Tetapi dalam konteks sikap "bawa leksana" ketiganya patut menjadi contoh terutama bagi para prajurit. Mereka rela gugur bersimbah darah sebagai seorang ksatriya sejati.
2. Para Pandawa sebagai ksatriya utama tentu juga tidak kalah pamornya untuk bisa menjadi contoh dalam memperjuangkan nilai-nilai kebaikan.
Namun mereka sudah terlanjur ter-stikma sebagai figur panutan. Tentu tidak harus selalu Pandawa kan?Â
Orang tidak akan heran lagi jika misalnya Bima atau Arjuna yang ditampilkan dalam kisah ini. Lagi pula mereka tidak gugur di tengah peperangan.
3. Makna kisah Tripama ini terutama dimaksudkan untuk menggugah jiwa "keprajuritan", atau jiwa "korsa" untuk istilah tentara kita.Â
Namun konteks prajurit harus dimaknai secara luas. Prajurit bisa berarti pula para pegawai, karyawan, petani, bahkan pedagang. Mereka ini adalah para ksatriya di bidangnya masing-masing.
4. Menurut hasil kajian penulis kelompok "pemuka agama" bukanlah termasuk yang dituju oleh Serat Tripama.
Mereka adalah figur yang berada di atas para ksatriya yang tentu memiliki kriteria tersendiri.Â
Itulah sebabnya dalam serat ini Sri Mangkunegara IV sengaja tidak menyinggung Sang Dewa Brata atau Begawan Bisma.
5. Berdasarkan analisa penulis sikap "bawa leksana" yang ditunjukkan Bisma jauh melebihi ketiga ksatriya itu.Â
Mulai dari kerelaannya melepas singgasana Astina, sumpah wadatnya, keikutsertaannya dalam sayembara demi kebahagiaan adiknya, dan tentu masih banyak lagi sisi kehidupan Bisma yang patut menjadi suri tauladan kita semua.Â