Mohon tunggu...
Rusmin Abdul Rauf
Rusmin Abdul Rauf Mohon Tunggu... -

Hanya orang yang ingin terus belajar...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran Wahyu dan Akal

10 Mei 2010   22:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:17 3574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pembicaraan tentang wahyu dan akal adalah topik tua yang masih sering tampil. Hangat untuk diperbincangkan. Filosof, cendikiawan, ulama, mahasiswa dan masih banyak lagi yang lain sering membahas masalah tersebut. Pemahaman kita terhadap hubungan keduanya akan memiliki pengaruh yang besar bagi pandangan kita terhadap kehidupan. Karena wahyu adalah refresantasi terhadap agama sedangkan akal adalah adalah perangkat dalam menghadapi kehidupan ini.


Tanpa perbanyak kata lagi, di sini saya akan memaparkan pandangan saya terhadap hubungan keduanya. Anda boleh setuju atau tidak. Tapi sebaiknya setuju aja yah... hehehehehhe..

Kita akan memulai pembicaraan singkat ini dengan akal. Karena akal adalah sesuatu yang dimiliki semua orang. Akal merupakan bukti kemanusian seseorang. Ketiadaan akal berarti kehilangan jati diri kemanusian kita. Makanya, pakar-pakar logika mendeviniskan manusia adalah hewan yang berakal.
Pada dasarnya pengetahuan akal terbagi kepada tiga. Tidak ada empatnya apalagi lima. Tidak boleh mengecil menjadi dua apalagi satu setengah (hehehhe..) yaitu, :
1. Apa yang diketahui akal secara jelas. Artinya kebenarannya merupakan kebenaran yang pasti. Tidak ada akal yang membantahnya. Contoh : Pengetahuan bahwa segala sesuatu tidak bisa ada sekaligus tidak ada secara bersamaan. Ataukah bahwa berbuat baik kepada orang tua merupakan sebuah kebaikan. Jujur merupakan kebajikan dan berbohong adalah dosa. Semua manusia, masyarakat, kebudayaan dan perdaban mengakui hal tersebut.
2. Apa yang diketahui manusia secara samar dan ragu-ragu. Dalam arti manusia berbeda tentang hal tersebut. Ada yang mengatakannya sebagai kebaikan dan yang lain menganggapnya sebagai sebuah kejahatan. Contoh, berjalan berduan bagi yang bukan mahram bagi sebahagian masyarakat adalah pelanggaran norma. Namun bagi yang lain, hal tersebut merupakan suatu kewajaran. Atau misalnya minum minuman beralkohol. Ada yang menganggap sebagai sesuatu yang merusak kesehatan, sedangkan yang lain menyebutnya sebagai minuman penghangat badan. Contoh dalam bentuk ini sangat banyak. (Silahkan cari sendiri)
3. Apa yang tidak diketahui manusia sama sekali. Artinya akal manusia tidak mampu mengatahuinya dengan sendirinya. Contoh berita tentang kehidupan akhirat. Pengatahuan manusia tentangnya hanya berasal dari wahyu, bukan berdasar kepada pemikiran manusia.

Nah... sekarang, bagaimana wahyu menyikapi ketiga hal di atas??? (Bagaimana yah???)
seperti yang kita ketahui, wahyu adalah petunjuk yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia untuk membimbingnya menuju kebenaran. sedangkan akal adalah sesuatu yang dianugrahkan Tuhan kepada manusia untuk digunakan berpikir menuju kebenaran. Karena keduanya berasal dari satu Tuhan yang sama untuk satu tujuan yang sama pula yaitu kebenaran, maka mustahil keduanya bertentangan. Sebab dua buah kebenaran tidak mungkin bertentangan.

Kita kembali kepada pertanyaan semula. Bagaimana wahyu menyikapi ketiga hal di atas? Untuk yang nomor satu wahyu akan menguatkan apa yang disampaikan oleh akal. Karena kebenaran akal di sini merupakan kebenaran yang sudah sangat nyata sekali. Oleh karena itu tidak ada satu pun agama wahyu yang mengatakan bahwa berbuat baik kepada orang tua merupakan sebuah kejahatan. Atau jujur adalah perbuatan dosa sedangkan dusta adalah akhlak yang baik.

Untuk yang kedua, wahyu akan menghilangkan kesamaran dan keragu-raguan dengan menunjukan kebenaran. Ketika akal berbeda tentang sesuatu hal maka ikutilah apa yang disebutkan oleh wahyu, karena itu adalah kebenaran. Kebenaran wahyu tidak mengkin bertentangan dengan kebenaran akal. Orang berbeda tentang minuman beralkohol, apakah baik atau buruk? Maka apa yang disampaikan oleh wahyu, itulah yang benar. Maka ambillah kebenaran itu. dan buanglah yang salah.

Untuk yang ketiga, maka wahyu datang mengajar akal tentang hal tersebut. Karena akal tidak memiliki kemampuan untuk mencapainya. Oleh karena itu, apa saja yang disampaikan wahyu tentang hal ini adalah kebenaran. Akal tidak mungkin, tidak bisa dan tidak boleh membantahnya. Bagaimana mungkin kita dapat membantah berita tentang hari akhirat jika kita tidak bisa melakukan penelitian ke sana. Begitu juga tentang cara kita beribadah kepada Tuhan. Harus berdasakan kepada petunjuk wahyu. Karena akal tidak mampu mengetahui tentang cara beribadah yang diinginkan oleh Tuhan.

sudah terlalu panjang tulisan ini, untuk sementara sekian dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun