Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Buku untuk Indonesia: Sebuah Lengan untuk Membangun Budaya Baca

18 Maret 2017   07:53 Diperbarui: 18 Maret 2017   18:00 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
launching program " Buku untuk Indonesia" oleh Presiden Direktur BCA

“Book were my pass to personal freedom , I learned to read at age three and there discovered was a whole world to conquer that went beyond our farm in Mississippi “

Oprah Winfrey

Bagi saya buku bagai harta berharga. Sejak kecil, buku menjadi barang yang selalu lekat dalam hidup saya. Walau karena keterbatasan hidup. Saya hanya mendapatkan pinjaman buku dari perpustakaan sekolah Ayah saya. Saat itu ayah adalah guru disebuah sekolah dasar di Jakarta pusat.

Setiap hari, Ayah selalu membawakan 2-3 buku bacaan untuk saya. Jenisnya rata rata buku pengetahuan umum. Saat itu saya sangat menikmati. Minat membaca saya tumbuh dengan baik. Walau tak ada yang membujuk saya untuk menyukai buku. Dirumah hanya saya satu satunya yang suka membaca, adik adik saya tak mengikuti kebiasaan saya.

Kegemaran saya terhadap buku sebenarnya “given” . Pemberian Tuhan , yang masuk ke dalam perilaku saya. Begitu saya bisa membaca huruf, seluruh bentuk tulisan habis saya baca. Saya masih ingat , ketika naik bajaj bersama ayah dan ibu saya dari rumah ke pertokoan senen , seluruh tulisan yang ada di sepanjang jalan seluruhnya saya baca.

Sayang, kebiasaan membaca yang saya miliki tak menurun kepada anak anak saya. Walau saya sudah memberikan stimulus dengan membelikan buku buku bacaan anak anak. Mengajak ke perpustakaan hingga mengunjungi pameran buku. Rasanya tak mempan.

Anak anak saya lebih suka menonton TV, bermain game atau menggunakan gadget. Walau  begitu saya  tak menyerah berusaha agar anak saya menyukai buku. Dirumah, saya membangun satu perpustakaan pribadi dengan koleksi lebih dari 1000 judul buku. Hal ini saya lakukan sebagai balas dendam ketika saya kecil. Dimana saya sulit sekali memiliki buku.

Rabu, (15/3/2017) saya mendapat kesempatan untuk mengikuti acara Kafe BCA V. Mengambil tema : Membaca dari Generasi ke Generasi #BelajarLebihBaik. Dari email undangan eksklusif yang saya terima sehari sebelumnya, saya bisa menduga bentuk acara yang akan saya hadiri  .

Tapi begitu sampai ditempat acara di Menara BCA lantai 22 saya melihat hal yang cukup surpraise. Tampilan Kafe BCA dihiasi berbagai ornamen buku. Mulai dari, langit langit yang dipenuhi hiasan buku artifisial. Dinding yang juga digambari rak rak buku yang juga artifisial. Bahkan panggung tempat talkshow juga dibuat seperti buku raksasa yang sedang terbuka.

Dalam rundown acara, disebutkan para narasumber yang akan hadir.Semuanya orang orang yang kompeten dibidangnya masing masing. Seperti Syarif Bando kepala Perpustakaan Nasional, Prof Dr Dadang Sunendar M,Hum ,kepala badan pengembagan bahasa, Tjut Rifameutia Umar Ali , Dekan Fakultas Psikologi UI , Lucia Ratih Kusumadewi , dosen fakultas sosiologi UI  dan Andy F Noya , Duta Baca Indonesia dan  Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja juga hadir selaku tuan rumah.

Tentu saja saya saya tertarik. Didalam keresahan saya melihat minat baca masyarakat Indonesia yang rendah, fasilitas perpustakaan yang belum merata, hingga jarangnya toko buku . Apalagi buku masih dianggap barang yang tidak menjadi prioritas untuk dibeli, kecuali buku teks sekolah . Atau sebaliknya, ada orang yang sangat menyukai buku tapi tak mampu untuk membeli karena mahal. Atau sulitnya akses ke perpustakaan yang cuma ada di ibukota kabupaten.

Kaos kebaikan sebagai rasa terima kasih BCA kepada para donatur
Kaos kebaikan sebagai rasa terima kasih BCA kepada para donatur
Buku, Minat Baca dan Budaya Literasi

Acara Kafe BCA dimulai menjelang pukul sepuluh, di moderatori Yuswohadi. Pria yang menjadi ikon Kafe BCA. Karena selalu setia menjadi moderator di setiap acara Kafe BCA. Yuswohadi memulai dengan sebuah slide yang berisi kutipan Oprah Winfrey.  Bercerita singkat tentang Oprah yang lahir dari keluarga miskin di Missippi lalu menjadi sukses dan terkenal karena kecintaannya terhadap buku.

