian. Tulisan itu kejutan bagi Adi.Â
Lain lagi keberatan yang disampaikan warga di sebuah kompleks perumahan di Sungailiat, datang ke kantor saya ingin menyampaikan keberatan atas sebuah tulisan yang bukan saya tulis yang ada di Kompasiana tentang pembangunan jalan menuju kompleks perumahan.
Warga yang menyampaikan uneg-unegnya itu, Â juga berprofesi sebagai wartawan. Ia menyanggah tulisan yang dibuat, menurutnya tulisan itu salah karena tahun ini jalan itu akan diaspal melalui anggaran tahun 2020.Â
Warga itu salah sasaran. Karena saya menulis di Kompasiana, dianggap turut bertanggungjawab untuk memberikan hak jawab. Telah gagal paham. Tapi setelah diberikan pemahaman baru ia mengerti. Saya minta ia menjawab sendiri dengan membuat akun di Kompasiana atau pun menghubungi penulis yang merupakan warga yang tinggal dekat dengan rumahnya. Ya, selesaikan saja secara baik-baik.Â
Menulis di Kompasiana, setiap tulisan yang dibuat adalah tanggungjawab penulis sendiri. Dinamika menulis di Kompasiana, terkait dengan sebutan wartawan Kompasiana juga sempat ramai beberapa waktu lalu ketika Dinas Kominfo kabupaten Bangka mengeluarkan nama wartawan Kompasiana dalam daftar yang akan mengikuti jumpa pers. Instansi pemerintah saja bisa terkecoh. Saya juga sempat menulis hal itu di sini.
Saya sangat hati-hati membawa-bawa nama Kompasiana, khawatir ada salah tapsir. Jadi bila ingin mendapatkan informasi untuk bahan tulisan, tidak perlu menyebut dari Kompasiana.Â
Saya sempat diminta berbicara di hadapan pustakawan desa beberapa waktu lalu. Saya bersedia saja, Â bersedekah ilmu yang saya ketahui untuk mengajak para Pustakawan menulis, ya saya mengajak mereka menulis di Kompasiana. Saya tuntun mereka dari tata cara membuat akun hingga menulis di Kompasiana.Â
Keseringan menulis di kompasiana.com, tidak ragu menyebut diri sebagai Kompasianer bukan wartawan Kompasiana. Banyak yang menanggapi tulisan di Kompasiana, berarti semakin dikenal di kampungku. (Rustian Al Ansori)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H