Pagi yang cerah. Dari bilik jendela, ku pandangi dua burung yang saling berkejar- kejaran. Sesekali kicauan burung itu saling bersahutan menggema di telingaku. Allah menciptakan segala sesuatunya berpasang- pasangan. Sunnatullah setiap makhluk ingin disayangi, dimanja oleh kekasihnya. Masing-masing bereksplorasi dengan cara yang berbeda. Kedua burung itu masih terlihat jelas di kelopak mataku. Mereka terlihat sangat bahagia, udara sejuk semakin membuat syahdu suasana. Hingga aku beranjak, mereka masih asyik menari-nari di angkasa.
“Rindu menikah” ya, apa yang aku rasakan sekarang adalah anugerah dari Allah. Aku jadi teringat Ulfa, temanku semasa kuliah dulu. Terakhir kali aku menghadiri resepsi pernikahan beliau. Masih terbayang di benakku, senyumnya saat bersanding di pelaminan. Kebahagiaan yang terpancar begitu jelas. Pertemuan dan perpisahan adalah rahasia Allah, jodoh bisa datang saat kita sangat merindukannya, bisa pula saat kita ingin mengundurnya.
Semasa masih kuliah, Ulfa sangat antusias agar menikah di atas usia 25 tahun. Tapi nyatanya, di usia 22 tahun beliau menikah. Begitulah takdir, apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi. Pun demikian yang terjadi dengan adik kosku. Beliau ingin menikah di usia muda, tapi Allah berkehendak lain, rencana pernikahannya batal.
Kesiapan menikah tidak diukur dari ingin atau tidaknya, tapi dari sejauh mana seseorang memperbaiki diri dan memantaskan diri menjadi yang terbaik bagi pendamping hidupnya kelak. Pernikahan tidak sekedar hubungan biologis, peroleh keturunan dan hidup berkecukupan. Lebih dari itu, pernikahan juga artinya mengokohkan bangunan dakwah, memperluas jalinan kekeluargaan, melahirkan jundi-jundi pengangkat izzah Islam dan menebar kebaikan yang lebih luas bagi umat.
Menikah dini bukan berarti tergesa- gesa dalam menentukan sikap, menunda pernikahan juga bukan berarti menganggap pernikahan tidak penting. Keduanya adalah sikap hebat. Pernikahan dini jika diawali dengan niat yang lurus untuk menjaga kehormatan, memperluas kekeluargaan dan diiringi dengan sikap mau belajar dan memberikan yang terbaik bagi pasangan tentu merupakan sebuah kebaikan.
Menunda pernikahan dengan diiringi mempersiapkan bekal juga bagian dari kebaikan. Setiap diri pasti menginginkan bisa mempersembahkan yang terbaik bagi yang dikasihinya. Ilmu yang memadai, tabungan yang cukup, fisik yang sehat dan amalan yaumiyah yang terjaga. Menikah tidak bisa hanya berlandaskan cinta. Karena menikah bukan untuk satu atau dua hari, tapi untuk selamanya, seumur hidup.
Menikah dengan orang yang dicintai tentu sangat indah. Siapapun pasti menginginkan hal itu. Namun, jodoh bukan ditentukan dengan cinta atau tidak. Karena bahaya kalau setiap yang jatuh cinta berjodoh. Tidak terbayang jika seorang pemuda tanpan dicintai oleh 10 wanita cantik atau lebih. Karena tidak mungkin ia menikahi semua gadis cantik itu. Bisa jadi 1 diantara yang sepuluh yang menjadi jodohnya. Sembilan orang akan kecewa jika mencintai karena nafsu. Atau pemuda itu sama sekali tidak berjodoh dengan seorang pun diantara 10 gadis yang mencintainya.
Sebaliknya, jika seorang gadis cantik dicintai oleh 10 pria. Bagaimana mungkin si gadis poliandri dengan menikahi sepuluh pria yang mencintainya, tidak mungkin bukan? Artinya, cinta adalah bagian dari sunnatullah yang pasti akan menyinggapi setiap insan sebagai ujian dari Tuhan. Kalau saja yang saling mencintai seperti Romeo dan Juliet pada akhirnya tidak bersatu, apalagi bagi yang mencintai dengan bertepuk sebelah tangan.
Bagi para pecinta, sudahlah... lupakan rasa cinta itu. Jika engkau tidak mampu, maka biarkanlah cinta itu ada hingga Allah sendiri yang akan mencabutnya, sebagaimana ia datang juga karena Allah yang memberinya. Tapi dengan adanya cinta, bukan menjadi alasan kita untuk menodainya. Cintailah ia dalam diam. Jangan beritahu kepada siapapun kecuali kepada Allah.
Jika pada akhirnya engkau berjodoh dengan orang yang engkau cintai, maka bersyukurlah kepada Allah. Itulah balasan bagi orang – orang yang sabar dalam kebaikan dan perbaikan. Sebagaimana kisah Fatimah, anak manusia termulia Rasulullah saw. Cinta Ali dan Fatimah bersatu dalam pelaminan, ikhtiar mereka mencintai dalam diam telah Allah ijabah dalam bingkai pernikahan.
Namun..., jika engkau telah berusaha menjaga kesucian cinta dan tidak berjodoh, maka bersabarlah. Berbahagialah karena engkau telah melalui ujian cinta dari Allah dengan nilai terbaik, karena tidak menodainya dengan pacaran. Yakinlah, Allah akan memberi yang terbaik bagimu, sebagaimana engkau juga berusaha menjadi yang terbaik di hadapan Nya.
“...wanita –wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. Q.S An Nur : 26. La tahzan, jangan bersedih, karena sesungguhnya engkaulah manusia yang tinggi derajadnya. Janji Allah adalah pasti, Ia tidak akan mengingkari janji Nya. Semuanya indah pada waktunya.
Terlepas dari menikah dini atau nanti, penulis semakin takjub dengan aturan yang Allah tetapkan tentang pernikahan. Allah memberikan jalan bagi yang sudah dilanda asmara pacaran untuk segera melangsungkan pernikahan, hukumnya adalah wajib. Karena mendahulukan kesucian dari perbuatan zina adalah sikap yang utama. Pada kondisi ini kesiapan ekonomi dan ilmu yang belum memadai tidak begitu dipertimbangkan, yang penting keduanya berazzam untuk terus belajar memperbaiki diri.
Pernikahan menjadi haram apabila pernikahan tidak diiringi niat yang tulus untuk saling membahagiakan pasangan. Melainkan memiliki niat untuk mendzalimi karena dendam masa lalu.
Yang paling manis adalah pernikahan yang hukumnya adalah sunah. Ketika kedua pasangan telah siap lahir dan batin, persiapan ilmu telah matang, sehat, dan tabungan yang cukup untuk menopang ekonomi keluarga yang akan dibangun.
Hukum menikah sunah bukan berarti harus mapan secara ekonomi, selama ada kemauan untuk bekerja dan menafkahi keluarga sah-sah saja. Sehingga tidak harus menunggu punya rumah mewah, justru dengan pernikahan akan membuat rezeki semakin berlimpah. Artinya, sunah apabila pernikahan tidak berlangsung maka tidak akan terjadi perzinahan, kalaupun berlangsung akan semakin mengundang keberkahan karena pernikahan adalah bagian dari kebutuhan manusia.
Allah yang maha teliti, mengetahui segala kelemahan hamba-hamba Nya. Sehingga dengan beberapa alternatif pilihan pernikahan, mau pilih seperti apa tergantung dari seberapa kokoh iman seseorang. Kapan waktu bersatu dan berpisah adalah rahasia Allah. Manusia hanya bisa berikhtiar, berdo’a dan tawakkal atas setiap rencana.
Sebaik- baik rencana adalah rencana Allah, namun bukan berarti manusia tidak boleh berencana. Karena dengan perencanaan, hidup akan semakin terarah. Kita jadi tahu kapan waktu berhenti, jalan atau singgah sebentar untuk mengisi perbekalan.
Wallahu alam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H