"Kegagalan ini mungkin disebabkan karena latar belakang pribadi pengelola dan budaya lembaga-lembaga pengelola lingkungan. Kebanyakan para profesional yang begerak di bidang lingkungan memilih mendalami bidang ini karena kecintaan mereka akan lingkungan alam dan keinginan untuk mendalami secara ilmiah. Seringkali perhatian mereka pada persoalan sosial dan politik sangat sedikit".
Mitchell dkk, 2010 (dalam Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan, 1987:23,38) menjelaskan lebih jauh :
"Perubahan dalam sikap manusia yang kita harapkan tergantung dari promosi yang luas melalui pendidikan, diskusi, dan partisipasi publik. Masalah-masalah lingkungan dan ekonomi terkait dengan banyak faktor sosial dan politik. Dapat dikemukakan bahwa distribusi kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakat terletak pada inti dari banyak tantangan lingkungan dan pembangunan. Dari sisnilah pendektan baru harus disertakan, yaitu partisipasi lokal dalam pengambilan keputusan".
Dengan adanya pertimbangan di atas, laboratorium sosial dapat menjadi alternatif dalam mengaktifkan kemitraan dan partisipatif masyarakat untuk menyelesaikan persoalan sampah. Menyelesaikan sampah dengan Metode Gerakan yang telah di jelaskan (Rumaen, 2023) dalam tulisan "Gerakan Pungut Sampah (GPS) Sebagai Upaya Menjaga Lingkungan Kota Masohi", sebagai berikut :
"Gerakan Pungut Sampah (GPS) sebagai Upaya Menjaga Lingkungan menggunakan pendekatan kesadaran dan semangat yang sama dalam menjaga lingkungan sekitar baik itu di bantaran sungai/kali dan pesisir pantai. Adapun metode gerakan yang digunakan adalah semangat gotong royong. Gerakan Pungut Sampah (GPS) ini melibatkan 4 elemen yakni  1) mahasiswa Perguruan Tinggi (STKIP Gotong Royong Masohi, Universitas Djar, Akper Masohi, STISIP Kebangsaan Masohi), 2) Siswa sekolah di dalam Kota Masohi (SMP/Sederajat, dan SMA/Sederajat), 3) pengurus organisasi pemuda dan mahasiswa (KNPI, HMI, PMII, GMKI, PEMKRI, KAMMI, GMNI dan Organisasi Paguyuban), dan 4)  masyarakat (masyarakat Pinggiran Bantaran Sungai dan Pesisir Pantai dalam Kota Masohi). Dari setiap perguruan tinggi 200 orang, dari setiap 10 sekolah 20 orang, dari setiap organisasi pemuda dan mahasiswa 10 orang, dan masyarakat 30 orang. Hasil dari gerakan kolaborasi ini dijadikan sebagai gerakan sadar akan pentingnya lingkungan hidup dan terciptanya penetapan hari Gerakan Pungut Sampah (GPS) di Kota Masohi yang dapat di pakai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah. Teknis pelaksanaan gerakan ini yakni perguruan tinggi, sekolah, organisasi pemuda dan mahasiswa, dan masyarakat mesti terorganisir yang di komandoi oleh pemerintah. Gerakan ini harusnya di respon cepat oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Maluku Tengah untuk merealisasikan gerakan yang penuh kebermanfaatan ini dengan mengundang elemen yang di sebutkan tanpa terkecuali, demi terlaksananya gerakan sadar akan lingkungan".
Metode gerakan untuk mengaktifkan laboratorium sosial kemitraan dan partisipasi inilah yang lupa dipikirkan oleh kebanyakan orang di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Maluku Tengah dalam menyelesaikan persoalan sampah di sekitar pesisir Pantai Inamarina sebagai langkah menjaga lingkungan hidup. Yang tidak dipikirkan oleh Dinas Lingkungan Hidup inilah yang biasa kita kenal dengan Growth Mindset. Padahal yang perlu dipikirkan oleh orang-orang di Dinas Lingkungan Hidup harus memiliki gaya berpikir Fixed Mindset, yang tidak berpikirnya hanya pada tempat-tempat sampah yang telah tersedia untuk di angkut melainkan juga sampah di Pesisir Pantai Inamarina, Kota Masohi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H