Mohon tunggu...
Petrus Kanisius Siga Tage
Petrus Kanisius Siga Tage Mohon Tunggu... Administrasi - Akademisi setengah matang

Akademisi setengah matang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pantang Mundur dan Menolak Kendor

4 Februari 2019   12:11 Diperbarui: 4 Februari 2019   12:36 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak berdiri pada tahun 2002 yang lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bekerja untuk menangani pelbagai kasus korupsi. Kasus-kasus tersebut pada umumnya menyangkut penyelenggara negara, mulai dari tingkat menteri, pimpinan lembaga tinggi negara, gubernur, bupati, hingga kepala desa

Dalam proses pemberantasan korupsi di Indonesia ternyata KPK tidak melewati jalan yang mulus. Di tengah kepedulian dan komitmen untuk pemberantasan korupsi, sejumlah pihak yang sangat dirugikan dengan kerja pemberantasan  korupsi justru melawan balik.

Berbagai isu dan cara dilakukan, mulai dari cara yang seolah-olah konstitusional, rekayasa hukum, serangan langsung, dan pembiaran secara politik atas nama tindak ingin intervensi dalam proses hukum.

Tindakan pelemahan kepada KPK berulang kali dilakukan secara sistematis dengan mempreteli kekuasaan dan kewenangan hukumnya. Selain itu, institusi pemberantasan korupsi disusupi oleh kepentingan yang tidak sepenuhnya komit terhadap usaha pemberantasan korupsi

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat beragam bentuk pelemahan dan serangan balik terhadap KPK, di antaranya: wacana pembubaran KPK, revisi Undang-Undang KPK, judicial review (Uji Materi) Undang-Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi, kriminalisasi dan rekayasa hukum terhadap pimpinan KPK, pengepungan Kantor KPK, penyerobotan kasus yang ditangani KPK, intervensi langsung dalam forum rapat kerja DPR dengan KPK, dan memblokade anggaran pembangunan Gedung KPK.

Selain langkah-langkah diatas, dalam beberapa pekan terakhir, kita mendengar setidaknya ada dua serangan teror fisik kepada KPK, dari penyidik-penyidik hingga pimpinan tertinggi lembaga mereka.

Pada hari Rabu (9/1/2019), terjadi teror bom yang dikirim ke rumah dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang pertama, bom molotov menyasar kediaman Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Kalibata, Jakarta Selatan. Tak berselang lama, benda mirip bom pipa yang belakangan telah dikonfirmasikan polisi sebagai bom palsu (fake bomb) ditemukan tergantung di pagar rumah Ketua KPK Agus Rahardjo di Bekasi, Jawa Barat.

Lalu pada  Sabtu (2/2/2019) kasus penyerangan kembali dilakukan kepada 2 pegawai KPK, mereka dianiaya saat sedang menjalankan penyelidikan di Hotel Borobudur, Jakarta

Serangan yang targetanya  menyasar rumah pimpinan KPK maupun penyidik yang sedang bertugas adalah sebuah sinyalemen upaya corruptor's fight back yang semakin menjadi-jadi dan berani.

Pertama, melalui penyerangan rumah, pelaku seolah-olah mengirimkan pesan bahwa jika mengurusi perkara korupsi, bukan hanya petugas yang akan menjadi target penyerangan, tetapi bisa jadi keluarga petugas akan menjadi korban.

Kedua, dengan meyerang pegawai yang sedang bertugas mereka menunjukan bahwa saat ini mereka mempunyai kekuasaan yang tak terbatas dan semakin kuat untuk melawan KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun