Oleh: Drs. Rusman, M.Pd
Proses pembelajaran puisi di sekolah dasar umumnya hanya mengandalkan kemampuan alami guru yang bersangkutan. Oleh karena itu secara kualitatif pembelajaran itu umumnya hanya bersifat tradisional, dalam arti guru jarang sekali mampu menerapkan teknik-teknik tertentu dalam penerapan pembelajaran tersebut.
Berikut ini merupakan proses pembelajaran sastra (puisi) yang umum dilakukan guru dan siswa di kelas.
Bacalah baik-baik
Berikut ini ada sebuah puisi yang ditulis oleh seorang kawan yang sebaya dengan kamu. Puisi ini berbicara tentang Pak Pos. Kemudian bisa saja guru menunjukkan gambar Pak Pos sebagai ilustrasi. Hal ini dimaksudkan agar kemampuan imajinasi anak mulai timbul dengan digugah oleh gambar tersebut:
[caption id="attachment_119244" align="alignnone" width="150" caption="memancing imajinasi siswa dg gambar"][/caption] Kemudian kepada para siswa ditunjukkan hasil karya puisi yang dimaksud.
Pak Pos
Engkau mengayuh sepeda sepanjang jalan
Tak pandang panas maupun hujan
Untuk melaksanakan tugas harian
Miskin dan kaya tidak kau bedakan
Surat pada mereka kau berikan
Kring, kring, kring itu kodemu
Begitulah berjalan sepanjang waktu
Guru kemudian memberikan penjelasan secukupnya tentang berbagai macam pengetahuan yang menyangkut cara menyusun puisi dengan baik. Setelah pengetahuan umum tentang puisi, selanjutnya guru kembali pada naskah puisi yang dicontohkan tadi. Beberapa ciri puisi tersebut ditunjukkan, antara lain:
a.Baris 1-5 puisi Pak Pos berakhir dengan bunyi yang sama, yakni bunyi /an/. Persamaan bunyi itu menyebabkan kelima baris itu terdengar merdu kalau diucapkan.
Sekarang lakukan percobaan. Tukarkan tempat kata panas dengan kata hujan pada baris kedua. Selanjutnya, baca baris 1-5 dengan perubahan pada baris kedua itu. Apa yang kamu rasakan? Mana yang terdengar lebih merdu?
b.Kata waktu sama artinya dengan kata masa atau tempo. Coba kamu ganti kata waktu pada baris terakhir dengan kata masa atau tempo. Baca dan bandingkan mana yang lebih merdu? Baris ke-6 dan ke-7 yang asli atau baris ke-6 dan ke-7 yang sudah diganti?
Kamu tentu tahu siapa Pak Pos. Dia orang yang mengantarkan surat-suratmu. Surat yang kamu kirim atau surat yang kamu terima. Dengan surat, kamu dapat berhubungan dengan nenek, kakek, saudara, atau sahabat di tempat yang jauh. Suratmu itu dapat tiba ke tempat tujuan berkat bantuan Pak Pos. Karena jasanya itu, Pak Pos sering ditunggu orang. Kedatangannya selalu dirindukan.
Sekarang untuk dapat memahami ciri puisi, coba bandingkan dengan naskah bacaan berikut ini. Di bawah ini ada karangan pendek tentang Pak Pos. Karangan ini ditulis oleh sahabatmu. Coba perhatikan :
Bacaan 1:
Siang itu kami sedang duduk-duduk di beranda rumah. Dari ujung jalan kudengar bunyi sepeda motor Pak Pos. Betul, Pak Pos datang. Kami semua berharap Pak Pos membawa surat untuk kami. Ketika sampai di depan rumah kami, Pak Pos berhenti sambil ketawa. Kami berebut ke arahnya. Eh, tiba-tiba Pak Pos tancap gas. Ternyata Pak Pos hanya menggoda kami. Kami pun tertawa.
Bacaan 2:
Pak Pos
Engkau mengayuh sepeda sepanjang jalan
Tak pandang panas maupun hujan
Untuk melaksanakan tugas harian
Miskin dan kaya tidak kau bedakan
Surat pada mereka kau berikan
Kring, kring, kring itu kodemu
Begitulah berjalan sepanjang waktu
Bacaan 1 adalah sebuah cerita. Bacaan 2 adalah sebuah puisi. Carilahlima perbedaan antara bacaan 1 dan bacaan 2
Perbedaan itu antara lain tentang :
(1)Kendaraan yang digunakan oleh Pak Pos dalam kedua bacaan itu,
(2)Susunan baris,
(3)Bunyi yang merdu,
(4)Urutan kejadian, dan
(5)Keterlibatan penulis dalam bacaan.
Kerjakan tugas ini secara berkelompok. Tuliskan perbedaan yang kalian temukan. Selanjutnya, seorang wakil kelompok membacakan hasil tugasnya di depan kelas. Wakil berikutnya hanya membacakan perbedaan yang belum dibacakan kelompok sebelumnya.
Pada akhir kegiatan ini, kalian akan dapat membedakan cerita dengan puisi.
Pengkajian :
Proses pembelajaran Bahasa dan Sastra di sekolah dasar memang sering menemui banyak kendala. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kendala tersebut. Faktor terbesar yang menyebabkan adalah belum adanya guru khusus tentang pelajaran ini.
Orang mungkin akan tidak percaya bahwa kendala pembelajaran sastra di sekolah bisa muncul dari banyak hal. Namun dari perkembangan kemajuan sastra di sekolah saja sebenarnya kita mudah menengarai adanya berbagai kendala itu.
Kendala tersebut bisa berasal dari unsur guru, siswa sendiri maupun sarana dan prasarana. Dari unsur guru yang paling nampak jelas adalah kurangnya sumber daya atau kemampuan para guru di bidang sastra.
Hal ini sebagai akibat dari sistem rekrutmen yang tidak mengikutsertakan unsur sastra sebagai variable perekrutan. Di samping itu memang sastra itu merupakan talenta yang sangat erat sekali dengan faktor bakat.
Dari unsur siswa jarang sekali ada anak yang memiliki bakat serta perhatian tentang pelatihan mengarang khususnya yang bersinggungan dengan dunia sastra. Sebagai akibatnya pembelajaran sastra dan pelatihan mengarang puisi di kelas hanyalah sekedar proses yang berjalan biasa tanpa ada motivasi dari kedua pihak untuk mendayagunakan waktu yang ada.
Sedangkan dari unsur sarana prasarana nampak jelas bahwa media untuk lebih mengefektifkan proses pembelajaran sangat terbatas. Misalnya tidak adanya media audio visual yang dapat memberi gambaran atau contoh kepada siswa bagaimana mengambil gaya yang baik pada saat membaca puisi. Majalah sekolah dewasa ini juga amat jarang dimiliki oleh sekolah. Dan masih banyak lagi kendala yang dihadapi, seperti keterbatasan waktu, biaya, dan sebagainya.
Pembelajaran sastra dan pelatihan mengarang di sekolah jelas mengalami kendala besar selama struktur yang mengatur proses pembelajaran di kelas tidak direstruktur. Hal ini terutama terletak pada lemahnya kedudukan pelajaran sastra yang seolah-olah dianaktirikan dari bidang-bidang pelajaran yang lain.
Pelajaran mengarang dan pembelajaran sastra di sekolah hanyalah salah satu unsur kecil dari mata pelajaran Bahasa Indonesia yang nota bene memiiliki jumlah jam yang relatif besar dalam struktur kurikulum Pendidikan Dasar. Oleh karena itu permasalahan pembelajaran sastra di sekolah tidak dapat dilepaskan dari bagaimana tingkat perhatian para penyusun kurikulum, terutama pada bidang pendidikan dasar.
Puisi adalah ragam sastra yang bahasannya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Sebenarnya ada puluhan macam atau jenis, puisi, baik dilihat dari segi bentuk ataupun isinya. Namun mengingat keterbatasan yang ada, maka hanya dikemukakan beberapa saja yang berkaitan dengan pembahasan dalam tulisan ini. Adapun yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.puisi Anak-anak
Yaitu puisi yang termasuk tradisi lisan dalam kesusastraan, terdiri atas sejumlah larik yang di daras atau dinyanyikan (untuk anak-anak) dan isinya mencakup soal berhitung, permainan, teka-teki, pendidikan dan sebagainya.
2. puisi Terbuka
Yaitu puisi berdasarkan bunyi dan puisi yang sama terdapat pada suku kata akhir, yang diakhiri oleh bunyi vokal.
3.puisi Tertutup
Yaitu per puisian berdasarkan bunyi dan sajak yang sama terdapat pada suku kata terakhir, yang diakhiri oleh bunyi konsonan.
Contoh: sajak terbuka dan sajak kanak-kanak yang jenis teka-teki.
Mengigat usia serta kemampuan cara berpikir anak yang masih dalam taraf sederhana maka puisi atau sajak-sajak yang diberikanpun harus disesuaikan. Hal ini disamping untuk mengacu pada keberhasilan proses belajar juga untuk menghindari adanya dampak pengaruh dari sajak-sajak tersebut. Adapun yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.Ukuran sajak untuk anak-anak umumnya terdiri dari satu, dua atau maksimal tiga bait. Dengan jumlah baris empat sampai dengan enam, serta jumlah kata yang digunakan antara enam belas sampai empat puluh delapan kata. Hal ini biasanya tergantung pada usia atau tingkatan anak SD.
2.Makna yang digunakan dalam puisi atau sajak tersebut adalah makna sangat sederhana dan mudah dimengerti oleh anak yaitu makna yang sangat lugas. Dalam hal ini seharusnya makna yang tersirat tidak perlu dipakai.
Yang paling mudah untuk para siswa sekolah dasar adalah menggunakan pendekatan bercerita. Meskpun demikian pada dasarnya tidak terlepas dari cara yang bersifat mikro ataupun cara dedukatif. Untuk itu lebih praktisnya maka langkah-langkah yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
1.Kita menggunakan “tema” sebagai acuan. Misalnya tema binatang.
2.Menentukan obyek. Karena tema binatang maka obyeknya juga binatang misalnya “kucing”
3.Menceritakan atau menguraikan segala sesuatu yang berkaitan dengan binatang kucing. Baik mengenai kondisi, bentuk badan, sifat-sifatnya, hubungannya dengan kita, dll. ****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H