Selama dalam penjara, Opu Daeng Risadju diperlakukan sangat kasar, harus bekerja keras di luar tahanan. Dijaga super ketat, mengangkut sampah dari satu rumah ke rumah penduduk. Disaksikan seluruh penduduk kota yang meneteskan air mata melihat wanita bangsawan tua, pejuang tana Luwu mendorong grobak dengan terseok-seok. Anaknya, Haji Kadir Daud dan Kuaisy Daud yang menyaksikan ibunya mendorong grobak penuh sampah, ingin membantu mendorong grobak sampah itu, tetapi mereka dipukul dan dibentak oleh mandor yang mengawasi ibunya. Akhirnya, kedua anaknya hanya menyaksikan ibunya mendorong grobak sampah dengan air mata kesedihan yang diperlakukan sangat tidak manusiawi.
Bebas dari penjara, tidak mematikan semangat perjuangan Opu Daeng Risadju, tetap mengalang kekuatan rakyat Luwu melawan penjajahan kolonial Belanda. Pada tanggal 31 Januari 1946, Opu Daeng Risadju melakukan proganda penyerangan Markas KNIL di Bajo. Akibatnya, pemerintah Kolonial Belanda menuduhnya sebagai otak penyerangan tersebut. Rakyat melindunginya dan operasi itu gagal, Opu Daeng Risadju pun mencari perlindungan ke daerah Suli, Lantoro, dan Bone. Karena adanya penghianat, Opu Daeng Risadju ditangkap dan dipaksa berjalan kaki sepanjang 40 km ke Watampone dijeploskan ke penjara selama satu bulan, lalu dikirim ke Wajo diteruskan ke Bajo. Opu Daeng Risadju saat itu berusia 67 tahun.
Selama ditahan di Bajo, Opu Daeng Risadju diperlakukan sangat keji oleh Ludo Kalapita, seorang anggota KNIL berasal dari Sulawesi Utara, misalnya dalam sholat dipaksa melawan arah kiblat menghadap ke timur, menatap sinar matahari, berlari mengelilingi lapangan sepak bola dengan letusan senjata laras panjang di pundaknya. Membuat Opu Daeng Risadju jatuh terkapar ke tanah, tidak sadarkan diri dan tuli seumur hidup.
Setelah Tana Luwu masuk dalam pangkuan ibu Pertiwi, Opu Daeng Risadju tidak menduduk jabatan apapun di pemerintahan Luwu. Sisa hidupnya dihabiskan tinggal bersama anaknya H. Abdul Kadir Daud. Menghembuskan nafas terakhir, 10 Februari 1964 di kota Palopo. Pada tahun 2006, atas jasa-jasanya pemerintahan RI menganugrahi gelar pahlawan perintis kemerdekaan dan pahlawan nasional.
Melihat, kegigihan, keteguhan pendirian dalam perjuangannya, layak jika Opu Daeng Risadju adalah sosok wanita pemberani nan tangguh yang dikirim Tuhan di muka bumi ini. Iron Lady From Tana Luwu.
Catatan :
Tulisan ini pernah dimuat majalah “PINISI” No.34 TH.XXVII, Desember 2012 – Januari 2013.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI