Sekali lagi Mas Hario Dalem menengadahkan wajahnya. Bulan itu masih memancar di langit, dan bintang-bintang masih bergayutan pada dataran yang biru.
"Paman," gumam Benteng Surolawe itu perlahan-lahan "besok kita akan mulai dengan persiapan yang terakhir.Â
Mudah-mudahan kita akan dapat merebut daerah leluhur itu kali ini."
Panitis berpaling, nada ucapan itu sama sekali tidak bernafsu seperti isinya. Mas Hario Dalem seakan-akan berkata asal saja mengucapkan kata-kata.Â
Karena itu Panitis tidak segera menjawab. Dibiarkannya Mas Hario Dalem berkata pula:Â
"Besok kita akan mulai lagi dengan suatu gerakan. Aku mengharap lusa kita telah berada di kadipaten."
 "Ya ngger."
Mas Hario Dalem sama sekali tidak tertarik kepada jawaban Panitis. Bahkan seolah-olah tidak didengarnya.Â
Ia masih saja berkata seterusnya:Â
"Besok aku akan mulai dengan pembunuhan-pembunuhan dan kematian-kematian baru. Besok aku mengadakan benturan benturan antara manusia dengan manusia. Antara sesama yang mengalir dari sumber yang satu."
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H