Saya tidak tahu kalau Kampung Gedong menjadi desa wisata. Baru mengetahui setelah berada di jalan masuk ke desa itu, terdapat pintu gerbang yang tidak terawat dengan catnya yang sudah kusam bertuliskan, "selamat datang di desa wisata."
Saya dengan 2 orang teman kebetulan melintas di desa ini, saat menjalankan tugas dinas kantor di desa Begurah, kecamatan Riau Silip, kabupaten Bangka.
"Setelah dari desa Begurah kita mampir di Kampung Gedong," ujar saya kepada Baharudin, teman saya.
Ia pun ingin ke sana. Ketika selesai dari desa Begurah, sopir kami pak Eko membawa kami menuju Kampung Gedong. Desa ini di perbatasan antara kecamatan Riau Silip dan kecamatan Belinyu. Berada di sebelah Utara kabupaten Bangka. Berjarak sekitar 50 km dari Sungailiat, ditempuh dalam waktu 1 jam.
Dari informasi yang saya dapat, Kampung Gedong dihuni warga Tionghoa yang nenek moyangnya merupakan suka Haka dari daratan Tiongkok. Lebih 10 tahun lalu saya pernah mampir di Kampung Gedong saat perayaan hari raya Imlek.Â
Warga setempat menggelar berbagai atraksi seni budaya, sehingga terasa di daratan Cina. Mulai dari Barong Sai hingga atraksi Sogokong, seperti dalam film Kungfu Cina.Â
Itu sudah lama sekali, tidak tahu apakah tradisi itu sekarang masih tetap dipertahankan. Sepengetahuan saya, sudah lama tidak ada lagi undangan kegiatan pagelaran seni budaya dalam ritual yang digelar warga Kampung Gedong.
Terlihat papan pengumuman untuk  warga dari luar Kampung Gedong yang datang dalam waktu 2 x 24 jam agar melapor kepada ketua RT dalam kondisi papannya sudah roboh.Â
"Katanya desa wisata, kok seperti tidak terurus," bisik saya di dalam hati.
Kami berhenti di rumah tua itu, tampak sepi. Tidak ada yang menyambut kami. Hanya terdengar suara musik dari bagian belakang rumah. Rumah ini sudah selayaknya menjadi cagar budaya.
Peradaban warga Tionghoa secara tidak langsung tertular kepada warga Melayu yang juga bertempat tinggal di pulau Bangka seperti berbagai kuliner yang dibawa warga Tionghoa dari daratan Cina dapat terlihat hingga sekarang. Kuliner itu seperti Calo, Keplang, Getas dan lain-lain.Â
Peninggalan sejarah warga dari daratan Tiongkok ini, dapat menjadi daya tarik wisata terutama bagi wisatawan asal Tiongkok. Entah sampai kapan bisa bertahan? Rasanya tidak lama bertahan setelah melihat kondisi  rumah tua itu tidak terurus. Saya sepertinya merasa tidak berada di desa wisata.
Tidak ada warga setempat yang memandu kami. Beberapa saat berada di teras rumah tua, saya melihat lelaki tua dari bagian belakang rumah. Lelaki berusia sekitar 60 tahun itu melihat kami dari kejauhan, kemudian masuk kembali ke dalam rumah.
"Aneh, " bisik saya lagi.
Kami ingin masuk lebih jauh ke Kampung Gedong. Tapi ada keraguan karena tidak ada keramahan dari warganya yang melihat kedatangan kami. Saya putuskan cukup berada di rumah tua itu saja, biar aman.
Mereka sudah hidup turun-temurun di Bangka. Daerah ini menjadi tempat yang aman karena warganya dalam keberagaman dapat hidup rukun hingga saat ini.
Warga Kampung Gedong tampaknya hidup damai. Tampak sepi, tidak terlihat warga yang lalu lalang. Semoga mereka masih menyadari kampung mereka merupakan desa wisata.
Salam dari pulau Bangka.
Rustian Al'Ansori.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H