Yuswohadi , memiliki lima narasumber yang dimintanya untuk berbicara . Narasumber pertama. Syarif Bando yang ditanyakan tentang  rendahnya minat baca masyarakat Indonesia yang menempati urutan 60 dari 61 negara yang di survey oleh Central Connecticut  State University dalam sebuah studi “Most Littered Nation in the World” pada tahun 2016.

Syarif bando , tak menampik rendahnya minat baca namun pria yang menjabat sebagai kepala perpustakaan nasional  sejak juni 2016 ini lebih menyoroti  penyebab dari rendahnya minat baca. Menurut Syarif  Bando, masalah utamanya adalah kurangnya  bahan bacaan.  Satu buah buku bisa diantri lebih dari 52 orang.

Penerbitan buku di Indonesia dinilai terlalu rendah, kurangnya minat akademisi yang mau menulis buku. Yang terjadi buku yang ada ditulis bukan oleh para akademisi yang memahami bidang keilmuan.  Indeks budaya baca masyarakat Indoensia menurut Syarif Bando ternyata cukup tinggi bila melihat antrian pembaca di perpustakaan.

Sayangnya, 76 persen perpustakaan yang berkualitas bagus berada di pulau jawa. Sedangkan sisanya 24 persen tersebar di luar Jawa dengan keadaan yang memprihatinkan. Tentu, jumlah ini sangat timpang. Menurut Syarif Bando. Perpustakaan saat ini sudah merubah polanya. Bukan pembaca mencari perpustakaan tapi sebaliknya perpustakaan yang datang mencari pembaca.

kafe1-58cc800a519373b034f9bc0f.jpg
kafe1-58cc800a519373b034f9bc0f.jpg
Selain itu perpustakaan menjadi  pusat pengembangan nilai budaya manusia tak melulu menjadi  pusat membaca  atau pusat mencari informasi saja.  Perpustakaan harus menjadi jembatan bagi masyarakat untuk memperoleh pemahaman tentang nilai nilai luhur.

Menurut Syarif Bando, kehadiran digital dimana pengguna internet di Indonesia telah menembus angka 130 juta pengguna, Sayangnya hanya 2,5 persen pengguna internet yang benar benar mencari informasi pengetahuan. Selebihnya , 40 persen lebih sibuk bermain game .

Pemaparan narasumber kedua yang disampaikan  Tjut Rifameutia Umar Ali, dekan fakultas psikologi UI ini menyampaikan solusi untuk menaikkan minat baca. Pola pendidikan 6 tahun pertama yang biasa disebut golden age.

Pada masa keemasan ini, peran orang tua untuk menumbuhkan minat baca pada anak sangat dibutuhkan. Orang tua harus memiliki pola asuh yang mendekatkan anak dengan dunia membaca, memberikan contoh , perlihatkan pada anak bahwa orang tua sangat gemar membaca, ajak anak ke perpustakaan, belikan anak buku yang sesuai usianya, dan biasakan kembali orang tua mendongeng.

Menurut  Tjut Meutia  ,  Minat baca akan terkait langsung dengan konten apa yang dibaca. Buku untuk anak anak harus lebih banyak gambar dibanding tulisan, hal ini terkait penumbuhan imajinasi, yang kelak akan menjadi sumber daya kreatifitas anak ketika beranjak dewasa.

Narasumber ketiga, Prof Dadang Sunendar yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Pria yang sebelumnya  adalah wakil rektor  UPI ini menjelaskan tentang Gerakan Nasional Literasi.

Prof Dadang Sunendar memang meng-amini  rendahnya penulisan buku di Indonesia terutama buku berbasis sastra. Masyarakat Indonesia memiliki kelemahan dalam membaca tulisan dengan teks panjang. Hal ini mempengaruhi  serapan informasi, karena yang didapat baru sebatas informasi permukaan. Proses  Deep Thinking  seringkali tak terjadi. Bias informasi membuat pola pikir masyarakat  salah dalam menilai suatu hal yang terjadi.

Giliran narasumber keempat, Lucia Ratih Kusumadewi yang merupakan dosen fakultas sosiologi UI, memberikan pandangannya. Secara budaya sejak masalalu, masyarakat Indonesia  adalah masyarakat komunal dengan budaya lisan. Budaya menulis hanya terdapat pada kalangan tertentu saja, seperti kaum ningrat atau kaum sastrawan. Maka secara akar budaya, Indonesia lebih menyukai hal yang bersifat verbal.

Namun begiru , Lucia menyarankan untuk memperbaiki pola pembelajaran yang selama ini dipraktekkan. Seperti budaya belajar satu arah, dimana murid hanya menjadi obyek pendidikan seperti gelas yang dituangi air.

Hal ini berpengaruh pada  karakter saat dewasa, dimana kurang mampu  memproduksi ilmu pengetahuan. Lebih senang menerima dan menyerap ilmu dari pihak luar. Padahal proses berpikir seharusnya membuat orang mampu membuat sebuah gagasan yang dapat dituliskan dalam narasi yang baik.

Pola pendidikan saat ini juga membuat  generasi muda  terjebak dalam budaya instan. Adanya internet , membuat semua orang merasa cukup dengan hanya membaca sumber informasi dari dunia maya. Peran mesin pencari seperti google membuat generasi muda malas untuk menyerap ilmu secara mendalam dari sebuah buku. Alhasil ilmu yang didapat hanya kulit luarnya saja. hal ini yang disebut service learning.

Pemanfaatan e-book juga tergolong sangat rendah. Dari data yang didapat , orang yang mengakses e-book tak sampai 5 persen dari total pengguna internet.

Narasumber terakshir, yang menurut Yuswohadi sebagai gong adalah Andy F Noya. Pria yang akrab dengan dunia media  dan terkenal karena menjadi presenter acara “Kick Andy” ini menuturkan kisah hidupnya. Perkenalannya dengan buku, peran gurunya yang memberikan motivasi hingga arti buku bagi seorang Andi F Noya.

Sebagai duta baca, andi melihat langsung apa yang terjadi didaerah. Sulitnya menemukan buku. Sulitnya  mencari  perpustakaan di pelosok daerah. Buku menjadi hal mewah untuk kalangan miskin yang ada dipelosok . Padahal, minat baca anak anak daerah cukup tinggi. Anak anak daerah yang haus akan buku sering kali membentur tembok. Sekolah tidak memiliki fasilitas perpustakaan, kalaupun ada koleksi bukunya hanya didominasi buku teks pelajaran.

Maka Andi F Noya menyambut dengan baik , gagasan BCA untuk membuka program sosial “Buku untuk Indonesia”. Sebuah program mulia agar anak anak generasi penerus mudah mendapatkan berbagai macam buku yang berkualitas. Tentu , program ini melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi.

Menjelang siang, Program “Buku untuk Indonesia” resmi di launching Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja. Program nasional ini akan menjadi lengan untuk membangun minat baca anak anak Indonesia.

Pemberian ucapan terima kasih kepada narasumber
Pemberian ucapan terima kasih kepada narasumber
Lengan untuk membangun Minat baca

Bagi sebuah institusi keuangan sebesar BCA , rasanya unik untuk melibatkan diri dalam upaya menyediakan buku. Toh, sudah ada pihak yang lebih kompeten untuk mengurusi minat baca dan buku . Apa urusannya BCA ikut mengurusi buku ?

Jawabannya, karena urusan minat baca dan buku harus di support semua elemen bangsa. Siapapun itu. Minat baca terkait dengan budaya baca, yang paling esensi dalam penumbuhan minat baca adalah tersedianya buku.kah

Sumber bacaan dari buku punya karakter khas. Tak tergantikan walau saat ini tumbuh buku digital, informasi online, atau berbagai tools canggih lainnya. Buku menempati piramida terpenting dalam siklus penanaman minat baca.

BCA sebagai bank terkemuka memiliki 1.211 kantor cabang, melayani lebih dari 15 juta rekening pastilah memiliki nasabah loyal yang juga philantropi . Bayangkan bila ada 10 persen nasabah BCA mau peduli menyisihkan rezekinya untuk program “Buku untuk Indonesia”  Berapa ratus ribu buku yang dapat disumbangkan ke pelosok negeri.

Untuk itu BCA melalui seluruh kantor cabang membuka layanan donasi, mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 350.000. Bagi pendonasi , BCA akan memberikan sebuah kaos kebaikan  sebagai ucapan terima kasih.

BCA juga menggandeng Bibli.com, sebuah situs belanja online terkemuka untuk memudahkan masyarakat ikut serta memberikan donasinya. Langkah mulia BCA ini tentu harus di support, sebagai  lengan yang akan menumbuhkan minat baca anak anak Indonesia.

Sebuah lengan yang kuat karena ditopang ratusan ribu orang yang mendonasikan uangnya lewat program “ Buku untuk Indonesia “. Ayo siapa mau ikut ? 

*Semua foto milik penulis pribadi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun