Siapa yang tidak kenal seorang Goenawan Muhammad (GM). Beliau seorang sastrawan Indonesia terkemuka, Pendiri dan mantan pemimpin redaksi majalah berita Tempo.Â
Pengabdiannya di dunia jurnalistik sudah dimulai dari tahun 1970 sampai sekarang masih aktif menulis termasuk sangat update di media sosialmenyikapi  masalah kekinian, mulai dari masalah sosial, politik, sampai kemasalah agama dan kebebasan berekspresi.
Karya-karya sangat banyak saya kutip dari wikipedia berikut karya yang dihasilkan,Kumpulan esainya berturut turut: Potret Seorang Peyair Muda Sebagai Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, Kita (1980), Kesusastraan dan Kekuasaan (1993), Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2001), Kata, Waktu (2001), Eksotopi (2002). Sajak-sajaknya dibukukan dalam Parikesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), Misalkan Kita di Sarajevo (1998), dan Sajak-Sajak Lengkap 1961-2001 (2001). Terjemahan sajak-sajak pilihannya ke dalam bahasa Inggris, oleh Laksmi Pamuntjak, terbit dengan judul Goenawan Mohamad: Selected Poems (2004).
GM juga ternyata seorang aktivis kebebasan berekspresi beliau mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi), sebuah organisasi yang dibentuk bersama rekan-rekan dari Tempo dan Aliansi Jurnalis Independen, serta sejumlah cendekiawan yang memperjuangkan kebebasan ekspresi.Â
Dari ikatan inilah lahir Teater Utan Kayu, Radio 68H, Galeri Lontar, Kedai Tempo, Jaringan Islam Liberal, dan terakhir Sekolah Jurnalisme Penyiaran, yang meskipun tak tergabung dalam satu badan, bersama-sama disebut "Komunitas Utan Kayu".Â
Semuanya meneruskan cita-cita yang tumbuh dalam perlawanan terhadap pemberangusan ekspresi. Goenawan Mohamad juga punya andil dalam pendirian Jaringan Islam Liberal (JIL).
Namun sangat disayangkan membaca cuitan Beliau (GM)di twitter tentang penolakannya hadir mengisi sesi diskusi 'Germany Session' Jumat (6/9) karena panitia menghadirkan penulis muda yang juga dai' Felix Siauw. Â
"Dalam acara Indonesian International Book Festival, Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menghadirkan Felix Siauw, orang yg menentang asas NKRI. Acara itu dibiayai dana publik yg dikelola NKRI. Sebuah hipokrisi,"Â kata GM.Â
Kenapa mesti disayangkan sikap GM membatalkan kehadirannya? karena GM seorang aktivis kebebasan berkespresi. Logikanya masa aktivis kebebasan berekspresi menolak kedatangan Felix Siauw yang juga ingin membedah bukunya.Â
Itu pun bukan membahas masalah Khilafah. tapi bedah bukunya berjudul "Wanita Berkarir Surga" Buku yang membahas banyak sekali hal-hal penting mengenai wanita, bagaimana perkembangan perilaku wanita dari waktu ke waktu, peran wanita sesuai dengan syariat, kedudukan wanita secara fitrah dan keistewaan yang Allah berikan untuk seorang wanita.Â
Kalau kita flasback ke belakang dimasa pemerintahan Soeharto GM merupakan aktivis yang sudah kenyang makan asam garam pembredelan karyanya oleh rezim dan beliau berjuang untuk bahkan majalah Temponya sempat diberhentikan karena dianggap merugikan pemerintahan.Â
Bahkan GM juga sangat aktif sekali memperjuangkan Islam liberal bersama komunitasnya. Pertanyaan yang sama kenapa ketika dihadapkan dengan anak muda bernama Felix Siauw yang katanya anti Pancasila anti NKRI sikap GM berubah 180 derajat dan menolak mentah-mentah.Â
Budaya menyampaikan ekspresi seolah langsung hilang dan cap anti Pancasila langsung disematkan ke Felix Siauw, bukankah kalau memang Felix Siauw anti pancasila dan NKRI ada rana hukum sebagai pembuktiannya.Â
Bukannya membatasi bertemu dalam satu forum? ini jelas tidak mengajari kami sebagai anak muda yang suka menulis untuk beertindak bijak dengan orang lain yang tidak sependapat.
Apa GM sebagai orang sepuh dalam dunia kepenulisan, bapak GM mungkin bisa mengajak diskusi, menasehati dan bertukar pikiran dengan  Felix Siauw tentang masalah kebangsaan agar lebih jernih. Boleh jadi dengan bertemunya GM dan Ust Felix akan sama-sama membuka pikiran untuk perbaikan bangsa dan negara kedepan.Â
Tapi kalau bertemu saja tidak mau dan langsung mencap anti NKRI, maka saya takutnya kedepan akan menjadi preseden buruk. Orang kalau dianggap tidak sesuai atau sejalan dengan pemikiran langsung ditolak. Nampaknya sudah terlihat dari beberapa tahun belakangan.Â
Orang-orang yang dicap radikal atau bertentangan sikap dengan pemerintah karena kritis akhirnya acaranya dibubarkan atas nama memeperjuangkan dan membela negara. Kemanakah kebebasan berekspresi yang bapak GM perjuangkan selama ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H