Rusman Dani Rumaen
(Dosen STKIP Gotong Royong Masohi)
Lingkungan hidup menjadi perbincangan di seluruh negara di dunia. Pada dasawarsa 1970-an diadakanya konferensi PBB di Stokholm membahas tentang lingkungan hidup. Dalam konferensi tersebut telah disetujui banyak resolusi tentang lingkungan hidup. Salah satunya didirikanya badan khusus PBB yang di singkat UNEP atau United Nasions Environmental Programme yang bermaskas di Nairobi, Kenya. Perhatian Indonesia mengenai lingkungan hidup mulai muncul saat orde baru, yang mana media barat memberitakan mengenai lingkungan hidup yang dikutip oleh media masa dalam negeri. Perberitaan mengenai lingkungan hidup oleh media barat itu muncul sekitar tahun 1960-an (Soemarwoto,2014:1).
Dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari keterikatan pada udara, tanah dan air. Air, tanah, udara, hewan, tumbuhan dan manusia merupakan sebuah ekosistem hidup. Terdapat tiga unsur lingkungan, yaitu Pertama, biotik, unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari segala jenis makhluk hidup, mulai dari manusia, hewan, tumbuhan, maupun organisme atau jasad renik lainnya. Kedua, Abiotik yaitu segala unsur lingkungan yang terdiri dari benda-benda mati seperti air, udara, dan lain sebagainya. Ketiga, Sosial Budaya, unsur lingkungan yang diciptakan manusia yang di dalamnya terdapat nilai, gagasan, norma, keyakinan, serta perilaku manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk yang tidak dapat hidup sendiri.
Penting sekali kita menjaga lingkungan, apalagi lingkungan menjadi perhatian yang sangat serius, sampai-sampai negara norwegia menggelontorkan anggaran di tahun 2020 kepada indonesia sekitar 9,2 triliun untuk menurunkan emisi GRK. Lingkungan itu bukan hanya yang besar-besar saja seperti membahas mengenai kerusakan lingkungan akibat kebakaran, ilegal loging, penambangan dan lain sebagainya. Melainkan lingkungan hidup juga membahas di sekitar kita mengenai tercemarnya pesisir pantai oleh sampah dari selokan maupun yang di buang di pesisir pantai. Yang menjadi sintesis isu lingkungan prioritas indonesia sekarang yakni sampah, lingkungan sumber daya air, lahan. Namun, yang saya bahas awal ialah mengenai isu yang berada di depan mata kita ialah sampah. Mestinya Dinas Lingkungan Hidup di daerah menerjemahkannya dalam kerja-kerja di lapangan.
Lingkungan hidup begitu serius untuk kita menanganinya secara bersama-sama. Karena kebersihan lingkungan hidup seperti di pesisir pantai begitu penting bagi ikan. Ikan menjadi salah satu pangan yang paling penting di bahas yang keterkaitanya dengan sampah, karena ikan memiliki nilai ekonomis yang tinggi juga di konsumsi semua lapisan masyarakat. Bila lingkungan laut tercemar oleh sampah berupa plastik dan sisa produksi masyarakat yang dibuang di selokan menuju laut atau pesisir pantai, akan mempengaruhi ekologi hidup ikan. Nilai jual ikan akan rendah bahkan tidak boleh dikonsumsi akibat tercemar bila terdapat kandungan timbal yang berlebih pada ikan, bila di analisis pada laboratorium.
Mengenai isu sampah ini menjadi hal yang perlu di sikapi secara serius, karena akan mempengaruhi nilai estetika suatu kota, apalagi kota seperti Masohi. Suatu kota yang ditata dengan rapi, namun permasalahan sampah sampai hari ini belum terselesaikan dengan baik. Kota dengan semangat gotong royong tidak benar dimaknai dengan baik oleh sebagian besar kita. Tidak elok bila lokasi sentral seperti sepanjang pesisir pantai Inamarina, sampah berserakan begitu saja di pinggiran pantai. Kalian dapat melihatnya pada gambar di bawah ini yang saya ambil beberapa pekan lalu dan masih berserakan sampai sekarang.
Dalam kaitan dengan lingkungan akan sangat berdampak pada kelangsungan hidup biota laut di sekitar pantai dan teluk Kota Masohi. Menyelesaikan sampah di pesisir pantai Inamarina, kita perlu memerlukan suatu gerakan kemitraan dan partisipatif masyarakat yang pernah ditulis dengan judul "Gerakan Pungut Sampah (GPS) Sebagai Upaya Menjaga Lingkungan Kota Masohi", sebagai langkah mengaktifkan laboratorium sosial. Dalam menyelesaikan persoalan lingkungan hidup kita hanya mengetahui laboratorium alam sebagai penyelesaian lingkungan hidup yang mengenai dengan isu sampah, padahal kita lupa bahwa untuk menyelesaikan persoalan isu sampah kita perlu laboratorium sosial sebagai kemitraan dan partisipasi. Maksud dari laboratorium sosial ialah menggerakan masyarakat untuk ikut dalam menyelesaikan isu sampah, dengan menjalin kemitraan dan partisipatif masyarakat (rumaen, 2023).
Menyelesaikan sampah di pesisir pantai kita membutuhkan laboratoium sosial dengan mengaktifkan kemitraaan dan partisipatif dari masyarakat. Kebanyakan dari kita, kadang sulit untuk mengaktifkan laboratorium sosial sebagai instrumen dalam menangani isu sampah. Karena biasanya pengelola lingkungan seperti Dinas Lingkungan Hidup dapat merumuskan persoalan biologis dan teknis secara efektif. Namun Mereka biasanya tidak terlalu berhasil dalam menghadapi aspek-aspek sosial dan politik dalam pengelola lingkungan, Mitchell dkk, 2010 ( dalam McMulin dan Nielsen, 1991:553).Â
Mitchell dkk, 2010 ( dalam McMulin dan Nielsen, 1991:553) lebih lanjut menjelaskan bahwa :