Politik dinasti kerap kali menuai kekecewaan publik, pasalnya praktik ini dinilai sebagai salah satu hal yang dapat menggerus nilai-nilai demokrasi bangsa. Sebagai negara demokrasi Indonesia sendiri tentu memiliki asas-asas demokrasi yang perlu di junjung tinggi oleh setiap elemen masyarakat.
Hal yang sangat gamblang telah terjadi di Indonesia ketika presiden seolah-olah perlahan berusaha untuk menjalankan politik dinasti ini pada sistem pemerintahan dan ketatanegaraan Indonesia.
Dimulai dari keberadaan anak presiden yang menjadi wakil presiden, kemudia isu yang baru-baru ini hangat dibicarakan adalah ketika sekarang anak presiden mencoba untuk dicalonkan menjadi seorang gubernur. Dan ini terjadi sangat begitu rapi dan terstruktur seolah memang sudah di rencanakanÂ
Untuk negara sekelas Indonesia, praktik politik dinasti ini tentunya akan sangat membatasi peluang bagi politisi non-dinasti, sehingga akan mengurangi mobilitas dan partisipasi aktifnya dalam proses perpolitikan Indonesia.
Hal ini disebabkan karena posisi dalam pemerintahan sering kali disediakan untuk anggota keluarga, sehingga menyisakan lebih sedikit peluang bagi yang lain untuk dapat andil dan berperan dalam membangun negaranya.
Praktik politik dinasti juga dapat menyebabkan banyak dampak negatif seperti halnya penyalahgunaan kekuasaan. Di sisi lain mungkin tujuan utama menggunakan keluarga dan kerabat mereka adalah untuk mempertahankan dominasi politik, namun di sisi lain akan perpotensi mengakibatkan praktik korupsi dan pada akgirnya merusak asas-asas demokrasi itu sendiri.
Politik dinasti dapat mendistorsi proses pemilihan. Kandidat dari keluarga berkuasa sering kali memiliki keunggulan dalam pemilihan, terlepas dari kompetensi atau kualitas kepemimpinan mereka. Ini dapat mengarah pada pemilihan pemimpin yang lebih tertarik mempertahankan kekuasaan keluarga daripada melayani kepentingan publik.
Kehadiran politik dinasti dapat melemahkan proses demokrasi dengan menciptakan oligarki. Di Pakistan, misalnya, beberapa keluarga mendominasi legislatif, menjadikannya oligarki di mana pertumbuhan demokrasi yang sejati terhambat.
Dikutip dari Kompas.id praktik politik dinasti sering kali melibatkan praktik yang kurang transparan dan akuntabel. Kurangnya penegakan hukum dan prosedur demokrasi menyediakan lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya dinasti politik, yang dapat semakin memperkuat kekuasaan yang telah tertanam dalam politik dan pemerintahan.
Jadi sangat wajar apabila reaksi publik sangat kecewa dengan adanya politik dinasi ini, publik biasa mungkin merasa terperangkap secara mental oleh elit penguasa ini. Mereka mungkin percaya bahwa keselamatan mereka bergantung pada melayani keluarga-keluarga ini, yang dapat mengurangi partisipasi komunitas dalam proses demokrasi.