Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Pemimpi Pergi Haji

1 Januari 2019   20:41 Diperbarui: 1 Januari 2019   21:01 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya bersama tim liputan haji RRI diantaranya dirut RRI waktu itu Parni Hadi (dokpri)

Pergi haji itu impian, sehingga sudah diimpikan sejak usia dini. Mimpi itu sejak kecil. Sejak Sekolah Dasar (SD), saya sudah membayangkan akan pergi ke Tanah Suci. Walau tidak tahu bagaimana caranya. Tapi saya membayangkan mudah saja bisa pergi menunaikan ibadah haji. Tidak terbayangkan bisa sesulit sekarang, walau punya uang (mampu) tidak bisa dengan cepat menunaikannya, namun harus menunggu lama hingga bisa lebih 20 tahun seperti di Bangka Belitung. Jemaah harus menunggu lama. Karena itu Saatnya Persiapkan Haji Sedini Mungkin harus dilakukan. Bank Danamon Syariah solusinya melalui rekening tabungan jemaah haji dan tabungan rencana haji I B ini

Menunaikan ibadah haji itu menjadi kewajiban bagi yang mampu, karena haji itu merupakan rukun Islam. Saya tidak tahu mulanya sehingga saya bermimpi untuk pergi haji. Sebagai anak - anak yang mudah terpengaruh (untung dipengaruhi  yang baik)  karena mendengar cerita dari para ustadz dan ustadzah ketika masih sekolah Arab ( madrasah) dulu sebagai pendidikan non formal pada sore hari dan pagi harinya pendidikan formal di SD. 

Di antara guru yang mengajar saya di madrasah adalah kakek saya sendiri, namun hingga meninggal dunia ia juga tidak sempat menunaikan ibadah haji. Tapi ia sering bercerita tentang suasana di Tanah Suci. Begitu pula ayah juga bercerita yang sama. Ayah sempat menunaikan ibadah haji, namun saat menunaikan ibadah haji tahun 2005 menjadi suhadah meninggal dunia di Mekkah al Mukaromah. Ayah di makamkan di pemakaman Syarayah ( seperti tertulis di surat kematian ).

Kisah – kisah tentang Tanah Suci dari ayah maupun kakek telah membuat saya menjadi Sang Pemimpi. Saya ingin sekali ke Tanah Suci hingga menjadi rindu untuk ke sana. Seperti bila mendengarkan dan mengucapkan lafaz talbiyah, “ allahhumalabaik, labaik lasarikala baik, inal hamda....”

Saya dan pak Deden Jelang wukuf tahun 2008 (dokpri)
Saya dan pak Deden Jelang wukuf tahun 2008 (dokpri)
Ketika sudah memasuki masa kerja mulai berniat ingin menunaikan haji. Tapi bila menakar jumlah gaji sebagai pegawai honor waktu itu tidak mungkin bisa terkumpul. Tetap terus berniat, karena ajaran Islam menyebutkan niat yang baik akan dicatatat Allah SWT sebagai pahala yang baik. Niat tidak surut. Setelah beristri, membayangkan bisa pergi haji berdua alangkah indahnya. 

Setelah menjadi PNS sebagai pegawai rendahan, juga tak mungkin bisa mengumpulkan uang untuk pergi ke Tanah Suci. Ketika saya mendapat kesempatan tugas belajar di sekolah kedinasan di Yogyakarta mulai tahun 1999, beberapa hari setelah saya menikah. Saya dan istri berangkat menjalankan tugas belajar. 

Di tempat tugas belajar inilah saya bertemu mahasiswa asal Nabire, Papua yang bernama H. Sudan. Ia berkisah tetang perjuangannya bisa pergi menunaikan ibadah haji, ia sama dengan saya sebagai PNS dengan gaji yang kecil tidak akan cukup untuk dapat pergi haji. Sudan melakukannya dengan nyambi jualan beras di Nabire dengan niat bisa pergi haji. Ternyata niatnya di kabulkan Allah SWT, ia bisa mengumpulkan uang untuk pergi ke Tanah Suci dalam satu tahun. Namun waktu itu tidak seperti sekarang harus menunggu lama setelah pembayaran ONH mendapatkan porsi yakni tahun ini membayar, tahun berikutnya sudah bisa berangkat.

Kembali ke tempat tugas di Sungailiat dari tugas belajar di Yogyakarta, pengalaman H. Sudan kembali semakin kuat niat saya untuk pergi haji. Kembali saya merasakan gaji sebagai PNS tidak cukup untuk membayar Ongkos Naik haji ( ONH ). Saya terus bekerja siang dan malam sebagai reporter radio di Radio Republik Indonesia ( RRI ) Sungailiat. Hingga pada tahun 2008 saya dinyatakan sebagai reporter yang paling banyak kontribusi berita di Pusat Pemberitaan RRI Pro 3. 

Waktu itu pertengah tahun 2008, setelah sholat Ashar di rumah emak (ibuku) saya mendapat telepon dari Pusat Pemberitaan RRI di Jakarta, agar esok harinya saya diharuskan berangkat ke Jakarta untuk mengikuti manasik haji di Asrama Haji Pondok Gede. Saya menerima kabar itu dengan penuh rasa syukur, campur aduk dengan gembira hampir tidak percaya. Saya kabarkan kepada emak. Emak langsung mencium pipiku. Ia juga sangat  gembira terpancar keharuan. 

Musim haji tahun 2008 itu saya mendapat tugas sebagai Petugas Haji Indonesia yang bertugas di media centre haji di Mekkah. Hampir 3 bulan saya berada di Tanah Suci menjalankan tugas, serta dapat menunaikan ibadah haji, sambil bertugas menyebarkan informasi melalui RRI dan portal Kementerian Agama tetang perjalanan haji, juga saya bisa menunaikan ibadah haji menjalan seluruh rukun dan wajib haji. 

Mimpi dan niat saya dihijabah Allah SWT. Walaupun hajinya kata salah seorang teman sebagai haji abidin (atas biaya dinas). Tidak apa – apa. Saya syukuri karena saya mendapatkan panggilan menunaikan ibadah haji melalui jalan diberikan kemudahan dari Allah SWT karena tugas saya sebagai reporter. 

Saya bisa menunaikan ibadah haji tidak hanya karena kerja keras, kerja ikhlas, juga karena doa ayah ketika menunaikan ibadah haji 3 tahun sebelumnya. Doa dari Tanah Suci akan selalu dihijabah Allah SWT. Tapi sekarang yang menjadi hutang saya, karena belum bisa menghajikan istri saya. Berbekal doa yang saya panjatkan di Tanah Suci, agar istri, saudara, anak – anakku dan keturunanku serta teman – temanku bisa mendapat panggilan menunaikan ibadah haji,  semakin membuat saya optimis bisa diterwujud. 

Saya berupaya menabung dari pekerjaan tambahan sebagai reporter radio, kerja siang dan malam hingga dini hari untuk mendapatkan uang lebih. Karena Allah SWT, uang yang saya tabung terkumpul untuk membayar ONH untuk satu orang, hanya untuk istri saya. Sedangkan waktu itu sudah mulai lama daftar tunggu bagi calon jemaah haji yang sudah mendapatkan porsi baru bisa diberangkatkan ke Tanah Suci. Dari pada harus menunggu lama, keduluan usia bertambah tua. Saya tawarkan ke istri, apakah berani sendiri saja tanpaku pergi haji. Ternyata ia menyatakan berani. Ia juga sudah lama mengimpikan. Pada tahun 2011, tepatnya 17 Ramadhan saya membayar ONH istri. Ia haru karena merasa semakin dekat ke Tanah Suci. Bila sudah Saatnya Berhaji,  membayar ONH juga dilakukan melalui bank Danamon Syariah ini 

Saya bersama tim liputan haji RRI diantaranya dirut RRI waktu itu Parni Hadi (dokpri)
Saya bersama tim liputan haji RRI diantaranya dirut RRI waktu itu Parni Hadi (dokpri)
Lima tahun kemudian yakni tahun 2018 istri saya mendapat kabar dari kantor Kementerian Agama kabupaten Bangka bahwa, ia tercatat menjadi salah satu calon jemaah haji kabupaten Bangka yang akan berangkat ke Tanah Suci tahun 2019 ini. Saat ini Istri sedang mempersiapkan diri, semoga ia menjadi haji yang mabrur. Amin. Inilah kisah pengalaman saya ketika pergi haji, membuktikan bahwa Saatnya Berhaji harus sudah dipersiapkan sejak dini. Memang harus dipersiapkan sejak dini. Tidak hanya niat namun juga harus dimimpikan. Mimpi itu bisa lahir ketika sejak usia dini anak - anak telah dimotivasi untuk berhaji. Ketika anak beranjak dewasa Saatnya Berhaji, setelah ia mendapat penghasilan dengan niat berhaji  akan langsung mempersiapkan sejak dini ini

Saatnya Berhaji persiapkan sejak dini, mimpi itu penting, niat juga lebih penting. Mimpi adalah persiapan yang paling dini, setelah itu pilih bank sebagai tempat yang tepat membayar ONH ini

Salam dari pulau Bangka. 

Rustian Al Ansori 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun