Stasiun dipenuhi gemuruh penumpang yang kian menyemut di muara lintasan. Kereta sudah terlambat dua setengah jam. Lelaki perempuan mencoba membunuh waktu dengan pikirannya masing masing. Ada yang melirik arloji berkali kali, ada yang mengeraskan volume pemutar musik yang digenggamnya sedari tadi.
Petugas stasiun terbata menenangkan segerombol pekerja yang menanyakan kapan kereta akan tiba. Senja sudah menggantung, langit sebentar lagi menjadi malam. Satu dua pekerja tak henti menggedor kaca kubikal penjual karcis. Kereta tak pernah terlambat selama ini.
“Aneh ya mbak, pas lebaran aja keretanya ndak sampai begini.”
Gemuruh suara penumpang yang terlambat keretanya makin menguar nyaring.
***
Puluhan orang menyesak di belakang garis polisi. Beberapa dari mereka menyalakan senter demi bisa melihat apa yang sedang terjadi. Penduduk sekitar lintasan kereta dikejutkan dengan suara lengking perempuan senja tadi. Suara lengking itu meningkahi deru kereta yang menjadi rutin bagi mereka.
Seorang polisi sibuk menyisir semak dan puing puin sampah, tangan kirinya memegang mangkuk dan tangan kanannya terselip sumpit. Tubuh pemilik lengking itu terhantam laju kereta hingga hancur. Serpihannya berserak di sekitar lintasan kereta.
Petugas polisi lain sibuk mengambil foto, bola mata yang terselip di sela rerumputan.
***
"Itu bukan seperti yang kamu kira Ratri!"
Pria itu menggegas langkahnya
"Ratri!"
Dipanggilnya perempuan itu berkali kali, langkah Ratri tetap sama, setengah berlari. Sulit baginya melihat lelaki yang telah dicintainya bertahun tahun tengah berpelukan dengan mantan kekasihnya.
“Ratri. Tunggu! Aku bisa jelaskan!”
Ratri mendadak menghentikan langkahnya, kejaran pria itu berhenti di titik temu. Nafasnya memburu
"Jelaskan Rangga! Jelaskan!”
Rangga terdiam. Ia tak menyangka Ratri akan berhenti setelah ia mengucapkan kalimat yang ia tau hanya sekedar basa basi, khas upaya lelaki manapun untuk menghentikan rajuk perempuannya.
Jeda hingga semenit lamanya membuat isak Ratri kian menganak
“Apa penjelasanmu? Rangga? Apa?!”Suaranya meninggi
“Aku yang mencintaimu tanpa keluh, dengan penuh! Sementara kamu hanya bisa menjanjikan upaya, usaha, janji untuk mencoba tapi mana?! Perempuan itu datang kembali dalam hidupmu dan yang kau lakukan untuk menghargaiku adalah dengan kembali padanya?”
Nafasnya terengah, airmata mengaburkan pandangannya
“Bodohnya aku, aku membuat diriku sendiri berada dalam delusi bahwa kamu sedang berupaya mencintaiku. Membalas perasaanku!”
Rangga tersudut. Ia tau perasaannya sendiri. Tidak sekalipun ia mencintai Ratri sebab seperti Ratri, Rangga sedang sama keras kepalanya mencintai seorang perempuan saja dari masa lalunya.
***
Malam kian kelam saat kepala polisi berteriak lantang.
“Dompet korban sudah ditemukan. Korban bernama Ratri Wendana Putri!”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H