Bang Jonru menjelaskan agar menulis bisa dijadikan sebagai terapi untuk hati dan pikiran maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan. Pertama, perhatikan bahasa yang digunakan, hindari bahasa negatif dan usahakan bahasa gunakan  positif yang dapat mempengaruhi pikiran bawah sadar.Â
Kedua, tidak  perlu memperhatikan EYD atau mengikuti kaedah penulisan karena yang paling penting adalah aspirasi dan keinginan berupa bahasa-bahasa hati tersampaikan lewat tulisan.
Dengan menulis, mengasah otak kiri yang berkaitan dengan analisis dan rasional. Saat  melatih otak kiri, otak kanan akan bebas untuk mencipta, mengintuisi, dan merasakan.Â
Singkatnya, menulis bisa menyingkirkan hambatan mental dan memungkinkan kita menggunakan semua daya otak untuk memahami diri sendiri, orang lain, serta dunia sekitar kita.
Melampiaskan kekesalan, curhat, bersedih, bergembira semua bisa dituangkan melalui tulisan. Kalau dulu biasanya curhatnya dengan buku diary, sekarang bebagai sarana tempat menulis tersedia, bisa melalui media sosial seperti facebook atau twitter, blog dan sejenisnya. Â Â
Dari hasil penelitian menulis 20 menit sehari sudah cukup dijadikan sebagai saran melepaskan beban pikiran. Bahkan dari hasil curhat menulis  muncul karya-karya berupa buku yang menjadi Best Seller sebut saja buku-buku tulisan Asma Nadia.
Kebiasaan menulis sudah harus di mulai dari sekarang, tidak penting berapa usianya dan apa pekerjaan tapi yang paling penting membiasakan menulis agar Indonesia maju dalam hal kepenulisan  dan tentunya menulis bisa dijadikan sebagai sarana terapi untuk  mengelola pikiran dan hati agar bisa lebih tenang, damai.
Salam SMILE
Rustan Ibnu Abbas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI