Mohon tunggu...
Russell Darren Wilaysono
Russell Darren Wilaysono Mohon Tunggu... Editor - Murid

saya adalah orang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kanisius, Hal yang Tak akan Diubah oleh Waktu

18 September 2024   22:56 Diperbarui: 18 September 2024   23:42 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan perkembangannya jaman, tentu segala hal tidak akan bersifat konstan. Perubahan adalah hal yang tak dapat dihindari. Sudah 5 tahun menuju 6 tahun saya belajar dan berdinamika di Kolese Kanisius. Awalnya saya hanya anak kecil berumur 12 tahun yang mendaftarkan diri ke Kanisius dikarenakan mengikuti langkah jejak kakaknya. Saya masuk dengan pikiran dan hati terbuka, tidak sadar seberapa besar pengalaman ini akan mengubah pribadi saya yang dulunya egois, mudah menyerah, dan susah bersosialisasi. 

Sekolah awal saya bisa dikatakan 180 derajat dari Kanisius. Di SD hanyalah belajar dan belajar dan belajar, sedangkan di CC saya mengikuti berbagai kegiatan seperti Compassion Week, IB, dan lainnya. Di SD saya bisa dikatakan salah satu anak paling unggul di angkatan, tiba di CC saya bahkan tidak bisa dikatakan "biasa". Mental saya tertampar, ditendang, dibanting. Berbagai momen saya merasa ingin menyerah, berbagai saat saya hilang dari jalan saya, terjebak dalam sebuah ruangan tanpa pintu keluar.

 Angkat tangan bukanlah salah satu solusi yang dapat diambil. Keinginan diriku yang untuk menjadi lebih mulai menghilang. Namun, saya ingat sekali suatu momen yang mengubah pandangan diriku terhadap Kolese Kanisius. Saat saya mengikuti kegiatan compassion week, saya sekali lagi dilempar dalam suatu lingkungan yang sangat asing bagi diri saya yang sheltered. Saya disuruh memungut sampah di kali dan ruko sekitar gondangdia. Awalnya, tentu saya merasa sangat jijik dan ogah untuk mengambil langkah. Tetapi karena paksaan saya akhirnya mengikuti saja. Rasa "keseruan" yang tak pernah saya rasakan mulai membakar dalam diri saya. Mungkin karena teman yang hadir di sebelah saya, mungkin karena hal baru, tetapi satu hal pasti, saya mau terus melakukannya. 

Banyak sekali kegiatan-kegiatan lainnya yang saya ikut serta aktif di dalam CC, walaupun sayangnya beberapa terlewat karena Covid. Saya sadar dalam diri saya, bahwa kesempatan dalam melakukan hal baru yang tak pernah dialami dulunya menjadi salah satu bahan bakar kesemangatan yang terus mendorong saya. Itu mengapa saya berpendapat bahwa walaupun tentu Kolese Kanisius telah berubah dari zaman ke zaman, ia tetap menjadi dasar yang bagus untuk fondasi murid. Dari awal sendiri Kolese Kanisius merupakan sekolah top di Jakarta, bahkan Indonesia. 

Bangunan yang hebat, fasilitas yang cukup lengkap, serta guru yang baik dan siap membantu murid tentu mendukung proses formasi para murid, tetapi kegiatan-kegiatan yang terus dilempar juga sangat menyokong. Dari sebuah penelitian, ditemukan bahwa kegiatan di luar sekolah juga bantu meningkatkan pencapaian akademik. Kegiatan-kegiatan di luar belajar juga ikut melatih keterampilan serta kecerdasan cara kerja otak. 

Dari pengalaman saya, kemampuan saya untuk berpikir lebih kritis meningkat dari kontemplasi berbagai keputusan yang disediakan. Selain demikian, kemampuan untuk mengatur waktu menjadi faktor mengapa berbagai murid lulusan Kolese Kanisius terlihat tidak kewalahan dalam dunia kerja. Dengan berbagai aktivitas yang butuh diikuti, berbagai tugas yang ditumpuk, serta berbagai ulangan yang harus dikerjakan, tidak heran bahwa waktu harus dapat dibagi dan dibedakan mana yang penting dan yang tidak. 

Tentu, cara mengajar Kolese Kanisius telah berubah. Zaman dulu bisa dikatakan "kekerasan" guru terhadap murid masih hadir, mengajar masih menggunakan papan tulis dan spidol, tugas ulangan dan sertanya dikerjakan dan dikumpul menggunakan kertas. Sejak 2019, murid baru diberikan chromebook. Sejak demikian, tugas, pembelajaran, bahkan ulangan sudah mulai berpindah menuju dunia online. Apabila hal tersebut lebih baik atau buruk masih dapat didebatkan, tetapi hal yang menjadi paling penting selama pembelajaran di Kolese Kanisius adalah nilai-nilai yang didapatkan. Bagaimana caranya belajar, daring maupun langsung, tidak ada gunanya jika tidak didasarkan dari nilai dan sikap yang dibutuhkan dalam berproses. 4C dan 1L, yang ditanam dalam diri masing Kanisian, menjadi salah satu alasan mengapa mereka dapat berkembang menjadi sedemikian rupa. 

Hal yang saya ingin sampaikan, adalah bagaimanapun Kolese Kanisius berubah dari zaman sejak pendirian, sekarang, dan waktu yang akan mendatang, hal yang paling penting adalah bagaimana mereka tidak melupakan "semen" dari fondasi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun