Pengalaman saya ketika saya masih duduk di bangku kuliah di salah satu universitas negeri di Kota X.
Adalah Pak Y, dosen yang terkenal killer. Karakternya kuat, disiplin ketat, cerdas, pelit ngasih nilai, berpakaian rapi tapi terkadang tak nyambung, dan arogan. Pada wajahnya menggantung kumis tebal, hidung mancung, bongkok, dan sepintas mukanya mirip Einstein, tapi kalau diperhatikan labih lanjut, lebih mirip Hitler.
Hari pertama masuk kuliah dari dosen ini biasanya memberikan kontrak. Mahasiswa yang absen ketika pertemuan pertama tanpa ada alasan yang jelas tak usah berharap lagi untuk mengikuti pertemuan berikutnya.Tamatlah riwayatnya untuk semester itu. Poin “killer-nya” pada kontrak adalah: mahasiswa sudah harus di kelas sebelum Bapak ini masuk. Tak boleh terlambat walau 1 detik pun. Sebab, kalau beliau udah di pintu saja, mahasiswa tak lagi diperkenankan masuk.
Kelas beliau selalu ramai dengan kakak kelas yang mengulang akibat tidak lulus di tahun sebelumnya. Namun seramai-ramainya, kuliah selalu hening seperti kuburan kecuali suara beliau atau mahasiswa yang jadi mangsanya.
Nilai nyaris rata kanan, alias dapat nilai (E)ntok adalah pemandangan biasa di akhir semester menjelang libur, seperti tampak ketika memperhatikan Daftar Kumpulan Nilai (DKN) mata kuliah yang diampu Bapak ini. Nilai C pun sudah bagus. Namun bukan berarti tidak akan mungkin dapat nilai A.
Kami, saya dan satu orang teman saya pernah dapat nilai A. Pada semester itu dua orang saja yang dapat A. Kontan kami terkenal di antara mahasiswa lainnya, khususnya satu angkatan kami, hehehe..
Penilaian dari bapak ini biasanya terdiri: Keterampilan presentasi, rata-rata tugas, dan dua kali tes tulis. Setiap mahasiswa yang presentasi akan ditanyai dengan gaya Sokratik. Sebagaimana rata-rata mahasiswa lainnya, saya keringat dingin, muka merah padam, suara parau, dan pipi saya sendiri bergerak-gerak sendiri, ketika ditanyai beliau.
Tampak jelas, beliau sangat memperhatikan landasan berpikir, nalar, dan kemampuan pemecahan mahasiswanya. Pembuktian teorema baris-perbaris akan dikaji sedalam mungkin. Dan biasanya, diakhir pertanyaan, akan memberikan masalah yang mengejutkan dan memang berhubungan dengan topik presentasi yang dibawakan kelompok. Sekalipun yang melakukan presentasi per kelompok, namun setiap anggota akan mendapat jatah pertanyaan-pertanyaan menukik tentang aksioma, definisi, teorema, yang sedang dikaji. Dan dari sinilah salah satu penilaian formatifnya.
Soal-soal yang disusun Bapak nyaris tak akan berulang seperti dosen lainnya. Sementara itu, ada dosen saya yang lain yang tahun ke tahun itu-itu saja soalnya tak berubah walau satu karakter pun, baik angka ataupun hurufnya. Paling ada yang mirip. Terkadang beliau melakukan penskoran minus untuk jawaban salah untuk nilai objektif. Tesnya selalu terdiri dari tes objektif dan essay.
Yang paling memuakkan bagi saya adalah menjawab essay karena cara menyelesaikan harus sesuai dengan gaya pemecahan beliau. Harus sesuai, tak ada tempat bagi kreativitas kita pribadi, atau berdasarkan pemahaman dari referensi lain. Beda berarti salah.
.Jadi, ketika mempelajari diktat dari Beliau, selain memahami dengan baik dan teliti, juga harus mengingat polanya. Tak jarang mahasiswa menjadi mempelajari bahan kuliah dari beliau secara mekanistis demi hanya mengerjakan persis seperti yang Beliau maksud.
Dan inilah sebenarnya yang ingin saya ceritakan:
Catatan sebelumnya hanya menggosip, gosip pengantar untuk gosip saya yang beikut.