Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rusman: Cerpen, Wiryo dan Anak Gadisnya

21 Januari 2019   17:39 Diperbarui: 28 Februari 2019   06:40 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki itu bernama Wirya. Tinggal bersama istri dan anak gadisnya, di lereng sebuah bukit yang diberi nama bukit sendang. 

Memang kebetulan di dekat bukit situ ada sendang yang selalu bersih airnya.

Konon dulu tempat ini terkenal angker, sehingga belum banyak penduduk yang berani tinggal di situ.

Namun pada siang hari bukit sendang selalu ramai, sebab semua kebutuhan air orang se desa berasal dari tempat itu.

Beberapa hari ini keluarga Ki Wirya nampak merasa gelisah.

"Mengapa kau bersedih? Bukankah kau akan segera punya menantu?"

Tanya mbah Minto saat ketemu di kebun. Mereka sama-sama menyiram tanaman.

"Ya tentu, tapi itu artinya anak gadisku satu-satunya juga akan meninggalkan kami karena ikut suaminya."

"Lho, kok begitu. Wirya Wirya! Sungguh kebangeten kamu ini. Memangnya anak gadismu kamu suruh nungguin kamu terus," kata mbah Minto sambil mengajak Wirya duduk, "terus siapa yang akan membuatkan cucu untukmu. Apa kamu tidak ingin seperti Marno, Sardi dan tetangga-tetangga kita yang lain itu."

Kini Wirya jadi terdiam. Nampaknya mengena juga kata-kata Mbah Minto.

"Jadi orang tua itu mbok ya jangan begitu. Sudah menjadi fitroh manusia bahwa kalau sudah dewasa semua harus menikah. Lalu punya keturunan. Lalu kita yang sudah tua ini kelak akan mati  juga. Terus siapa yang akan meneruskan riwayat hidupmu kalau tidak anak dan cucumu," nampak Wiryapun masih diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun