Partai politik merupakan Bagian penting berperan dalam terwujudnya Kehidupan Demokrasi di Suatu negara, partai politik sendiri penting dalam perpolitik suatu negara sebagai suatu wadah dan alat untuk merealisasikan tujuannya dengan mengisi jabatan-jabatan politik dan pemerintahan.Â
Dalam Partai Politik tentu banyak yang dimotivasi oleh tujuan ideologis. Pemilihan demokratis umumnya menampilkan persaingan antara partai-partai berhaluan Nasionalis, Sosialisme dan Aliran serta Agama.. Partai politik di berbagai negara akan sering mengadopsi warna dan simbol yang sama untuk mengidentifikasi diri mereka dengan ideologi tertentu. Tak terkecuali dengan Partai Politik Islam.
Dalam menjalankan Partai Politiknya Islam dibutuhkan aparatur yang mendukung pemilihan suatu kelompok calon, termasuk pemilih dan sukarelawan yang mengidentifikasi diri dengan partai politik tertentu, organisasi resmi partai yang mendukung pemilihan calon partai tersebut, dan legislator di pemerintahan yang berafiliasi dengan partai tersebut untuk mencapai tujuan politik Partainnya.
Dari tujuan ini tentu hal yang penting untuk dipahami yaitu adannya proses dan bentuk komunikasi interaksi yang kelak membentuk suatu relasi dengan actor politik baik didalam pemerintahan maupun tidak.
Adapun bentuk relasi yang nampak dan teridentifkiasi dari Partai Politik Islam dengan aktor politik non governance. Dapat terasa melalui munculnya spekulasi dan wacana-wacana baru yang muncul dalam dinamika Partai Politik Islam.Â
Seperti munculnya upaya koalisi antar Partai Politik Islam PKS dan PPP. Serta wacana Poros Islam yang berisikan Koalisi Partai Politik Islam untuk menghadapi Pemilu Presiden tahun 2024. Meskipun pada awalnya wacana masih sekedar rumor dan obrolan topik warung namun sudah ada partai yang menanggapi serius wacana tersebut.
Meskipun begitu peran aktor politik non governance yang berasal dari partai politik memegang peran krusial dari dinamika yang terjadi. Seperti pada Wacana koalisi PKS dan PPP berawal dari pertemuan Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan Ketum PPP Suharso Monoarfa. Dengan kepentingan untuk memudahkan menyikapi dan memenangkan kontestasi politik.Â
Meskipun koalisi tidak dilarang secara konstitusi, pembentukan poros atau koalisi partai politik berbasis agama ini tentu memiliki konsekuensi yang bermuara pada hadirnya politik identitas.Â
Dimana tentu Politik Identitas berujung pada suatu prediksi bahwa ini akan sangat kental dengan politisasi agama serta polarisasi massa politik. Padahal belajar dari politisasi agama yang selama ini terjadi terus menyebabkan pembelahan masyarakat serta tindakan intoleransi beragama.Â
Berkaca pada Pemilu Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 menjadi gambaran politisasi agama telah menyebabkan polarisasi tiada akhir di masyarakat.
Jika dalam beberapa waktu dan kesempatan kedepan wacana Koalisi Partai Politik Islam terjadi Politik Identitas dan Polarisasi akan menjadi permasalahan serius yang akan merusak dan menimbulkan banyak kerugian baik secara sosial dan ekonomi serta rusaknya integrasi mayarakat yang juga berimbas pada munculnya intoleransi sosial dan agama.Â
Karena sejatinya partai Politik islam mewakili simbol agama dimana sebaiknya jangan dimasukkan ke dalam turbulensi politik karena dapat menyebabkan keretakan kohesivitas sosial dan dapat mengganggu integrasi nasional.
Dibutukan kehati-hatian dalam menggunakan identitas politik berbasis agama sebagai merk jualan kepada publik. Meskipun identitas khas partai politik atau ideologi politik partai telah dijamin dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai politik.Â
Karena wacana poros politik berbasis agama hanya akan melahirkan antitesa poros partai politik lain berbasis non agama. Kondisi politik yang demikian hanya akan menjadi buruk dan tidak produktif bagi kemajuan bangsa.Â
Dimana seharusnya wacananya diarahkan kearah yang produktif seperti adu ide serta gagasan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan sumber daya manusia unggul, memperbaiki kesehatan dan perekonomian nasional, membangun kedaulatan pangan, dan tema lainnya yang bermanfaat buat kecerdasan bangsa.
Dalam pembangunan politik, Partai Politik mempunyai fungsi strategis bagi perkembangan demokrasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11 Undang Undang No.2 Tahun 2008 partai politik memiliki beberapa fungsi.Â
Yaitu pertama pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas, agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Â
Kedua, menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat. Ketiga sebagai penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. Keempat partisipasi politik warga negara Indonesia.Â
Kelima, rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik, melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.Â
Setidaknya bentuk wacana poros Islam dan koalisi partai islam menjadi suatu hal yang beresiko memperlebar jurang polarisasi akibat politik identitas yang diakibatkan langkah pragmatis partai politik agama yang menguat diseratai pegaruh dari aktor politik diparpol.Â
Dimana partai politik seharusnya mendorong tumbuhnya partisipasi politik masyarakat yang lebih berkualitas melalui pendidikan politik. Bukan malah sebaliknya dimana partisipasi politik menjadi turun kualitas namun meningkat secara kuantitas akibat politik identitas yang semakin menguat dan massif. Ini sangat menghawatirkan bagi kesatuan dan integrasi nasioal serta berjalannya demokrasi,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H