Sebagai umat Islam meyakini membayat zakat itu wajib. Namun dalam pembayaran zakat tidak mesti dipaksakan. Mengingat urusan membayar zakat atau tidak itu urusannya manusia dengan Sang Khalik. Bukannya harus takut dengan sebuah instruksi pimpinan maupun tekanan apapun.
Selembar surat edaran dari Pimpinan Daerah yang meminta pegawainya membayar zakat profesi yakni dipotong 2,5% dati jumlah kotor penghasilan yang diterima setiap bulan, membuat berbagai tanggapan dari para pegawai. Ada yang setuju, ada yang pasrah saja dan ada pula yang tidak setuju dengan surat edaran itu. Apa lagi pegawai yang gajinya sudah tidak utuh lagi karena harus dipotong setiap bulan untuk membayar kredit rumah, pinjaman di Bank dan lain – lain. Dalam surat edaran itu dinyatakan untuk pemotongan infaq dan sadaqoh setiap bulan ditiadakan setelah diberlakukan pembayaran zakat.
Selama ini pemotongan infaq dan sadaqoh tiap bulan dari gaji pegawai dengan jumlah tertentu bukannya keikhlasan, juga dipertanyakan apakah ini infaq atau pemabayaran iuran, karena dipotong dalam jumlah yang pasti dan sama dengan semua pegawai. Membayar infaq itu kerelaan dan keikhlasan.
Sekarang timbul lagi zakat profesi yang diberlakukan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), katanya akan mengganti infaq dan saqoh. Pembayaran zakat dan infaq dengan cara memotong dari gaji pegawai, meruapakan cara Basnaz untuk mengambil gampannya saja. Mengapa tidak dengan cara pegawai itu sendiri melakukan pembayaran misalnya melalui rekening Bank, atau petugas Baznas yang datang dengan menyediakan tempat pelayanan di kantor – kantor pemerintah (layanan Jembut Zakar) belum dilakukan Baznas disejumlah daerah.
Membayar zakat profesi dengan cara melalui potongan gaji menjadikan pegawai tidak ikhlas, yang tidak baik untuk nilai ibadah. Membayar zakat dengan memotong gaji pegawai, terkesan pemaksaaan. Cara yang ditempuh Baznas di daerah dengan memanfaatkan Kepala Daerah membuat surat edaran kepada para pegawai untuk membayar zakat profesi merupakan jalan pintas, untuk cari kemudahan.
Baznas terus saja berdakwah tentang zakat kepada umat, sehingga menggugah keinginan membayar zakat tidak dengan cara terkesan memaksakan dengan memotong langsung gaji pegawai dengan bekal surat edaran Kepala Daerah.
Zakat bukan pajak yang pakai target realisasi, semua umat tahun zakat itu wajib namun perhitungannya juga harus tepat jangan sampai membebani. Sosialisai yang dilakukan Baznas ke kantor – kantor pemerintah dan masyarakat tentang pajak profesi, bukanlah sosialisasi tentang pajak maupun restribusi setelah sosialisasi langsung beberapa hari kemudiaan di pungut kepada wajib pakaj. Zakat beda, zakat dibayar karena gerakan hati umat. Jadi Baznas sediakan wadahnya yang bisa dengan mudah bagi umat untuk membayar zakat maupun infag, jangan pergunakan kekuasaan yakni surat edaran Kepala Daerah untuk para pegawainya diptong gajinya untuk zakat.
Ini sudah terjadi dibeberapa daerah, para Kepala Daerah mengeluarkan surat edaran untuk para pegawainya membayar zakat tanpa memperhatikan lagi bagaimana keutuhan gaji dan kondisi keuangan yang diterima para pegawainya setiap bulan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H