Aroma pandan tercium dari kue Putu yang masih hangat ditaburi putih parutan kelapa di atas piring lebar, menambah kehangat malam.
Kue Putu buatan Ali Nurdin (30 tahun) asal Brebes, Jawa Tengah ini menjadi hidangan malam hari, ditambah secangkir kopi. Semakin terasa nikmatnya. Kapan lagi bila ada waktu untuk selalu memanjakan dan menyenangkan hati.
“ Mas, putunya dua puluh,” pinta saya kepapa Mas Nur, pangilan akrab Ali Nurdin.
Mas Nur langsung membuat pesanan saya. Peralatan memasak Kue Putu yang ditaruh diboncengan sepedanya yang sudah tak lagi baru, dengan cekatan ia memasukkan tepung beras berwarna hijau pandan serta gula merah ke dalam cetakan yang terbuat dari bambu. Satu per satu kue Putu dibuatnya dengan cepat. Sekitar 20 menit, Kue putu selesai dibuat dan siap santap.
Malam di Sungailiat, kali ini kami menikamati manisnya kue Putu Mas Nur. Ketika dikunyah aroma pandan tetap terasa dengan parutan kelapa yang manis ditambah gula merah, semakin bertambah manis. Malam juga semakin terasa harmonis, sambil menikmati kue Putu bercengkrama dengan keluarga.
“ Disini aman, mas,” kata ayah dari seorang putri usia 9 bulan ini.
Walau ia sudah sepuluh tahun merantau berjualan kue Putu di Sungailiat namun cintanya tetap tertambat kepada perempuan asal Brebes.
“ Cinta pertama, mas.” kata Mas Nur tertawa lepas, mengomentari tentang istrinya.
Sepuluh tahun berjualan kue Putu di Sungailiat, ia tetap bertahan karena merasa daerah ini aman. Dengan mengayuh sepeda dimulai sore hari, hingga berakhir malam hari sekitar pukul 22.00 Wib Mas Nur tidak merasa cemas melalui jalan sepi.