Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Adat Nganggung, Tradisi Makan Bersama di Bangka

27 Mei 2017   12:28 Diperbarui: 27 Mei 2017   13:00 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adat Nganggung, sebutan tradisi masyarakat Kabupaten Bangka yang membawa satu dulang dari satu rumah (keluarga) dengan isi berbagai penganan yang tertutup tudung saji.

Karena Dulang yang dibawa dari satu rumah maka adat Nganggung juga disebut dengan adat Sepintu Sedulang.

Nama Sepintu Sedulang itu sendiri menjadi nama lain dari kabupaten Bangka, yakni bumi Sepintu Sedulang.

Sepintu Sedulang digelar pada saat perayaan hari – hari besar Islam seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Miraj, menyambut tamu penting, maupun ada warga kampung yang meninggal dunia maka warga setempat membawa dulang dengan berisi berbagai pengamanan ke masjid saat perayaan 3 hari, 7 hari, 25 hari, 40 hari, 100 hari warga meninggal dunia.

Sebelum isi dulang disantap akan dibacakan doa selamat oleh tokoh agama setempat ataupun imam masjid kampung.

Adat ini merupakan cerminan dari kegotongroyongan masyarakat setempat, dalam kebersamaan ketika perayaan hari besar Islam, menerima tamu penting, maupun ada warga sedang berduka yakni meninggal dunia.

Tidak ada literatur yang jelas kapan dimulainya Adat Nganggung atau adat Sepintu Sedulang mulai digelar di kabupaten Bangka, namun hingga saat ini adat Nganggung tetap dipertahankan.

Pemerintah Kabupaten Bangka mengambil bentuk tudung saji yang menutup dulang, dijadikan bentuk atap bagian depan kantor Organisasi Perangkat Daerah ( OPD )  hingga kantor kelurahan.

Pelestarian dari adat Nganggung itu sendiri terus dilakukan melalui hibauan yang disampaikan Pemkab Bangka termasuk oleh Bupati Bangka agar masyarakat tidak merubah dulang sebagai wadah membawa berbagai penganan itu dengan wadah lain seperti rantang, kotak serta wadah lainnya mengingat ditemukan ketika adat Nganggung digelar terdapat masyakaratnya yang tidak lagi menggunakan dulang.

Beberapa tahun lalu, Pemkab Bangka juga pernah menerima penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) ketiga digelarnya adat Nganggung di desa Kemuja, kecamatan Mendo Barat dengan jumlah dulang terbanyak hingga mencapai belasan ribu dulang.

Demikianlah sekelumit adat Nganggung atau Sepintu Sedulang di Kabupaten Bangka yang sudah dijadikan icon daerah serta merupakan adat makan bersama penuh dengan rasa suka cita dan rasa syukur atas lipahan rezeki yang diberikan Allah SWT.

Nganggung atau Sepintu Sedulang ini telah dijadikan sebagai salah satu wisata budaya di kabupaten Bangka. (Rustian al ansori)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun