Kemarin pas di Gramedia terlihat buku karya Denny Siregar yang bertajuk 'Tuhan Dalam Secangkir Kopi'. Tanpa pikir panjang saya langsung mengambil buku itu dan membawanya pulang, tentu saja membayar dulu ke kasir. Nama Denny memang tidak asing bagi saya dan juga kompasianer lainnya. Postingan Denny di Facebook yang berbahasa lugas dan logis mampu membuka logika para likers-nya.Â
Terkadang kocak dan jenaka juga sedikit nakal yang bisa membuat kita tertawa, atau terkadang sendu membuat kita sedikit terharu. Postingan Denny yang berbobot saya perhatikan beberapa kali di-copy paste oleh kompasianer atau setidaknya menjadi inspirasi bagi artikel yang ditulis, bahkan postingannya sering disadur ulang oleh media online sebagai bahan berita.
Saya tidak mengenal Denny secara pribadi namun jujur saya menyukai postingannya. Di facebook Denny memiliki 2 akun (kalau tidak salah) yang digunakan bergantian karena sering down bahkan pernah di-suspend karena dilaporin orang yang tidak menyukai postingannya. Sebagian orang memang membandingkan Denny dengan tokoh populer lainnya di facebook yang sudah memiliki likers 1 juta lebih, yangg kebetulan memiliki pandangan berseberangan dengan Denny baik dalam hal politik maupun spiritual. Namun bagi saya hal itu bukanlah masalah karena perbedaan bisa terjadi di mana saja.
Saya memang telah lama tau Denny meluncurkan buku ini sesuai postingannya dan dengan alasan ini saya langsung membeli bukunya untuk mengenal tulisan Denny lebih dalam. Di awal peluncuran buku ini sekitar 3 bulan lalu sudah mendapat banyak pro dan kontra, sebagian menyukai tulisan di dalam bukunya dan sebagian yang lain mencela, karena seolah Denny menempatkan Tuhan dalam secangkir kopi.
Setelah membaca habis buku ini saya semakin mengerti, bahwa Tuhan yang digambarkan Denny adalah sebuah Pribadi yang sangat Besar. Terlalu Besar sehingga akal budi manusia tidak mampu mencapaiNya. Manusia sering mencoba untuk mencari dan mendapatkan Tuhan namun malah sering salah kaprah, bahkan salah jalan sehingga menciptakan tuhan yang lain versi ego mereka. Semakin kuat hasrat seseorang untuk mencari Tuhan, semakin jauh ia dari konsep Tuhan itu sendiri, demikian kata Denny di hal. 50.Â
Sebenarnya Tuhan tidak perlu dicari, apalagi dibela, karena Tuhan sesungguhnya dekat dengan kita, ibarat orang tua yang tidak pernah meninggalkan anaknya. Denny melukiskan manusia ibarat anak balita di hadapan Tuhan, yang selalu memenuhi semua kebutuhan anaknya, tapi bukan keinginan sang anak.
Denny juga menuliskan bahwa Tuhan sering memakai masalah atau penderitaan agar kita bisa mengerti apa kehendak Tuhan di dalam hidup kita. Hal ini mungkin sesuai dengan perjalanan hidup Denny yang jatuh bangun namun selalu merasakan penyertaan-Nya. Ketidak-tenangan hatiku dalam menghadapi badai ujian-Mu, yang sebenarnya melatihku menjadi hamba-Mu yang handal adalah kegagalanku yang terbesar, demikian kata Denny di hal. 115. Yang harus kita lakukan sesungguhnya dalam menghadapi masalah adalah menyerahkan kepada-Nya, karena masalah yg kita hadapi sebenarnya adalah untuk mengikis kesombongan diri kita sendiri.
Denny juga mengajarkan cara kita meminta sesuatu kepada Tuhan melalui doa. Manusia yang berencana, Tuhan yang kerepotan, demikian kata Denny di hal. 167. Manusia sering berdoa untuk meminta sesuatu berdasarkan nafsu duniawi, dan ketika Tuhan tidak mengabulkan doanya, manusia cenderung menjadi apatis dan bahkan mengabaikan Tuhan.
Akhir kata, apa yang saya tulis bukan sebagai ajang promosi supaya buku Denny lebih laku dari lapak tetangga sebelah. Jujur saya tidak kenal Denny dan bahkan apabila dapat berjumpa, saya tidak akan minta tanda tangan di bukunya apabila minta selfie berdua, apa kata istriku coba..
Ya sudahlah.. lanjut ngopi dulu..Â
Salam Damai..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H