Mohon tunggu...
Ruslan Jusuf
Ruslan Jusuf Mohon Tunggu... -

Suka membaca, menulis, travel, dan gemar kuliner tradisional

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Korupsi Zakat, Kepala Baitul Mal Aceh Jadi Tersangka

14 Januari 2014   22:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:50 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_290133" align="aligncenter" width="680" caption="Kepala Baitul Mal Aceh, Armiadi Musa, Tersangka Penyelewengan Dana ZIS Aceh Besar (Sumber: http://aceh.tribunnews.com/foto/bank/images/armiadi-musa.jpg)"][/caption]

PELAKU korupsi di Aceh tampaknya tidak lagi membedakan tempat untuk meraup uang haram. Dana Zakat pun ikut ‘disunat’. Kasus ini mirip dengan korupsi pengadaan Al – Quran di tingkat Nasional. Dimana, hal yang sejatinya suci menjadi kotor akibat perilaku tikus para koruptor.

Wajah buruk koruptor dana Zakat Baitul Mal Aceh, baru terlihat jelas setelah Kepala Kejaksaan Negeri Jantho (Aceh Besar), Rustam, S.H., yang mengungkapkan bahwa, mantan Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Besar yang kini telah menjabat sebagai Kepala Baitul Mal tingkat Provinsi, Dr. Armiadi Musa, MA, ditetapkan menjadi Tersangka kasus penyelewengan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS)Aceh Besar pada tahun 2010 dan 2011. Menurut Rustam, penetapan Armiadi Musa sebagai Tersangka adalah sejak November 2013.

[caption id="attachment_290134" align="aligncenter" width="403" caption="Logo Baitul Mal Aceh (Sumber: http://rri.co.id/Upload/Berita/BaitulMalAceh.png)"]

1389711666697585780
1389711666697585780
[/caption]

“Armiadi Musa ditetapkan sebagai Tersangka sejak November 2013 setelah kami periksa 13 orang (termasuk Armiadi Musa), dan menyimpulkan bahwa telah terjadi penyelewengan dana Zakat di Aceh Besar pada tahun 2010 dan 2011,” ujar Kajari Jantho.

Pengungkapan kasus ini merupakan tindak lanjut dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2012 yang menyimpulkan bahwa dana Zakat tahun 2011 sebesar Rp 7 miliar yang dihimpun Unit Pengumpul Zakat (UPZ) telah digunakan tanpa mengikuti mekanisme APBK, sesuai Qanun (Perda) Aceh Nomor 7/2010 tentang Baitul Mal.

Dalam melaksanakan program pembangunan rumah duafa pada tahun 2010 dan 2011, Baitul Mal Aceh Besar diduga melakukan pungutan Rp 500 ribu per rumah.

Untuk diketahui, pada tahun 2010, Baitul Mal Aceh Besar membangun 26 unit rumah permanen untuk duafa senilai Rp 403 juta dan di tahun 2011 sebanyak 49 unit dengan nilai Rp 1,9 miliar.

Aceh Darurat Korupsi

Korupsi di Aceh yang masih mewabah, juga ikut diakui oleh Gubernur Aceh, Zaini Abdullah. Hal ini diungkapkan oleh Zaini dalam Rapat Koordinasi dengan Bupati/Wali Kota serta instansi vertikal, pada Senin (23/12/2013) di Gedung Serba Guna Setda Aceh.

“Saya menegaskan jangan sampai dana rakyat dan negara kita gerogoti. Namun perlu juga disadari bahwa jangan sampai kita terjebak oleh bawahan sehingga tanpa disadari telah melakukan penyimpangan keuangan,” kata Zaini Abdullah.

Akutnya tindak korupsi di Aceh, juga diungkapkan oleh seorang aktivis, Akhiruddin Mahyuddin. “Korupsi di Aceh sudah sangat memprihatinkan, karena telah terjadi di semua tempat, bahkan kepala polisi syariah juga harus berurusan dengan aparat hukum dan mendekam dalam penjara karena melakukan korupsi,” kata Akhiruddin, dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di Banda Aceh, Senin (9/12/2013).

[caption id="attachment_290135" align="aligncenter" width="582" caption="Karikatur Korupsi Pengadaan Al - Quran Ditingkat Nasional (Sumber: http://micecartoon.com/wp-content/uploads/2012/07/Korupsi-pengadaan-alquran-582x434.jpg)"]

1389711995731793403
1389711995731793403
[/caption]

Belum lama ini, dugaan korupsi kembali ‘tercium’ pada Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distan) Aceh, yang diduga terjerat korupsi dengan indikasi kuat menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah. Dugaan penyelewengan itu berkaitan dengan pengadaan 98 unit traktor yang diperuntukkan bagi beberapa kabupaten/kota di Aceh. Pengadaan alat pertanian berupa 98 unit traktor yang dananya sebesar Rp 39,2 miliar itu bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2013.

Kasus korupsi di Aceh yang masih termasuk dalam kategori ‘parah’, harus secepatnya diatasi. Ini diperlukan, agar Aceh tidak lagi termasuk ke dalam Provinsi 10 besar terkorup se-Indonesia. Sebab, sebelumnya Aceh telah menduduki peringkat ke- 2 sebagai Provinsi terkorup di Indonesia. Semoga!

Ruslan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun