Tetapi apapun yang terjadi Pengawas sekolah adalah sebuah profesi, yang tentunya ibarat mutiara meskipun ditanam dalam kubangan lumpurpun cahayanya tetap bersinar. Tidak mudah lekang oleh panas dan tidak gampang lapuk oleh hujan. Pengawas Sekolah harus mampu menunjukkan jati dirinya yang dewasa, tidak sekedar mengobral kekuatan, sebab kekuatan hanya menghasilkan rasa takut dan pada gilirannya melahirkan pula sikap dependent behavior (Soerjono Soekanto, 1978).
Keprofesian Pengawas Sekolah itu setidaknya dapat kita simpulkan dari berbagai peraturan yang mengatur tentang keberadaannya. Paling tidak ada tiga lembaga setingkat kementrian (nasional) yang telas menerbitkan produk hukum dalam rangka mengatur proses kerja profesi ini. Ada Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional Dan Kepala BKN No. 03/V/PB/2010 dan No. 14 Tahun 2010. Ada pula Peraturan Menteri PAN & RB No, 21 Tahun 2010.
Selain itu ada beberapa regulasi lain yang langsung atau tidak langsung juga memberikan dasar bagi eksistensi jenis jabatan ini. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah 74 tahun 2008 tentang Guru khususnya pada pasal 15 bahwa pengawas sekolah adalah jabatan yang memiliki kewenangan penjaminan mutu pendidikan di daerah, sehingga untuk itu dia mendapatkan tunjangan profesi guru. Dijelaskan pula bahwa pengawas sekolah adalah guru pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah.
Tidak heran jika kemudian banyak yang mengatakan bahwa Pengawas Sekolah merupakan puncak karir profesi guru secara fungsional. Kewajiban dan tugas pokoknya adalah melaksanakan kegiatan kepengawasan di sekolah binaannya, yang pada intinya mengawal penerapan standar nasional pendidikan sekaligus merupakan serangkaian proses meningkatkan penjaminan mutu pendidikan nasional. Tujuannya dalam rangka mencerdaskan kehidupan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, agar dapat bersaing secara kompetitif dalam percaturan dinamika kehidupan, baik secara lokal, regional, dan bahkan internasional. Tetapi dari serangkaian tugas-tugas penting yang ada di pundak pengawas sekolah itu, tidak dipungkiri munculnya berbagai kendala yang dihadapi. Kendala itu datang baik sebagai efek dari kebijakan pemerintah daerah maupun adanya overlapping beberapa peraturan pemerintah pusat.
Menurut hemat penulis untuk mengatasi semua problema di atas caranya adalah dengan meningkatkan kinerja pengawas sekolah dan hasil kepengawasanya. Hasil kepengawasan harus melahirkan rekomendasi yang didasarkan pada fakta dan data-data kuat. Hasil kepengawasan harus datang dengan argumentasi yang tidak mudah dipatahkan sehingga menjadikan pembuat kebijakan (decision maker) tidak punya pilihan lain kecuali menerima dan menindaklanjuti dalam berbagai keputusannya. Hasil kepengawasan yang dirumuskan ke dalam bentuk rekomendasi itu harus merupakan buah dari sistem yang kuat yang dibangun secara kompak oleh para pengawas sendiri sehingga merupakan keputusan bersama.
Sekali lagi, bangkitlah kita para Pengawas Sekolah. Tugas mulia tetapi sungguh berat menanti kita di depan. Simaklah sindiran halus dari seorang aktivis sosial di bawah ini, yang mestinya harus membuat kita perlu malu:
"Sudah puluhan tahun energy bangsa kita terbuang sia-sia untuk menciptakan manusia Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala beban kurikulum yang luar biasa beratnya. Padahal jika potensi IQ siswa hanya 90 atau 100, diberi pelajaran tambahan berapapun tidak akan bisa meningkatkan hingga 120." (Ratna Megawangi, dkk., 2008). Jadi, sekali lagi kita perlu malu. Hehehe...!
Keterangan:
Penulis adalah Pengawas Sekolah di Kabupaten Tuban.