Saya merasakan adanya gesekan terkait dengan budaya dan agama saat ini. Sesusungguhnya penyebaran agama, terutama agama Islam tidak terlepas dari peran budaya yang sudah berkembang sebelumnya oleh agama sebelum Islam seperti Hindu dan Budha.
Demikian pula yang dilakukan para wali Allah ( Wali Songo ), ketika menyebarkan Islam di tanah Jawa yang waktu itu beragama Hindu dan Budha tidak pernah melepaskan kebiasaan masyarakat yang menjadi budaya seperti adat perayaan Mauludan di Yogyakarta.Â
Gesekan itu terjadi munculnya penentangan setelah pemahaman agama yang benar dan melepaskan pengaruh budaya, sehingga muncul penilaian terhadap aktifitas budaya itu dengan menyebutnya bid'ah, syirik dan lain - lain yang akan dinilai sebagai dosa besar. Karenanya masyarakat akan takut mempertahankan dan turut serta dalam kegiatan budaya, karena tidak ingin berdosa.
Hal serupa juga terjadi didaerah saya. Waktu saya masih sebagai penyiar radio membawakan acara dipagi hari yang menampung berbagai pendapatan dan keluhan masyarakat. Penentangan masalah kegiatan budaya diantaranya adat Rebo Kasan di desa Air Anyir, kecamatan Merawang Kabupaten Bangka sempat terucap dari pendengar.Â
Bagi para penentang kegiatan adat itu menilainya syirik, bertentangan dengan Islam. Rebo Kasan digelar setiap tahun dalam tahun Hijriah, yakni hari Rabu terakhir di bulan Safar yang diyakini, Tuhan menurun bala' yakni berbagai mara bahaya sehingga warga setempat menggelar Rebo Kasan.Â
Rebo Kasan acara adat yang digelar diawali dengan suara azan dan membuat air wafak yakni air yang dido'akan tokoh agama yang mempin acara adat, selain warga yang hadir memanifestasikan bentuk melepas balak itu dengan menarik Ketupat Lepas. Penarikan Ketupa Lepas itu berupa dua daun kelapa muda ( daun pembuat sarung ketupat ) yang disatukan, kemudian di tarik 2 orang yang berpasangan. Bila ketupat lepas itu, terlepas berarti terhindar dari bala'.
Perpaduan budaya dan agama ini, mulai terjadi pertentangan. Ketika acara itu di gelar tahun ini sempat mendatangankan Ustaz Yusuf Mansyur yang juga membantah keyakinan warga setempat, karena Allah tidak menurunkan bala' dalam satu hari. Bala' itu datang tidak diketahui kapan, karena itu rahasia Tuhan.Â
Setelah menyampaikan tausiah Ustaz Yusuf mansyur dan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman meninggalkan lokasi, tidak mengikuti ritual. Semakin menguatkan warga bahwa adat itu salah menurut ajaran Islam.
Perlahan budaya yang telah menjadi kalender event pariwisata ini akan tergerus ketika dibenturkan dengan ajaran agama yang dinilai bertentangan. Kondisi ini, cepat atau lambat budaya itu akan ditinggalkan masyarakat, bila terus dibenturkan dengan agama. Hilanglah adat itu.
Adat di Bangka Belitung lainnya yakni Ceriak Nerang dan Naber Laut di desa Kundi, kabupaten Bangka Barat , juga tidak ada kabarnya lagi. Apakah masih tetap digelar atau tidak. Adat yang dipimpin para dukun ini, berlangsung ditengah - tengah warga yang beragama Islam dan dukunnya juga beragama Islam.Â
Perlu adanya polesan dalam acara adat ini, sehinga tidak ada prosesinya yang bertentangan dengan ajar Islam. Seperti Rebo Kasan, bila ajaran Islam tidak membenarkan keyakinan Tuhan menurunkan bala' hanya di hari tertentu saja agar dapat dihilangkan.Â