Tak seberapa lama satriya dari Astina itulah yang kemudian memulai menyerang.
Tombaknya berputar-putar mencari kesempatan untuk mematuk lawannya. Demikian cepatnya, seolah-olah Burisrawa memegang puluhan tombak.Â
Beberapa kali Setyaki dibuat terkejut terutama jika tombak itu kebetulan meluncur menyerang dari arah yang belum dapat ia duga.Â
Bahkan kadang-kadang senjata Burisrawa itu tiba-tiba saja sudah mendekati kulitnya tanpa dapat diperhitungkan arahnya.
Sehingga semakin sengit mereka bertempur, tombak itu menjadi semakin membingungkan.Â
Seolah-olah telah berubah menjadi senjata yang tidak terhitung jumlahnya.
Namun bukan sang Bima Kunthing namanya kalau mudah menyerah pada kesulitan.Â
Orang muda yang menjadi senopati sekaligus adik ipar Raja Dwarawati ini telah ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan, termasuk keprigelan olah senjata Gada dan Cemeti yang dilambari dengan kekuatan penuh.Â
Melalui pengamatannya yang tajam Setyaki segera memahami kehebatan permainan senjata lawannya.Â
Rupanya gerakan tangan kanan dan kiri yang saling melempar dan menerima dengan kecepatan yang sangat tinggi adalah merupakan rahasianya.
Pantas sejak tadi tombak ini hanya berputar-putar tanpa menyerang secara sungguh-sungguh.
Agaknya ilmu tombak ini pada tahap awal hanya ingin membuat kebingungan dan sekaligus memecah konsentrasi lawan.
Karena itu dengan kecepatannya pula Setyaki berusaha menggunakan senjata gadanya untuk mematahkan kombinasi tangan kanan kiri lawannya.Â
Mula-mula agak kesulitan namun berkat ketekunannya Satriya Lesanpura ini akhirnya mampu mencapai maksudnya.Â
Dengan demikian tombak Burisrawa yang semula bagaikan berpuluh-puluh jumlahnya kini semakin jelas bentuknya dan semakin mudah pula ditebak gerakannya.
Setyaki yang semula sempat ragu-ragu kini bisa bernafas lega, diam-diam lelaki muda itu merasa bersyukur telah menemukan jalan untuk menghadapi lawannya.
Sebaliknya Patih Sengkuni menjadi berkerut keningnya, sekarang dialah yang mengkhawatirkan keponakannya.
Menyaksikan gerakan tombak Burisrawa yang kian tidak menentu hatinya merasa semakin gelisah.
"Licik sekali kau anak kunthing," teriak Burisrawa.
Satriya berambut gimbal yang semakin dijalari oleh rasa panas di dadanya itu bertempur semakin dahsyat.Â
Dia tidak perduli apakah lawannya sudah mampu mengetahui rahasia permainan tombaknya atau tidak. Yang penting baginya ialah menyerang dan menyerang.Â
Maka iapun menjadi bertambah garang dan menyerang tanpa terkendali.Â
Keringat yang membasahi seluruh tubuhnya seolah-olah membuatnya semakin garang.
Setyaki yang menyaksikan keadaan lawannya itu menjadi tersenyum. Seberapapun banyaknya serangan tombak dia akan mudah menghindarinya.
Namun ia tidak mau hanya diburu oleh serangan demi serangan. Karena itulah maka Singamulanjaya itu telah mulai membalas menyerang.
Dengan tangkasnya ia berusaha menemukan arah yang tepat. Cepat sekali senjatanya bergerak menyilang dengan mengambil celah gerakan tombak lawan.Â
Selanjutnya Gada Wesi Kuning itu menyambar lambung dengan gerak mendatar.
Burisrawa yang sama sekali tidak menduga datangnya serangan itu menjadi terkejut.Â
Cepat sekali ia menghadang serangan itu dengan ujung tombaknya. Terjadilah benturan dua senjata yang membuat bunga api berpijar.Â
Sedang akibatnyapun mengejutkan pula. Gada Setyaki terdorong beberapa jengkal kearah samping. Dengan susah payah ia bertahan agar senjata itu tidak terlepas dari genggamannya.
Sedang akibat yang dialami oleh Burisrawa ternyata lebih berat. Tombak yang dihantam oleh Gada Wesi Kuning dengan kekuatan penuh itu terlempar beberapa langkah.Â
Dan si rambut gimbal itupun segera meloncat surut ke belakang sambil bersiap menghadapi serangan lawan berikutnya.***
Bersambung ke tautan berikut:
https://www.kompasiana.com/rusrusman522/5c88ace60b531c3efe32ff12/pergulatan-setyaki-dan-burisrawa-9
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI