Salahkah berharap..
Karena aku yang tak sempurna..
Kebanyakan, bukan.. sebagian cowok pernah bertanya padaku. “kenapa se kamu itu kok cuek ?”. “kamu itu jutek.. sombong..”. yaa terserah mereka mau bilang apa. Sesuatu itu dilakukan oleh orang pasti ada sebabnya thoo.. yang gak semua orang mau menggali itu. Iyaa.. aku cuek dan terkesan jutek atau sombong. Kamu tau gak, di dalam sini, perasaan ini, aku sebenarnya ingin menunjukkan bahwa aku bukan seperti yang kamu pikirkan.
Aku sering berkenalan dengan laki- laki. Berteman.. itu hal yang menyenangkan. Namun hal itu sementar saja. Aku tau.. aku tak harus menyalahkan siapa siapa, karna tak ada yang salah. Tapi aku juga berpikir kenapa selalu seperti ini.
Sebenarnya.. dulu aku sangat malu, sangat inferior dengan keadaanku dan aku merasa tidak ada orang yang akan mau padaku. Aku terus menghindatri laki- laki bahkan takut pada segerombolan mereka. Begitu mindernya aku hingga selalu berusaha menutupi keadaanku entah bagaimana caranya. Namun aku pun menyadari, hal tersebut sudah menjadi bagian dari diriku yang takkkan bisa lepas dariku. Tetap seperti itu dan takkan berubah.
Aku.. setelah beranjak remaja, merasa wajar untuk merasakan yang namanya cinta. Berbagai pengalaman telah kualui yang semuanya memiliki akhir yang sama. Putus.
Aku tak tau apa yang aku rasakan saat menghadapi semacam penolakan dari laki- laki. Entah itu sakit atau kecewa atau datar.. aku tak tau bagaimana aku melewatinya. Pernah suatu ketika, aku berkenalan dengan laki- laki lewat hp. kita menjalin komunikasi dengan baik. Kita belum pernah bertemu satu sama lain. hingga pada akhirnya, kita janjian ketemu. Pada saat itu, entah dia atau bukan tapi aku yakin itu dia, aku menghampirinya dan dia melihatku. Seketika itu dia buru- buru pergi meninggalkanku. Aku mengerti apa yang ia rasakan, mungkin ia kecewa setelah tau aku yang sebenarnya. Aku tidak cantik seperti yang ia bayangkan mungkin. Aku tidak cantik, aku tidak menarik dan mungkin memang layak mendapatkan perlakuan seperti ini. Yaa.. pengalaman seperti itu aku terima saja, tanpa protes. Biarkan berlalu.
Dulu, aku sering mengalami hal seperti itu, kadang membuatku berpikir, apa salahku.. kenapa aku tak seperti mereka yang lain. mudah mendapat penerimaan dari lawan jenis, punya penampilan menarik. Terkadangpun merasa bahwa aku orang yang paling malang sedunia.
Aku.. dengan pengalaman menyedihkan seperti itu, lantas membuatku menjadi seorang yang mudah berharap. Seperti orang yang haus kasih sayang dari lawan jenis. Aku menjadi responsif hingga aku tak menyadari hal itu dapat merugikan diriku sendiri. Jika ada orang yang mendekatiku, aku akan meresponnya karena menganggap hal itu yang kubutuhkan. Aku membutuhkan penerimaan. Itu saja. Dalam percintaan, aku akan mencintai sepenuh hati dan berharap mendapat rasa yang sama. Namun pada kenyataannya tidak demikian. Telah lama aku merasakan hal ini hingga terakhir kali aku merasakannya.
Aku merasa.. semua hal yang terjadi terkait dengan masalah relasi dengan lawan jenis berakar dari penolakan mereka terhadap keadaanku. Entah aku terlalu dini untuk mengklaim atau tidak, itulah yang aku rasakan. Daa aku mengira, luka yang dulu aku alami takkan terulang lagi.
Belum lama ini, aku berkenalan dengan seseorang, kita berkomunikasi dengan baik dan sangat dekat meskipun belum pernah bertemu sebelumya. Sampai akhirnya kita bertemu, dia mengantarku dari rumah ke tempat kostku. Semuanya berjalan dengan baik. Aku merasa dia dapat menerimaku (untuk tetap melanjutkan pertemanan denganku). Kita jalani hari itu dengan menyenangkan. Dia mengajakku untuk makan di warung pinggir jalan. Kita makan, aku tak ragu, inilah aku, mau kamu menilai seperti apa itu hak kamu. Aku makan dengan biasa dengan tangan kiri dan dia tak menunjukkan respon. Mungkin dia takkan masalah dengan hal ini. Hingga kita meneruskan perjalanan dan sampai kostku. Kita ngobrol dan diapun berpamitan. Setelah kejadian itu kita masih berkomunikasi dengan baik. Besoknya kita masih komunikasi namun tidak se-intens dulu. Hingga lama kelamaan dia tidak menghubungiku sama sekali. Aku mencoba mengirim pesan beberapa kali, tak mendapatkan respon darinya. Perasaan itu muncul lagi.. mungkin dia memang tak mau berteman denganku. Aku masih berharap dapat berteman lagi dengannya. Hingga saat ini.
Setelah pengalaman tersebut, aku berkenalan lagi dengan seseorang. Kita berkomunikasi dengan cukup baik meskipun belum pernah bertemu.hingga tiba saat kita bertemu. Saat itu dia mengajakku bersalaman, dan akupun bersalaman. Semua berjalan seperti biasa. Dia membawakanku makanan. Setelah kita mengobrol dia berpamitan. Kita tetap berkomunikasi setelah pertemuan itu. Dia bertanya padaku, “tangan kanannya kenapa ?”. lalu aku menceritakan asal usul keadaanku dan dia tetap memberiku semangat. Komunikasi kami lambat laun semakin jarang dan kini terasa pudar dan menghilang. Yaa.. tak apa lah.. bukankah aku telah sering merasakan dan mengalami hal seperti ini. Terima saja..
Kini.. pada detik ini.. tak ada (laki- laki ) yang ku merasa mengisi hariku.. yang ada hanya biasa saja. Aku pernah berpikir, aku ini sudah dewasa. Segala yang terjadi dalam hidupku adalah pelajaran. Dan aku tak ingin menjadi seorang yang mdah menaruh harapan pada orang lain. karena.. rasanya penolakan itu sakit sekali. Mungkin kau dapat tersenyum dan tertawa untuk menyembunyikan keadaanmu, namun sakitnya tetap terasa dan larut di dalamnya.Yang bisa mengobati hanyalah diri sendiri. Bagaimana mengubah pandangan kita terhadap sesuatu atau pengalaman agar dapat membawa kebaikan dalam diri kita.
Sekarang.. kamu (yang menganngap aku cuek, jutek, sombong) tau kan kenapa aku bersikap seperti ini. Aku tak ingin terlau berharap lagi. Karna aku telah akrab dengan penolakan dan sakit yang dibawanya. Dengan keadaanku yang seperti ini, yang tak sempurna ini, aku tak ingin terluka lagi dengan pandangan sebelah mata dari orang lain. Ya.. aku tak tahu kelebihanku apa, tapi Allah pasti menganugerahkan itu disamping kekuranganku yang nampak jelas ini. Karena itulah aku bertahan sampai saat ini. Sebenarnya, jauh di dalam hatiku, aku ingin ada seseorang yang lancang memasuki hati ini, yang berusaha mendobrak pagar yang selama ini kubangun dengan segala rasa inferioritas. Hingga ia dapat membantuku meruntuhkan pagar itu dengan cintanya.
Mii, 26 sept 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H